Mengapresiasi Keadilan Restoratif dari Eksaminasi Khusus Jaksa Agung terhadap Perkara Istri Pemabuk di Karawang
Terbaru

Mengapresiasi Keadilan Restoratif dari Eksaminasi Khusus Jaksa Agung terhadap Perkara Istri Pemabuk di Karawang

Gagasan tentang keadilan restoratif dengan hati nurani sendiri telah menjadi angin segar penegakan hukum di Indonesia, karena dapat menyentuh keadilan bagi masyarakat kecil.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Vice President KAI Bidang Pembelaan Anggota, Bantuan Hukum, dan HAM, Aldwin Rahadian. Foto: istimewa.
Vice President KAI Bidang Pembelaan Anggota, Bantuan Hukum, dan HAM, Aldwin Rahadian. Foto: istimewa.

Vice President Kongres Advokat Indonesia Bidang Pembelaan Anggota, Bantuan Hukum, dan HAM, Aldwin Rahadian mengapresiasi ketegasan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin saat memberikan perintah kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana, untuk langsung melakukan eksaminasi khusus terhadap perkara istri di Karawang yang dituntut satu tahun penjara karena memarahi suami yang pulang mabuk oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Karawang pada Kamis (11/11). Menurutnya, eksaminasi khusus ini merupakan ikhtiar sekaligus implementasi nyata keadilan restoratif dengan hati nurani.

 

Gagasan tentang keadilan restoratif dengan hati nurani sendiri telah menjadi angin segar penegakan hukum di Indonesia, karena dapat menyentuh keadilan bagi masyarakat kecil. “Kita harus akui, selama memimpin Korps Adhyaksa, Pak Sanitiar Burhanuddin sudah banyak melakukan terobosan dan transformasi. Lebih dari itu, saya meyakini konsep keadilan restoratif dengan hati nurani mampu mereformasi penegakan hukum di Indonesia,” ujar Aldwin di Jakarta (16/11).

 

Di sisi lain, perintah eksaminasi khusus oleh Jaksa Agung ini juga menandakan, Jaksa Agung memantau dan mengawasi langsung berbagai perkara yang ditangani para jaksa. Ini adalah bentuk tanggung jawab penuh seorang pemimpin yang patut diteladani. Perintah ini, harus menjadi peringatan bagi semua jaksa di Indonesia: tidak boleh lagi ada penuntutan asal-asalan tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat.

 

“Penuntutan juga harus didasarkan pada hati nurani. Melalui hati nuranilah keadilan terwujud, kemanfaatan hukum terbentuk, dan kepastian hukum tercipta. Oleh karena itu seorang jaksa tidak hanya dituntut cerdas dan berintegritas, tetapi juga mempunyai sense of crisis dan kepekaan akan rasa keadilan, terlebih jika kasusnya melibatkan orang kecil, perempuan, dan anak,” Aldwin menambahkan.

 

Transformasi Hukum

Bagi Aldwin, salah satu terobosan besar Jaksa Agung adalah menerbitkan dan mengimplementasikan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Peraturan ini bukan hanya menjadi jalan keluar atas kekosongan hukum materiel dan hukum formal yang belum mengatur penyelesaian perkara menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Lebih dari itu, peraturan ini juga melindungi masyarakat kecil.

 

“Saya mendukung penuh upaya Jaksa Agung untuk mentransformasikan paradigma hukum kita yang saat ini masih terlalu mengedepankan aspek kepastian hukum yang bersifat legalistik formal menjadi paradigma keadilan hukum yang lebih substansial bagi masyarakat,” kata Aldwin.

 

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan fungsional kepada para jaksa yang menangani perkara Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa Valencya (45) alias Nency Lim. Valencya menjadi terdakwa karena dianggap melakukan KDRT terhadap suaminya. Hanya karena memarahi suami yang pulang mabuk, terdakwa dituntut satu tahun penjara oleh Jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Karawang, Jawa Barat, pada Kamis, 11 November 2021 lalu.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Tags:

Berita Terkait