Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dituduh Melarikan Anak Perempuan Orang Lain

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Dituduh Melarikan Anak Perempuan Orang Lain

Dituduh Melarikan Anak Perempuan Orang Lain
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dituduh Melarikan Anak Perempuan Orang Lain

PERTANYAAN

Pada suatu hari teman saya mengajak saya main, dia juga mengajak 2 orang teman perempuan yang masih di bawah umur. Setahu saya, salah satu temannya itu seorang wanita penghibur. Setelah jalan-jalan kami berempat istirahat di hotel. Temanku dan pasangannya masuk ke kamarnya. Sedangkan saya dan salah seorang perempuan itu. Saya sempat memeluk dia dan dia menolak. Saya sadar bahwa dia perempuan baik-baik jadi saya tidak berani lebih jauh. Saya tiduran di kasur sedangkan dia nonton tv sembari menunggu teman kami keluar kamar. Kemudian kami berempat pulang, tetapi di tengah jalan mereka menolak untuk pulang dengan alasan kemalaman mereka meminta kami untuk check in hotel lagi yang kemudian kami sanggupi. Tapi malamnya saya satu kamar dengan teman saya, sedangkan mereka di kamar lain. Paginya kami antar mereka pulang tapi mereka menolak kami antar ke rumah. Mereka minta diantar ke rumah temannya. Setelah sampai ke rumah temannya kami pamitan dan pulang. Yang mengagetkan ternyata mereka tidak pulang ke rumah selama 3 hari, dan kami dituntut dengan tuduhan membawa lari anak orang dan pencabulan. Padahal saya tidak melakukan apa-apa dan tidak tahu-menahu kalau mereka tidak pulang karena kami antar mereka pulang pada hari pertama walaupun ke rumah temannya. Sekarang mereka sudah pulang ke rumah masing-masing, tetapi keluarga tetap tidak mau mencabut tuntutannya. Saya sangat bingung padahal waktu itu saya hanya diajak main oleh teman saya dan mereka, tidak melakukan tindakan asusila (hanya memeluk saja). Apa yang harus saya lakukan? Terima kasih atas bantuannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Mengenai tuduhan melarikan anak perempuan orang lain, berdasarkan ketentuan Pasal 332 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), seseorang dapat dinyatakan bersalah melarikan wanita dan diancam dengan pidana penjara. Selain itu perbuatan cabul terhadap anak juga dapat diacam pidana berdasarkan KUHP dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
     
    Tetapi apabila Anda memang tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan, nanti akan ada mekanisme pembuktian untuk memastikan apakah Anda bersalah atau tidak. Dengan mengacu pada Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) alat bukti yang sah adalah mencakup keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Berdasarkan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan pemeriksaan para saksi yang diperoleh dari hasil penyidikan oleh pihak kepolisian, majelis hakim yang akan memutus apakah Anda bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan.
     
    Apa yang dapat Anda lakukan? Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Sabtu, 15 Oktober 2011
     
    Intisari :
     
     
    Mengenai tuduhan melarikan anak perempuan orang lain, berdasarkan ketentuan Pasal 332 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), seseorang dapat dinyatakan bersalah melarikan wanita dan diancam dengan pidana penjara. Selain itu perbuatan cabul terhadap anak juga dapat diacam pidana berdasarkan KUHP dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
     
    Tetapi apabila Anda memang tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan, nanti akan ada mekanisme pembuktian untuk memastikan apakah Anda bersalah atau tidak. Dengan mengacu pada Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) alat bukti yang sah adalah mencakup keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Berdasarkan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan pemeriksaan para saksi yang diperoleh dari hasil penyidikan oleh pihak kepolisian, majelis hakim yang akan memutus apakah Anda bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan.
     
    Apa yang dapat Anda lakukan? Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Berdasarkan cerita Anda, kami asumsikan keluarga salah satu atau kedua teman perempuan Anda itu telah melaporkan Anda dan teman Anda ke polisi. Kemudian, polisi mengenakan dua tuduhan kepada Anda berdua yaitu membawa lari anak (perempuan) orang lain dan pencabulan.
     
    Melarikan Anak Tanpa Izin Orang Tua
    Mengenai tuduhan melarikan anak perempuan orang lain, berdasarkan ketentuan Pasal 332 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), seseorang dapat dinyatakan bersalah melarikan wanita dan diancam dengan pidana penjara:
    1. paling lama tujuh tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan;
    2. paling lama sembilan tahun, barang siapa membawa pergi seorang wanita dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan
     
    Merujuk pada ketentuan tersebut, maka orang yang melarikan wanita tanpa dikehendaki (tanpa ada izin) orang tuanya dapat dituntut berdasarkan pasal tersebut.
     
    Pencabulan
    Kemudian, mengenai tuduhan melakukan perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289 KUHP yang berbunyi:
     
    Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
     
    Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarny Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 212), yang dimaksudkan dengan “perbuatan cabul” ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya: cium-cium, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya.
     
    Terdapat juga delik kualifisirnya yaitu diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun:[1]
    1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
    2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
    3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
     
    Sebenarnya, menurut ketentuan KUHP di atas, jika kedua orang tersebut adalah orang dewasa dan melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran penuh, maka tidak dapat dilakukan penuntutan pidana terhadap Anda dan teman Anda.
     
    Tapi, dalam kasus ini menurut informasi Anda, kejadian tersebut melibatkan anak di bawah umur (belum mencapai usia 18 tahun), maka terhadap pelaku pencabulan terhadap anak dapat diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perppu 1/2016”) jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”), yaitu:
     
    Pasal 82 Perppu 1/2016
    1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
    2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
    4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
    6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
    7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
    8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
     
    Pasal 76E UU 35/2014
    Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
     
    Jika Tidak Melakukan Tindak Pidana
    Tapi, jika Anda memang tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan, nanti akan ada mekanisme pembuktian untuk memastikan apakah Anda bersalah atau tidak. Dengan mengacu pada Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) alat bukti yang sah adalah mencakup keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa.
     
    Jadi, berdasarkan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan pemeriksaan para saksi yang diperoleh dari hasil penyidikan oleh pihak kepolisian, majelis hakim yang akan memutus apakah Anda bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan. Yang dapat Anda lakukan adalah mendapatkan bantuan hukum dari advokat untuk mendampingi Anda menjalani seluruh proses hukum dan memberikan keterangan sebenar-benarnya mengenai apa yang terjadi saat melalui proses penyidikan maupun persidangan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    [1] Pasal 290 KUHP

    Tags

    perempuan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Jika Polisi Menolak Laporan Masyarakat, Lakukan Ini

    15 Jan 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!