Intisari :
Pada dasarnya Anda sebagai pihak penerima pinjaman (debitur) berkewajiban untuk membayar utang sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan. Jika Anda terlambat membayar utang dan sudah jatuh tempo, maka dapat dikenakan denda sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dan jika Anda masih tidak mempunyai itikad baik untuk membayar utang, kreditur berhak untuk menggugat Anda atas dasar wanprestasi (cidera janji) berdasarkan Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Anda memang harus bertanggung jawab mengusahakan penyelesaian utang tersebut. Cobalah hubungi bagian pihak pemberi pinjaman pada aplikasi untuk membicarakan mengenai penyelesaian tunggakan. Ada baiknya Anda berupaya untuk meyakinkan pihak kreditur online untuk menempuh upaya-upaya secara administrasi terlebih dahulu untuk menyelesaikan kredit (utang) yang bermasalah sebelum ke jalur pengadilan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Dasar Hukum Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
[1]
Sementara menurut Pasal 3 ayat (1) huruf d
Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (“PBI 19/2017”), salah satu kategori penyelenggaraan teknologi finansial adalah pinjaman, pembiayaan, dan penyediaan modal. Contoh penyelenggaraan teknologi finansial pada kategori pinjaman (l
ending), pembiayaan (
financing atau funding), dan penyediaan modal (
capital raising) antara lain layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (
peer-to-peer lending) serta pembiayaan atau penggalangan dana berbasis teknologi informasi (
crowd-funding).
[2]
Penyelenggara berbentuk badan hukum perseroan terbatas wajib memiliki
modal disetor paling sedikit Rp 1 miliar pada saat pendaftaran. Sedangkan untuk penyelenggara berbentuk badan hukum koperasi wajib memiliki
modal sendiri paling sedikit Rp 1 miliar pada saat pendaftaran.
[3]
Kemudian, Penyelenggara berbentuk perseron dan koperasi wajib memiliki modal disetor atau modal sendiri paling sedikit Rp 2,5 miliar pada saat mengajukan permohonan perizinan.
[4]
Kegiatan Usaha
Penyelenggara menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi dari pihak pemberi pinjaman kepada pihak penerima pinjaman yang sumber dananya berasal dari pihak pemberi pinjaman.
[5]
pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
penerima pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Penyelenggara dapat bekerja sama dengan penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
[7] Kemudian perlu diingat, dalam melakukan usahanya, penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).
[8]
Keunggulan utama dari layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi antara lain tersedianya dokumen perjanjian dalam bentuk elektronik secara
online untuk keperluan para pihak, tersedianya kuasa hukum untuk mempermudah transaksi secara
online, penilaian risiko terhadap para pihak secara
online, pengiriman informasi tagihan (
collection) secara
online, penyediaan informasi status pinjaman kepada para pihak secara
online, dan penyediaan
escrow account dan
virtual account di perbankan kepada para pihak, sehingga seluruh pelaksanaan pembayaran dana berlangsung dalam sistem perbankan.
[9]
Ketentuan Besaran Bunga dan Denda Keterlambatan
Mengenai jatuh tempo, besaran bunga pinjaman serta denda atas keterlambatan, hal tersebut biasanya telah diatur dalam perjanjian (dalam hal ini perjanjian pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman).
Perjanjian pelaksanaan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi meliputi:
[10]perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman; dan
perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman.
Perjanjian pemberian pinjaman melalui aplikasi
online antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dituangkan dalam dokumen elektronik.
[11]
Dokumen elektronik tersebut wajib paling sedikit memuat:
[12]nomor perjanjian;
tanggal perjanjian;
identitas para pihak;
ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
jumlah pinjaman;
suku bunga pinjaman;
nilai angsuran;
jangka waktu;
objek jaminan (jika ada);
rincian biaya terkait;
ketentuan mengenai denda (jika ada); dan
mekanisme penyelesaian sengketa.
Jadi tindakan pihak kreditur (pemberi pinjaman) memberikan bunga serta memberlakukan denda atas utang yang sudah jatuh tempo tersebut harus berdasarkan perjanjian yang telah Anda sepakati sebelumnya.
Gugatan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Atas Utang Debitur
Anda menyebutkan bahwa kreditur (pemberi pinjaman dari aplikasi) tersebut akan menggugat Anda berdasarkan Pasal 1238 dan Pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) jika tidak membayar utang. Perlu diketahui bahwa Pasal 1238 KUHPerdata mengatur menganai wanprestasi sedangkan Pasal 1365 KUHPerdata mengatur mengenai perbuatan melawan hukum.
Wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang isinya:
Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menerapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Sedangkan Pasal 1365 KUHPerdata mengatur mengenai perbuatan melawan hukum. Dalam hal seseorang melakukan suatu perbuatan melawan hukum, maka dia berkewajiban membayar ganti rugi akan perbuatannya tersebut, hal yang berbeda dengan tuntutan kerugian dalam wanprestasi, dalam tuntutan perbuatan melawan hukum tidak ada pengaturan yang jelas mengenai ganti kerugian tersebut, namun sebagaimana diatur dalam Pasal 1371 ayat (2) KUHPerdata tersirat pedoman yang isinya:
Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.
Jadi, tidak tepat jika Anda ‘dilaporkan’ karena perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Dasar hukum yang tepat adalah Pasal 1238 KUHPerdata tentang wanprestasi karena didasarkan atas adanya perjanjian Anda dengan pemberi pinjaman, dimana Anda dinyatakan lalai atas pembayaran utang yang harusnya Anda lunas. Oleh karena itu, Anda sebagai pihak yang wanprestasi berkewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga berdasarkan Pasal 1239 KUHPerdata.
Pada dasarnya Anda sebagai pihak penerima pinjaman (debitur) berkewajiban untuk membayar utang sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan. Jika Anda terlambat membayar utang dan sudah jatuh tempo, maka hal ini dapat dikenakan denda sesuai dengan apa yang terlah diperjanjikan dan jika Anda masih tidak mempunyai itikad baik untuk membayar utang, kreditur berhak untuk menggugat Anda atas dasar wanprestasi (cidera janji).
Langkah Hukum
Menjawab pertanyaan Anda, apa solusi yang tepat atas permasalahan ini. Mengenai utang Anda yang sudah jatuh tempo tersebut, Anda memang harus bertanggung jawab, yaitu dengan mengusahakan penyelesaian utang tersebut. Cobalah hubungi bagian pihak pemberi pinjaman pada aplikasi tersebut, untuk membicarakan mengenai penyelesaian tunggakan tersebut.
Ada baiknya Anda berupaya untuk meyakinkan pihak kreditur online untuk menempuh upaya-upaya secara administrasi terlebih dahulu untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah sebelum melakukan gugatan ke pengadilan.
Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel
Langkah-Langkah Penyelesaian Kredit Macet biasanya sebelum membawa perkara kredit (utang) yang bermasalah ke jalur hukum, dilakukan upaya-upaya secara administrasi terlebih dahulu. Drs. Muhamad Djumhana, S.H., dalam bukunya yang berjudul
Hukum Perbankan di Indonesia (hal. 553-573), sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa mengenai kredit bermasalah dapat dilakukan penyelesaian secara administrasi perkreditan, dan terhadap kredit yang sudah pada tahap kualitas macet maka penanganannya lebih ditekankan melalui beberapa upaya yang lebih bersifat pemakaian kelembagaan hukum (penyelesaian melalui jalur hukum).
Menurut Djumhana, penyelesaian secara administrasi perkreditan antara lain sebagai berikut:
- Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak;
- Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit dan konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan bank;
- Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana bank; dan/atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Muhammad Djumhana. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012.
[1] Pasal 1 angka 3 POJK 77/2016
[2] Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf d PBI 19/2017
[3] Pasal 4 ayat (1) dan (2) POJK 77/2016
[4] Pasal 4 ayat (3) POJK 77/2016
[5] Pasal 5 ayat (1) POJK 77/2016
[6] Pasal 1 angka 7 dan angka 8 POJK 77/2016
[7] Pasal 5 ayat (2) POJK 77/2016
[9] Penjelasan Umum POJK 77/2016
[10] Pasal 18 POJK 77/2016
[11] Pasal 20 ayat (1) POJK 77/2016
[12] Pasal 20 ayat (2) POJK 77/2016