Seluk Beluk Menyelenggarakan Mega-Kompetisi Hukum Secara Daring
Kabar Kampus

Seluk Beluk Menyelenggarakan Mega-Kompetisi Hukum Secara Daring

Dalam pelaksanaan kompetisi online seperti PLC 2021, terdapat beberapa masalah teknis. Namun, permasalahan tersebut dapat diminimalisir dengan persiapan acara yang cukup intensif.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit
Parahyangan Legal Competition (PLC). Foto: FH Unpar
Parahyangan Legal Competition (PLC). Foto: FH Unpar

Internet mati, peserta atau juri tiba-tiba tidak bisa dihubungi, peserta salah masuk Zoom. Ini hanya sekelumit dari banyak masalah yang dapat muncul dalam penyelenggaraan kompetisi hukum secara daring pada masa pandemi ini. Tentu makin besar kompetisinya, makin besar dan kompleks juga tantangannya.

Pada 23-25 Juli 2021 yang lalu, Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (FH UNPAR) menyelenggarakan Parahyangan Legal Competition (PLC) secara daring untuk pertama kalinya. PLC saat ini telah menjadi salah satu kompetisi hukum paling besar di Indonesia, terdiri dari Lomba Debat Nasional tingkat SMA, Lomba Debat tingkat Universitas serta Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKITI) dengan Jumlah total 57 tim peserta dari 23 universitas dan 16 SMA di Indonesia.

Sejak awal, situasi yang tidak memungkinkan penyelenggaraan secara fisik di kampus justru makin memacu panitia untuk berinovasi. “Kita harus bekerja keras memastikan agar hype atau gegap gempita kompetisi ini tetap sama (kalau bukan lebih baik lagi) dibandingkan dengan kompetisi-kompetisi sebelumnya yang berlangsung secara luring”, kenang Shifa Shafira, mahasiswa FH Unpar yang menjadi Ketua Panitia PLC tahun ini. Persiapan yang panjang, mulai dari berbulan-bulan sebelumnya, sudah tentu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Selain itu berbagai hal juga perlu dipertimbangkan.

Pertama adalah tema yang berbobot, aktual dan potensial menarik dukungan dari stakeholders.  Tahun ini PLC mengusung tema “Penerapan Pancasila dalam Mewujudkan Bisnis dan Investasi yang Berpihak pada Hak Asasi Manusia”. Tema ini dirasa pas dengan berbagai permasalahan pembangunan hukum saat ini yang perlu menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi di satu pihak dengan kewajiban negara dan pelaku usaha untuk menjunjung hak asasi manusia di pihak lain. Khusus untuk FH Unpar, tema yang menyoroti peran sentral hak asasi manusia dan Pancasila juga sejalan dengan nilai-nilai dasar Unpar yang memihak pada kaum yang lemah (preferential option for the poor).   

Dengan tema itu, tahun ini PLC mendapatkan dukungan dari Office of the United Nations High Commissioner of Human Rights (OHCHR) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menjadi ­co-host kompetisi. Mitra-mitra PLC ini juga memberikan beberapa masukan mengenai substansi dan narasumber serta juri kompetisi.

Alhasil, webinar internasional yang menjadi sesi pembuka PLC diisi oleh pembicara-pembicara serta moderator internasional dan nasional, yaitu Katia Chirizzi (OHCHR Deputy Regional Representative), Anita Ramasastry (Wakil Ketua UN Working Group on Business and Human Rights), Ahmad Taufan Damanik (Ketua Komnas HAM), Sandrayati Moniaga (Komisioner Komnas HAM), Roberto Eugenio T. Cadiz (Commission on Human Rights Republik Filipina), Eko Riyadi (Direktur Centre for Law and Human Rights), Sagita Adesywi (UNDP Indonesia Business and Human Rights Specialist), dan Alimatul Qibtiyah (Komisioner Komnas Perempuan).

Di satu sisi, partisipasi dari lembaga internasional seperti OHCHR menjadi satu nilai plus. Di sisi lain, dari segi komunikasi, baik teknis maupun bahasa, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri karena penyelenggaraan webinar seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa Inggris, dan upacara seremonial pembukaan serta penutupan kompetisi dilakukan secara bilingual. Namun pada akhirnya hal ini semata-mata dapat dianggap sebagai peningkatan dari kualitas kompetisi.  

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait