KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Ada Ahli Waris yang Tidak Setuju Menjual Rumah Warisan

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Jika Ada Ahli Waris yang Tidak Setuju Menjual Rumah Warisan

Jika Ada Ahli Waris yang Tidak Setuju Menjual Rumah Warisan
Liza Elfitri, S.H., M.H.Mitra Klinik Hukum
Mitra Klinik Hukum
Bacaan 10 Menit
Jika Ada Ahli Waris yang Tidak Setuju Menjual Rumah Warisan

PERTANYAAN

Kami lima bersaudara dan kedua orang tua kami sudah meninggal dunia. Orang tua kami meninggalkan sebuah rumah, ada yang aku ingin ketahui yaitu: Rumah tersebut kami mau jual, tapi ada seorang ahli waris yang tidak setuju rumah tersebut dijual dengan alasan yang kami tidak tahu. Apakah kami yang empat bersaudara bisa menjual rumah tersebut? Karena yang satu tidak mau diajak kompromi, apakah kami tidak melanggar hukum? Mohon penjelasannya, terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Saudara yang terhormat,
     

    Persoalan waris merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan yang masuk lingkup hukum perdata. Pengaturan secara materil mengenai kewarisan dalam ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu untuk orang yang beragama Islam diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam(“KHI”) dan untuk orang yang beragama selain Islam diatur di dalam Buku II (Pasal 830 s.d. Pasal 1130) Burgerlijk Wetboek (“BW”) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Selain itu juga, kewarisan diatur di dalam hukum adat yang di dalam praktiknya masih diterapkan.

     

    Sehubungan dengan pertanyaan Saudara di atas yang tidak menyebutkan agama dari pewaris, maka kami akan mencoba menjawab berdasarkan ketentuan BW maupun KHI.

     

    Berdasarkan pertanyaan Saudara yang menyatakan bahwa kedua orang tua Saudara telah meninggal dunia, maka berdasarkan ketentuan Pasal 174 ayat (2) KHI, yang termasuk sebagai ahli waris adalah anak, ayah, ibu.

    KLINIK TERKAIT

    Cara Pemecahan Sertifikat Tanah karena Warisan

    Cara Pemecahan Sertifikat Tanah karena Warisan
     
    Pasal 174 ayat (2) KHI selengkapnya berbunyi:
     

    Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda”.

     

    Sedangkan, berdasarkan hukum waris BW dan didasarkan pada pertanyaan Saudara yang tidak menyebutkan adanya surat wasiat (testament), maka yang berhak menjadi ahli waris adalah anak-anak dari pewaris.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Namun demikian, dalam kewarisan baik hukum Islam maupun kewarisan BW, seseorang dinyatakan tidak berhak menjadi ahli waris atau terhalang mendapatkan harta warisan dengan ketentuan :

    1.    Berdasarkan ketentuan Pasal 173 KHI dan Hadits yaitu yang dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris, dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat, dan yang berlainan agama dengan Pewaris;

    2.    Berdasarkan Pasal 838 BW, yaitu:

    ·         Yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu;

    ·         Yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;

    ·         Yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; dan

    ·         Yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu.

     

    Oleh karena Saudara juga tidak menjelaskan apakah sudah ada pembagian besarnya masing-masing ahli waris dan tidak pula menyebutkan keseluruhan harta waris yang ditinggalkan pewaris, maka kami mengasumsikan bahwa belum ada pembagian harta waris dan rumah tersebut sebagai harta waris satu-satunya. Dengan demikian, menurut kami, harta waris berupa rumah yang Saudara sebutkan di atas, tidak dapat dijual tanpa persetujuan dari semua ahli waris, yang mana di dalam praktik, jika hal tersebut tetap dilakukan, maka ahli waris yang tidak dilibatkan dapat mengajukan upaya hukum baik perdata maupun pidana.

     

    Menurut hemat kami, terhadap permasalahan kewarisan, hal yang paling baik dilakukan adalah penyelesaian secara kekeluargaan. Musyawarah keluarga dan/atau komunikasi yang intensif perlu dilakukan untuk memahami sikap dan keinginan dari masing-masing pihak sehingga mendapatkan solusi yang terbaik dan melegakan buat semua ahli waris, misalnya, ahli waris yang tidak setuju, diminta menjadi pembeli dari rumah warisan tersebut, dan sebagainya. Namun demikian, apabila penyelesaian mengenai harta waris tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, maka Saudara dapat mengajukan Permohonan untuk meminta penetapan ahli pembagian harta waris kepada pengadilan.

     

    Mengingat hukum waris yang ada dan berlaku di Indonesia yang sampai saat ini masih belum merupakan unifikasi hukum, oleh karenanya Saudara dapat melakukan pilihan hukum (choice of law) atau menundukkan diri terhadap hukum yang berlaku dalam hal kewarisan di Indonesia yakni hukum waris Islam, hukum waris BW, atau hukum waris Adat. Hal ini akan berkaitan ke pengadilan mana Saudara akan mengajukan Permohonan, apakah ke Pengadilan Negeri atau ke Pengadilan Agama setempat. Namun, berdasarkan Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU Peradilan Agama”) yang berbunyi sebagai berikut:

     

    “Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang waris…”

     

    Sebagai penutup, kami ingin sampaikan bahwa:

     

    Hukum hanya mampu menjawab sampai persoalan pembagian waris, namun hanya Saudara yang mampu menguatkan simpul-simpul cinta dalam bersaudara, saat tak lagi ada orang tua di dunia ini.”

     

    Demikian semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Staatsblad 1847 No. 23)

    2.    Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

    3.    Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!