Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pertanggungjawaban Hukum Akibat Mengemudi Saat Mengantuk

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Pertanggungjawaban Hukum Akibat Mengemudi Saat Mengantuk

Pertanggungjawaban Hukum Akibat Mengemudi Saat Mengantuk
Abi Jam'an Kurnia, S.H. Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pertanggungjawaban Hukum Akibat Mengemudi Saat Mengantuk

PERTANYAAN

Saya sebagai supir freelance (berangkat ketika ada job) awalnya ditelfon oleh pelanggan yang biasa saya antar diminta untuk menjemput ke banjar Ciamis dengan menggunakan mobil pribadi milik pellanggan tersebut. Namun ketika perjalan pulang menuju Cirebon saya mengalami kecelakaan di daerah Cirebon dikarenakan mengantuk kemudian menabrak tiang lampu yang ada di tengah trotoar sehingga tiang tersebut roboh. Kemudian dari pihak Dishub meminta untuk ganti rugi atas robohnya tiang tersebut dan dari pihak pelanggan saya itu melimpahkan semua biaya ganti rugi ke Dishub dan lantas kepada saya semua, sedangkan saya tidak mampu jika semua biaya dibebankan kepada saya. Apa yang harus saya lakukan dan benarkah bahwa saya yang harus bertanggung jawab sepenuhnya? Tidak ada korban jiwa. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Dinas Perhubungan setempat selaku pihak ketiga menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan­ memang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban, dalam hal ini adalah ganti kerugian dari Anda karena rusaknya alat penerangan jalan akibat kelalaian Anda dalam berkendara.
     
    Namun perlu diperhatikan bahwa pertanggungjawaban tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kesalahan akibat kelalaian. Apabila Anda tidak mampu jika semua biaya dibebankan kepada Anda, kami sarankan Anda untuk bermusyawarah dengan pemilik kendaraan perihal kewajiban mengganti kerugian agar dapat ditanggung secara bersama.
     
    Ulasan selengkapnya, dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Dinas Perhubungan setempat selaku pihak ketiga menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan­ memang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban, dalam hal ini adalah ganti kerugian dari Anda karena rusaknya alat penerangan jalan akibat kelalaian Anda dalam berkendara.
     
    Namun perlu diperhatikan bahwa pertanggungjawaban tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kesalahan akibat kelalaian. Apabila Anda tidak mampu jika semua biaya dibebankan kepada Anda, kami sarankan Anda untuk bermusyawarah dengan pemilik kendaraan perihal kewajiban mengganti kerugian agar dapat ditanggung secara bersama.
     
    Ulasan selengkapnya, dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pengemudi dan Kendaraan
    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”).
     
    Lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.[1]
     
    Lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan tujuan:[2]
    1. terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan aalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
    2. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
    3. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
     
    Jika melihat Pasal 1 angka 23 UU LLAJ bahwa yang dimaksud dengan pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi (“SIM”).
     
    Dapat dipahami bahwa dalam kasus ini, Anda dikategorikan sebagai pengemudi karena Anda sebagai orang yang mengemudikan kendaraan milik pelanggan Anda. Sementara itu pelanggan Anda disebut sebagai penumpang yaitu orang yang berada di kendaraan selain Pengemudi dan awak kendaraan.[3]
     
    Dapat kami asumsikan juga bahwa kendaraan yang Anda kemudikan merupakan kendaraan bermotor perseorangan jenis mobil penumpang.[4]
     
    Yang dimaksud dengan "mobil penumpang" adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang, termasuk untuk Pengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.[5]
     
    Mengemudi Saat Mengantuk
    Perlu dipahami bahwa berdasarkan Pasal 106 ayat (1) UU LLAJ, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
     
    Yang dimaksud dengan "penuh konsentrasi" adalah:[6]
     
    setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di Kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.
     
    Perlu diperhatikan bahwa apabila Anda tetap mengemudi dalam keadaan mengantuk, maka Anda dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 283 UU LLAJ dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750 ribu.
     
    Sebagai referensi mengenai kegiatan yang mengganggu konsentrasi saat berkendara Anda juga dapat simak artikel Benarkah Ada Larangan Merokok atau Mendengarkan Musik Saat Berkendara?, Benarkah Menggunakan GPS Saat Berkendara Bisa Dipidana? dan Risiko Pidana Bagi yang Melakukan Kiki Challenge di Jalan.
     
    Kecelakaan Lalu Lintas
    Kemudian mengenai kecelakaan lalu linta alami, untuk menjawab pertanyaan Anda terlebih dahulu kita pelu pahami definisi dari Kecelakaan Lalu Lintas dalam Pasal 1 angka 24 UU LLAJ sebagai berikut:
     
    Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
     
     
    Dalam hal terjadi kecelakaan lalu lintas, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polisi”) wajib melakukan penanganan kecelakaan lalu lintas dengan cara:[7]
    1. mendatangi tempat kejadian dengan segera;
    2. menolong korban;
    3. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;
    4. mengolah tempat kejadian perkara;
    5. mengatur kelancaran arus Lalu Lintas;
    6. mengamankan barang bukti; dan
    7. melakukan penyidikan perkara.
     
    Berdasarkan Pasal 229 UU LLAJ kecelakaan lalu lintas digolongkan menjadi 3, yakni:
    1. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang,
    2. Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.
    3. Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
     
    Sebagaimana Anda jelaskan bahwa tidak terdapat korban jiwa dalam kecelakaan tersebut, maka kecelakaan lalu lintas tersebut dapat termasuk ke dalam kecelakaan lalu lintas ringan, apabila hanya mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang (tiang lampu jalan).[8] Namun apabila selain mengakibatkan rusaknya kendaraan dan/atau barang, ternyata juga mengakibatkan luka ringan, maka kecelakaan tersebut termasuk ke dalam Kecelakaan Lalu Lintas sedang.[9]
     
    Kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud di atas dapat disebabkan oleh 3 faktor, yaitu:[10]
    1. kelalaian pengguna jalan,
    2. ketidaklaikan Kendaraan, serta
    3. ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.
     
    Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas sebagaiman dijelaskan dalam Pasal 1 angka 27 UU LLAJ. Dalam konteks masalah ini Anda sebagai pengemudi dapat dikatakan sebagai pengguna jalan.
     
    Apabila memang terbukti bahwa perkara kecelakaan lalu lintas yang Anda alami disebabkan oleh kelalaian Anda (mengantuk pada saat mengemudi), maka Anda dapat diproses dengan acara peradilan pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.[11]
     
    Pertanggungjawaban terhadap Pihak Ketiga
    Berkaitan dengan pertanyaan Anda perihal pertanggungjawaban untuk memberikan ganti rugi ke Dinas Perhubungan (“Dishub”) setempat, maka kami akan mendasarkannya dengan ketentuan Pasal 234 ayat (1) dan ayat (2) UU LLAJ sebagai berikut:
     
    1. Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.
    2. Setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi.
     
    Yang dimaksud dengan "bertanggung jawab" adalah pertanggungjawaban disesuaikan dengan tingkat kesalahan akibat kelalaian. Sedangkan yang dimaksud dengan pihak ketiga sebagaimana disebutkan di Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ adalah:[12]
    1. orang yang berada di luar Kendaraan Bermotor; atau
    2. instansi yang bertanggung jawab di bidang jalan serta sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
     
    Adapun yang dimaksud dengan perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud di atas juga meliputi alat penerangan jalan (tiang lampu).[13]
     
    Oleh karena itu, pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan. Kewajiban mengganti kerugian pada kecelakaan lalu lintas tersebut dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai di antara para pihak yang terlibat.[14]
     
    Untuk perkara kecelakaan lalu lintas ringan dan sedang, apabila unsur-unsurnya terpenuhi maka penyelesaian perkaranya diselesaikan dengan acara singkat.[15]
     
    Jadi menjawab pertanyaan Anda, bahwa Dishub setempat memang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban, dalam hal ini adalah ganti kerugian dari Anda dan/atau pemilik mobil karena rusaknya alat penerangan jalan. Namun perlu diperhatikan bahwa pertanggungjawaban tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kesalahan akibat kelalaian. Apabila Anda tidak mampu jika semua biaya dibebankan kepada Anda, kami sarankan Anda untuk bermusyawarah dengan pemilik kendaraan perihal kewajiban mengganti kerugian agar dapat ditanggung secara bersama-sama.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
     

    [1] Pasal 1 angka 1 UU LLAJ
    [2] Pasal 3 UU LLAJ
    [3] Pasal 1 angka 25 UU LLAJ
    [4] Pasal 47 ayat (2) huruf b jo. Pasal 47 ayat (3) huruf a UU LLAJ
    [5] Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf b UU LLAJ
    [6] Penjelasan Pasal 106 ayat (1) UU LLAJ
    [7] Pasal 227 UU LLAJ
    [8] Pasal 229 ayat (2) UU LLAJ
    [9] Pasal 229 ayat (3) UU LLAJ
    [10] Pasal 229 ayat (5) UU LLAJ
    [11] Pasal 230 UU LLAJ
    [12] Penjelasan Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ
    [13] Pasal 25 ayat (1) huruf d UU LLAJ
    [14] Pasal 236 UU LLAJ jo Pasal 63 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas (“Perkapolri 15/2013”)
    [15] Pasal 63 ayat (4) dan Pasal 64 Perkapolri 15/2013

    Tags

    hukumonline
    kecelakaan lalu lintas

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!