Apakah seorang karyawati dapat melakukan pengaduan atau tuntutan atas peristiwa pelecehan di tempat kerja yang pernah dialaminya pada waktu lalu? Pada saat itu, karyawati tidak berani bertindak karena takut dipecat bos. Saat ini dia sedang dalam proses PHK, dan dari rekan kerja lainnya diperoleh informasi ternyata bosnya memang sering melakukan pelecehan seksual kepada para karyawatinya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Apabila terjadi pelecehan seksual antara atasan dan bawahan di tempat kerja, maka pelaku dapat diancam dengan tindak pidana perbuatan cabul yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan berdasarkan Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP atau Pasal 418 ayat (2) huruf a UU 1/2023, dan Pasal 6 huruf c UU TPKS. Lantas, bagaimana cara mengatasi pelecehan seksual di tempat kerja?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Jika Ada Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, Lakukan Ini yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. yang pertama kali dipublikasikan pada 19 Oktober 2011, dan dimutakhirkan pertama kali pada 7 November 2022.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Kewajiban Pengusaha Menciptakan Lingkungan Kerja yang Aman
Setiap pekerja, baik laki-laki maupun perempuan berhak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan di tempat kerja, termasuk kekerasan seksual.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dalam UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:[1]
keselamatan dan kesehatan kerja;
moral dan kesusilaan; dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Selain itu, diatur pula ketentuan bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 – 07.00 wajib untuk menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.[2
Meskipun dalam UU Ketenagakerjaan tidak diatur secara spesifik mengenai pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja, namun ada rambu-rambu yang wajib dilaksanakan pengusaha terkait pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja sebagaimana diatur dalam ketentuan-ketentuan di atas.
Jerat Hukum Pelaku Pelecehan Seksual di Tempat Kerja
Sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai langkah hukum atas kasus pelecehan seksual di tempat kerja, perlu kami sampaikan mengenai apa itu pelecehan seksual.
Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban.[3]
Lantas, apa saja yang termasuk kasus pelecehan seksual? Dalam UU TPKS, pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang terdiri atas pelecehan seksual fisik dan pelecehan seksual non-fisik,[4] sebagai berikut:
Pelecehan seksual non-fisik adalah perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya.[5]
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘perbuatan seksual secara nonfisik’ adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.[6]
Pelecehan seksual fisik terdiri dari tiga bentuk yaitu:[7]
Perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya;
Perbuatan seksual fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan.
Penyalahgunaan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau orang lain.
Contoh pelecehan seksual adalah antara lain siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh.[8]
Berdasarkan penjelasan di atas, kami mengasumsikan bahwa kejadian pelecehan seksual yang dialami oleh karyawati tersebut adalah berupa pelecehan seksual fisik.
Selanjutnya, Anda menyampaikan bahwa pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh bos selaku atasan kepada bawahan, sehingga perbuatan ini termasuk pelecehan seksual yang berbentuk penyalahgunaan kedudukan dan wewenang dengan memanfaatkan ketidaksetaraan untuk melakukan perbuatan cabul. Adapun jerat pidana bagi pelaku menurut Pasal 6 huruf c UU TPKS adalah pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.
Sedangkan menurut KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan KUHP baru yakni UU 1/2023 yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[9] yaitu tahun 2026, pelecehan seksual atau perbuatan cabul yang dilakukan di tempat kerja oleh atasan, dapat dijerat dengan pasal berikut ini:
Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP
Pasal 418 ayat (2) huruf a UU 1/2023
Dipidana dengan pidana yang sama (yaitu pidana penjara paling lama 7 tahun):
1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun:
a. Pejabat yang melakukan percabulan dengan bawahannya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;
Ketentuan dalam Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP merupakan delik biasa (tindak pidana biasa) dan bukan delik aduan, maka yang berlaku adalah daluwarsa penuntutan yaitu 12 tahun jika merujuk ketentuan pidana dan ketentuan daluwarsa dalam KUHP[10] atau 18 tahun jika ketentuan pidana dan daluwarsanya merujuk pada UU 1/2023.[11] Maka, jika ancaman hukumannya mengacu pada Pasal 6 huruf c UU TPKS, maka daluwarsa menurut KUHP adalah 12 tahun atau 18 tahun menurut UU 1/2023.[12]
Adapun, jika merujuk pada asas lex specialis derogat legi generali, maka ketentuan yang berlaku adalah UU TPKS karena merupakan peraturan yang secara khusus mengatur tentang kekerasan seksual.
Oleh karena itu, karyawati tersebut masih dapat melakukan penuntutan (dengan melaporkannya ke kepolisian) dalam jangka waktu 12 sejak tindak pidana tersebut dilakukan, dengan catatan ketentuan pidananya adalah UU TPKS dan ketentuan daluwarsanya adalah KUHP lama.
Pertama, korban dapat mengadukan pelecehan seksual kepada penyelia (pengawas/supervisor), manajer lain atau pejabat penanganan keluhan yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Lampiran SE Menaker 03/2011 (hal. 16). Menurut hemat kami, korban dapat juga melapor kepada pimpinan perusahaan, serikat pekerja, atau kantor dinas tenaga kerja setempat.
Ketiga, apabila korban takut melaporkan sendiri ke polisi, dapat juga dilaporkan oleh atau orang yang mengetahui, melihat dan/atau menyaksikan kejadian tersebut ataupun oleh tenaga medis.
Keempat, mencari pendampingan. Salah satunya ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (“UPTD PPA”), lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat untuk diberikan pendampingan dan pelayanan terpadu yang dibutuhkan korban.[13]
Disarikan dari artikel Cara Melaporkan Pelecehan Seksual Tanpa Bukti dijelaskan bahwa korban dapat melaporkan pelecehan seksual melalui layanan call center Sabahat Perempuan dan Anak (“SAPA”) 129 yang dapat diakses melalui hotline 021-129 atau Whatsapp 08111-129-129. SAPA 129 ini memiliki 6 jenis layanan yaitu layanan pengaduan masyarakat, penjangkuan korban, pengelolaan kasus, akses penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban.
Perlu Anda ketahui bahwa korban kekerasan seksual pada dasarnya mempunyai hak atas penanganan, pelindungan dan pemulihan seperti penguatan psikologis, kerahasiaan identitas, rehabilitasi medis, mental dan sosial.[14]
Selain itu, ketika melaporkan kasus ke polisi dan selama proses peradilan pidana, korban juga berhak atas pendampingan hukum[15] oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (“LPSK”), tenaga kesehatan, psikolog, pekerja sosial, psikiater, advokat, paralegal dan lain-lain.[16]
Kemudian, korban kekerasan seksual juga berhak untuk mendapatkan restitusi yaitu pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiel/imateriel yang diderita korban atau ahli warisnya.[17]
Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja
Selain upaya hukum di atas, menciptakan lingkungan kerja yang bebas dari pelecehan seksual adalah hal penting untuk mencegah pelecehan seksual dan kekerasan seksual terjadi di tempat kerja.
Pekerja maupun serikat pekerja/buruh perlu mendorong perusahaan untuk melakukan beberapa kebijakan terkait dengan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja. Adapun pencegahan yang perlu dilakukan pemberi kerja yaitu:[18]
Membuat, mengesahkan, dan menginformasikan kepada semua pekerja mengenai kebijakan tentang pelecehan seksual dalam lingkungan kerja termasuk dari masa rekrutmen hingga orientasi;
Mengambil tindakan perbaikan yang efektif dan wajar bila terjadi pelecehan seksual.
Selain kedua hal tersebut, upaya bagaimana menghindari pelecehan seksual pada dunia kerja, maka perlu ada tindakan berupa komunikasi, edukasi, pelatihan serta mendorong perusahaan untuk membangun komitmen pelaksanaan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja, termasuk pemberian sanksi dan tindakan disiplin bagi pelaku melalui kebijakan perusahaan, perjanjian kerja/peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama.[19]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.