Menimbang Kewenangan PTUN dalam Sengketa Penetapan Partai Politik
Kolom

Menimbang Kewenangan PTUN dalam Sengketa Penetapan Partai Politik

Model penyelesaian sengketa penetapan partai politik peserta Pemilu dalam UU No. 7 Tahun 2017 sebaiknya direvisi.

Bacaan 5 Menit
Muchammad Alfarisi. Foto: Istimewa
Muchammad Alfarisi. Foto: Istimewa

Tidak terasa geliat persiapan Pemilihan Umum Serentak tahun 2024 sudah dimulai, dengan dibentuknya Tim Seleksi calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Tim yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 120/P Tahun 2021 tersebut telah membuka pendaftaran calon Anggota KPU dan calon Anggota Bawaslu untuk masa jabatan 2022- 2027.

Tim seleksi yang beranggotakan sebelas orang dan diketuai oleh Juri Ardiantoro, mantan Ketua KPU tahun 2016-2017, diharapkan dapat menjaring calon-calon yang berkualitas dan mumpuni, agar penyelenggaraan Pemilihan Umum serentak tahun 2024 dapat berjalan lancar dan meningkat kualitasnya. Para Komisioner KPU terpilih yang baru, nantinya akan langsung menghadapi salah satu pekerjaan besar pertama yaitu pendaftaran dan verifikasi Partai Politik peserta Pemilu 2024.

Verifikasi Partai Politik (Parpol) sebelum menjadi peserta pemilu sendiri merupakan amanah ketentuan Pasal 173 Undang-Undang No.7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU No.7/2017). Pada awalnya, khususnya berdasarkan ketentuan Pasal 173 ayat (3) UU No.7/2017, verifikasi Partai Politik untuk menjadi peserta pemilu hanya dikenakan kepada Partai Politik yang belum pernah lulus verifikasi partai politik peserta pemilu.

Akan tetapi ketentuan tersebut dirasa tidak adil, khususnya oleh partai-partai baru. Akibatnya, salah satu Partai Politik baru saat itu yaitu Partai Idaman, mengajukan uji materi atas norma dalam Pasal 173 ayat (3) UU No.7/2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Atas permohonan pengujian tersebut, MK melalui Putusan Nomor 53/- PUU-XV/ menyatakan bahwa sepanjang frasa “ditetapkan” dalam Pasal 173 ayat (1) dan seluruh ketentuan pada Pasal 173 ayat (3) adalah tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, alias inkonstitusional atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pertimbangan putusannya, MK memandang bahwa semua Partai Politik peserta Pemilihan Umum wajib mengikuti verifikasi, baik Partai Politik yang baru akan mengikuti Pemilihan Umum maupun Partai Politik mantan peserta Pemilihan Umum sebelumnya. Hal tersebut untuk memberikan rasa keadilan dan persamaan kedudukan kepada semua Partai Politik yang akan menjadi peserta Pemilihan Umum.

Verifikasi Partai Politik peserta Pemilihan Umum sendiri akan terdiri dari dua tahap, yaitu verifikasi administratif dan verifikasi faktual. Di mana Partai Politik agar dapat dinyatakan memenuhi syarat untuk mengikuti Pemilihan Umum harus memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 173 ayat (2) UU No.7/2017.

Adapun persyaratan tersebut antara lain partai politik harus berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik. Partai Politik juga harus memiliki kepengurusan di seluruh Provinsi, memiliki pengurus di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah Kabupaten/Kota di Provinsi yang bersangkutan serta di 50% (lima puluh persen) jumlah Kecamatan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Partai politik juga paling sedikit wajib memiliki 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan Partai Politik Tingkat Pusat.

Tags:

Berita Terkait