Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pengaturan Balai Harta Peninggalan
Memang benar bahwa dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) tersebar beberapa pengaturan yang menyinggung Balai Harta Peninggalan (“BHP”), di antaranya adalah:
BHP ditugaskan sebagai Wali Pengawas, dalam setiap perwalian yang diperintahkan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 366 KUH Perdata;
Sebagai Pengampu Pengawas dalam hal pengampuan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 449 KUH Perdata;
BHP berindak sebagai pengurus harta peninggalan orang yang tidak hadir (afwezig), sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 463 KUH Perdata; dan lain sebagainya.
Definisi dari BHP dapat kita lihat dalam Pasal 1 angka 1 Permenkumham 27/2013 sebagai berikut:
Balai Harta Peninggalan adalah unit pelaksana teknis pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berada dibawah Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia yang secara teknis bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, mempunyai tugas mewakili dan mengurus kepentingan orang yang karena hukum atau putusan/penetapan pengadilan tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Sejarah BHP di Indonesia
Sebagaimana dijelaskan dalam laman
Sejarah Singkat - BHP Jakarta, BHP pada awal pembentukannya diawali masuknya VOC ke Hindia Belanda (sekarang Indonesia) tahun 1596 sebagai pedagang. Dengan semakin banyaknya bangsa Belanda dan menghasilkan harta/kekayaan, maka guna mengurus harta-harta tersebut untuk kepentingan para ahli warisnya di
Nederland yang orang tuanya mati dalam peperangan, maka dibentuk Lembaga yang diberi nama
Wees En Boedel Kamer (Balai Harta Peninggalan) pada tanggal 1 Oktober 1624 berkedudukan di Jakarta.
Seiring berkembangan dan perubahan sistem hukum di Indonesia tahun 1987, semua perwakilan BHP di seluruh Indonesia dihapuskan sesuai Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.06-PR.07.01 Tahun 1987 (“Kepmen Kehakiman M.06/1987”). Saat ini hanya ada 5 (lima) BHP di Indonesia, yaitu: Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan Makassar dan masing-masing meliputi wilayah kerja daerah tingkat I dan tingkat II. Untuk BHP Jakarta, mempunyai 8 (delapan) wilayah kerja meliputi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi dan Kalimantan Barat.
Tugas dan Fungsi BHP
Sebagaimana dijelaskan dalam laman
Tugas Pokok dan Fungsi - BHP Jakarta, perlaksanaan tugas pokok dan fungsi dari BHP berpedoman pada Pasal 2 dan 3 Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01.PR.07.01-80 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan (“Kepmen Kehakiman M.01/1980”), sebagai berikut:
Pasal 2 Kepmen Kehakiman M.01/1980
Tugas Balai Harta Peninggalan ialah mewakili dan mengurus kepentingan orang-orang yang karena hukum atau keputusan Hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3 Kepmen Kehakiman M.01/1980
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut pada pasal 2, Balai Harta Peninggalan mempunyai fungsi:
Melaksanakan penyelesaian masalah Perwalian, Pengampunan, Ketidak Hadiran dan Harta Peninggalan yang tidak ada kuasanya dan lain- lain masalah yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan.
Melaksanakan Pembukuan dan Pendaftaran surat Wasiat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Melaksanakan penyelesaian masalah Kepailitan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Masih dari laman yang sama, lebih rinci lagi dari ketentuan yang termuat dalam Pasal 2 dan 3 Kepmen Kehakiman M.01/1980 di atas, tugas pokok dan fungsi dari BHP antara lain adalah:
Selaku Wali Pengawas dan Wali Sementara (Pasal 366 dan 359 ayat terakhir KUH Perdata);
Pengampu Anak dalam Kandungan dan Pengampu Pengawas dalam Pengampuan (Pasal 348 dan 449 KUH Perdata);
Pembukaan Surat Wasiat Tertutup/Rahasia dan Pendaftaran Surat Wasiat Umum (Pasal 937 dan 942 KUH Perdata);
Pengurus atas Harta Peninggalan Tak Terurus/tidak ada kuasanya (Pasal 1126 s/d Pasal 1130 KUH Perdata jo. Pasal 64 s/d Pasal 69 Staatsblad 1872/166);
Mewakili dan mengurus Ketidak harta kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir/afwezig (Pasal 463 KUH Perdata jo. Pasal 61 Staatsblad 1872/166);
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Staatsblad 1916 Nomor 517;
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01.PR.07.01-80 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan;
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.06-PR.07.01 Tahun 1987.
Referensi: