KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Melakukan Pencabulan terhadap Orang Tidur, Ini Sanksi Hukumnya

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Melakukan Pencabulan terhadap Orang Tidur, Ini Sanksi Hukumnya

Melakukan Pencabulan terhadap Orang Tidur, Ini Sanksi Hukumnya
Rifdah Rudi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Melakukan Pencabulan terhadap Orang Tidur, Ini Sanksi Hukumnya

PERTANYAAN

Apabila ada wanita yang tidur, lalu ada seorang pria yang meraba-raba kemaluannya, bagaimana sanksi hukum yang bisa diberikan kepada pria tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, ketentuan hukum pidana di Indonesia tidak mengatur mengenai pencabulan pada orang yang sedang tidur. Akan tetapi, mengenai pencabulan yang dilakukan terhadap orang yang pingsan atau tidak berdaya diatur dalam Pasal 290 ke-1 KUHP lama dan Pasal 415 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku tahun 2026.

    Lantas, apa sanksi pidana bagi orang yang melakukan pencabulan terhadap orang yang pingsan atau tidak berdaya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel ini merupakan pemutakhiran dari artikel dengan judul Sanksi Hukum Jika Meraba Kemaluan Orang yang Sedang Tidur yang ditulis oleh Lezetia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pertama kali pada 12 Agustus 2013.

    KLINIK TERKAIT

    Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya

    Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Tindak Pidana Pencabulan

    Apa itu pencabulan? Pencabulan adalah semua perbuatan yang berkenaan dengan kehidupan di bidang seksual yang melanggar kesusilaan (kesopanan). Tindak pidana pencabulan juga dapat diartikan sebagai suatu kejahatan dengan cara melampiaskan nafsu seksual, yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dengan cara melanggar hukum dan norma kesusilaan yang berlaku.[1]

    Selanjutnya, perlu diketahui bahwa ketentuan hukum pidana di Indonesia tidak mengatur mengenai pencabulan pada orang yang sedang tidur. Akan tetapi, mengenai pencabulan yang dilakukan terhadap orang yang pingsan atau tidak berdaya diatur dalam Pasal 290 ke-1 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 415 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026,[2] sebagai berikut:

    Pasal 290 ke-1 KUHPPasal 415 UU 1/2023

    Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun:

    1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;

    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang:

     

    1. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang tersebut pingsan atau tidak berdaya; atau
    2. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau patut diduga anak.

     

    Penjelasan Pasal 415

    Yang dimaksud dengan "perbuatan cabul" adalah kontak seksual yang berkaitan dengan nafsu birahi, kecuali perkosaan.

    Terkait Pasal 290 ke-1 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan apa yang dimaksud dengan “perbuatan cabul” dengan merujuk pada penjelasannya dalam Pasal 289 KUHP atau Pasal 414 UU 1/2023. Menurut R. Soesilo, yang dimaksud dengan “perbuatan cabul” adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkupan nafsu birahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya (hal. 216).

    Selain itu, mengenai pengertian “pingsan” atau “tidak berdaya”, R. Soesilo merujuk pada Pasal 89 KUHP atau Pasal 156 UU 1/2023. Adapun yang dimaksud dengan “pingsan” adalah tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya, umpamanya memberi minum racun kecubung atau lain-lain obat, sehingga orangnya tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi akan dirinya (hal. 212). Sedangkan, yang dimaksud dengan “tidak berdaya” adalah tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, misalnya mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalam kamar, memberikan suntikan, sehingga orang itu lumpuh. Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya.[3]

    Baca juga: Jerat Pidana Perbuatan Cabul di Lingkungan Kerja

    Tindak Pidana Kesusilaan

    Sebagai informasi, berdasarkan penelusuran kami terdapat bunyi pasal KUHP atau UU 1/2023 lainnya yang dapat digunakan untuk menuntut seseorang yang melakukan perbuatan meraba-raba kelamin korban saat korban sedang tidur, yaitu Pasal 281 KUHP atau Pasal 406 UU 1/2023 sebagai berikut:

    Pasal 281 KUHPPasal 406 UU 1/2023

    Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta[4]:

     

    1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
    2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.

    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta[5] setiap orang yang:

     

      1. Melanggar kesusilaan di muka umum; atau
      2. Melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut.

     

    Penjelasan Pasal 406 huruf a

    Yang dimaksud dengan “melanggar kesusilaan” adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan.

    Penjelasan selengkapnya mengenai pasal tindak pidana asusila dapat Anda baca pada artikel Tentang Tindak Pidana Asusila: Pengertian dan Unsurnya.

    Pelecehan Seksual dalam UU TPKS

    Selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, berdasarkan Pasal 6 huruf a UU TPKS, setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp50 juta.

    Kemudian, jika pelecehan seksual dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, pidana dalam Pasal 6 huruf a UU TPKS ditambah 1/3.[6]

    Baca juga: Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya

    Contoh Kasus

    Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami akan berikan contoh Putusan PN Sumber No. 434/Pid.B/2011/PN.Sbr.

    Dalam perkara tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Putusan, terdakwa bersama dengan korban dan 2 orang saksi (saksi I dan saksi II) bermaksud berbelanja bahan dagangan di Jakarta dengan menumpang di atas kendaraan truk yang dikemudikan oleh seorang saksi lainnya (saksi III). Pada saat korban, saksi I dan saksi II sedang tertidur, terdakwa dengan penerangan korek api, membuka kain yang dikenakan oleh korban, kemudian terdakwa meraba-raba kemaluan dan paha korban. Hal tersebut dilihat oleh saksi I dan saksi II, yang baru melaporkan kepada korban sesampainya di Jakarta. Atas perbuatannya tersebut, terdakwa dipidana berdasarkan Pasal 281 ayat (1) KUHP dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 bulan dan 15 hari.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Sumber No.434/Pid.B/2011/PN.Sbr.

    Referensi:

    1. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991;
    2. Renna Prisdawati. Penerapan Sanksi Pidana terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan. Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology (IJCLC), Vol. 1, No. 2, 2020.

    [1] Renna Prisdawati. Penerapan Sanksi Pidana terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan. Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology (IJCLC), Vol. 1, No. 2, 2020, hal. 170

    [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [3] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991, hal. 98.

    [4] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, denda dikali 1000 kali

    [5] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [6] Pasal 15 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

    Tags

    pencabulan
    kesusilaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!