Reformasi Birokrasi Peradilan, Tugas Penting Ketua MA yang Baru
Berita

Reformasi Birokrasi Peradilan, Tugas Penting Ketua MA yang Baru

Marwah dunia peradilan harus tetap dijaga, terutama yang berkaitan dengan isu korupsi.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ketua MA yang baru, HM Syarifuddin, akan memimpin MA lima tahun mendatang. Banyak yang berharap ia membawa perbaikan. Foto: RES
Ketua MA yang baru, HM Syarifuddin, akan memimpin MA lima tahun mendatang. Banyak yang berharap ia membawa perbaikan. Foto: RES

Dalam beberapa hari ke depan, Muhammad Syarifuddin, akan menjalankan tugasnya sebagai Ketua Mahkamah Agung yang baru menggantikan HM Hatta Ali. Sejumlah warga menaruh harap agar Syarifuddin mampu membawa Mahkamah Agung ke arah yang lebih baik. Ia memimpin Mahkamah Agung di tengah upaya lembaga ini memperbaiki citra dunia peradilan, dan menjalin hubungan yang lebih baik dengan Komisi Yudisial.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian untuk Independensi Peradilan (LeIP), Liza Farihah, mencatat lima masalah utama yang perlu mendapat perhatian Syarifuddin ke depan. Pertama, menjaga dan merefleksikan nilai integritas dan antikorupsi secara sungguh-sungguh dalam proses mutasi dan jabatan strategis.

Kedua, modernisasi lembaga pengadilan. Sebenarnya, Mahkamah Agung sudah memperkenalkan sejumlah kebijakan pelayanan peradilan secara elektronik, misalnya e-litigasi.  “E-Litigasi yang telah diterapkan MA menunjukkan bahwa MA telah maju satu langkah dibanding lembaga penegak hukum lain dalam modernisasi peradilan. Namun, implementasi e-Litigasi masih memunculkan pertanyaan mengenai kesiapan infrastruktur dan SDM," ujar Liza.

Ketiga, pengawasan internal MA. Mahkamah Agung punya Badan Pengawasan sebagai pengawas internal. Sebenarnya MA sudah meluncurkan aplikasi SIWAS yang dinyatakan mampu menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat secara online, secara besar-besaran pada September 2016. Namun pada kenyataannya aplikasi ini jauh dari efektif sebagaimana telah dicoba oleh koalisi dalam beberapa kesempatan. Pengawas eksternal adalah Komisi Yudisial. Relasi kedua lembaga masih perlu diperkuat.

(Baca juga: Beragam Harapan untuk Ketua MA yang Baru).

Keempat, reformasi birokrasi. Liza melihat  selama ini reformasi birokrasi masih lebih fokus pada aspek kelembagaan, bukan pada hakim atau fungsi pengadilan. Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mencatat reformasi dan kebijakan yang diambil MA seringkali masih bersifat Merdeka Utara-sentris (alamat gedung MA) yang belum menempatkan prioritas kebutuhan jabatan hakim atau pelaksanaan fungsi pengadilan pada skala prioritas yang seharusnya.

Kelima, ketidakseriusan MA menjalankan peran dalam mekanisme check and balances antar lembaga peradilan. Ketidakseriusan ini antara lain terlihat dari keengganan hakim untuk mengkritisi status penahanan yang ditetapkan sebelumnya oleh penuntut umum atas seorang terdakwa pada suatu perkara pidana. Padahal sejatinya hakim dapat mengkritisi penahanan yang sewenang-sewenang dan melanggar hukum.

Akademisi Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Suparman Marzuki, berharap Syarifuddun dapat melakukan reformasi dan terobosan-terobosan baru di tubuh lembaga peradilan tersebut. Mantan Ketua Komisi Yudisial itu meyakini jejak rekam Syarifuddin menjadi modal penting untuk membawa perubahan di tubuh Mahkamah Agung. Syarifuddin pernah menjadi Ketua Badan Pengawasan MA, termasuk hakim senior, dan hampir tidak pernah ada pemberitaan miring tentang pribadinya sehingga Suparman yakin Ketua MA yang baru punya kredibilitas yang mumpuni.

Tags:

Berita Terkait