Tujuh Poin Penting dalam UU Ekonomi Kreatif
Berita

Tujuh Poin Penting dalam UU Ekonomi Kreatif

UU Ekonomi Kreatif ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi perumusan kebijakan dalam menciptakan dan mengembangkan kegiatan ekonomi kreatif dan pelaku ekonomi kreatif.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES

Rapat paripurna telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ekonomi Kreatif menjadi Undang-Undanga. Keputusan itu diambil setelah anggota dewan yang hadir serentak memberikan persetujuan tanpa catatan dalam rapat paripurna. Proses pembahasan RUU Ekonomi Kreatif ini sebanyak 6 kali masa persidangan dan baru dapat disahkan menjadi UU.  

 

“Apakah RU tentang Ekonomi Kreatif dapat disetujui menjadi Undang-Undang,” ujar pimpinan rapat paripurna Agus Hermanto di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (26/9/2019) kemarin.

 

Wakil Ketua Komisi X Abdul Fikri Faqih dalam laporan akhirnya menuturkan terlepas ada perdebatan panjang dalam pembahasannya, setidaknya materi muatan RUU Ekonomi Kreatif memiliki banyak manfaat bagi masyarakat. Pertama, mengatur ekonomi kreatif mulai hulu hingga hilir. Menurutnya, substansi pengaturan hulu ke hilir dalam RUU ini guna menciptakan dan mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif.

 

“Melalui pengembangan riset, pengembangan pendidikan, fasilitas pendanaan dan pembiayaan. Kemudian penyediaan infrastruktur, pengembangan sistem pemasaran, pemberian insentif, fasilitas kekayaan intelektual, hingga perlindungan hasil kreativitas,” ujar Abdul Fikri dalam paparannya.

 

Kedua, pemberian insentif  bagi para pelaku ekonomi kreatif. RUU ini sejatinya mengatur pemberian insentif bagi para pelaku ekonomi kreatif dan bentuk insentif fiskal dan/atau nonfiskal. Ketiga, pengembangan kapasitas pelaku ekonomi kreatif. Pemerintah  pusat dan daerah melakukan pengembangan kapasitas bagi para pelaku ekonomi kreatif. Mulai pemberian pelatihan, pembimbingan teknis, pendampingan, dukungan fasilitasi menghadapi perkembangan teknologi dan dunia usaha.

 

“Serta dilakukannya standardisasi usaha dan sertifikasi profesi,” ujarnya.

 

Keempat, Badan Layanan Umum (BLU). Menurutnya, dalam hal pengelolaan keuangan untuk membantu pengembangan ekonomi kreatif, pemerintah pusat atau daerah dapat membentuk BLU dalam memberi pelayanan bagi pelaku ekonomi kreatif. Kelima, kekayaan intelektual.

 

Menurut Fikri, melalui RUU ini nantinya melindungi hasil kreativitas pelaku ekonomi kreatif  berupa kekayaan intelektual sebagai jaminan atau kolateral. Sehingga, pelaku ekonomi kreatif dengan kekayaan intelektual yang dimilikinya mendapat akses pelayanan bidang keuangan dan perbankan. Misalnya, dijadikannya kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang bagi lembaga keuangan.

Tags:

Berita Terkait