Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Ganti Kerugian Akibat Salah Tangkap
Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;
Yang dimaksud dengan “kerugian karena tindakan lain” adalah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. Termasuk penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan.
[1] Tuntutan ganti kerugian diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
[2]
Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian, ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan. Pemeriksaan terhadap ganti kerugian mengikuti acara praperadilan.
[3]
Tuntutan ganti kerugian hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima;
Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.
Ganti kerugian dapat diberikan atas dasar pertimbangan hakim. Dalam hal hakim mengabulkan atau menolak tuntutan ganti kerugian, maka alasan pemberian atau penolakan dicantumkan dalam penetapan.
[4] Kemudian pada bagian Penjelasan Pasal 8 ayat (1) PP 27/1983 diuraikan sebagai berikut:
Dalam menetapkan dikabulkan atau tidaknya tuntutan ganti kerugian, hakim mendasarkan pertimbangannya kepada kebenaran dan keadilan, sehingga dengan demikian tidak semua tuntutan ganti kerugian akan dikabulkan oleh hakim. Misalnya apabila tuntutan tersebut didasarkan atas hal yang menyesatkan atau bersifat menipu, maka tepat kalau tuntutan demikian itu ditolak.
Adapun besaran nominal ganti kerugian berpedoman pada Pasal 9 PP 92/2015, yang berbunyi:
Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Prosedur penganggaran ganti kerugian bagi korban salah tangkap sendiri juga dapat merujuk pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.02/2019 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.02/2018 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2019 (“PMK 132/2019”). Pada Bagian l Lampiran I PMK 132/2019 diuraikan mengenai pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (
inkracht). Pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (
inkracht) dapat dilakukan antarjenis belanja dan/ atau antar-kegiatan dalam satu program. Pergeseran anggaran dimaksud merupakan kewajiban pengeluaran yang timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (
inkracht). Pergeseran anggaran dimaksud merupakan tanggung jawab Kementerian/Lembaga yang terkait dengan permasalahan tersebut. Ketentuan ini juga dapat digunakan untuk penyelesaian revisi berupa pembayaran ganti kerugian korban salah tangkap.
Pengamen Tak Berhak Menerima Ganti Kerugian?
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Tindakan administrasi pemerintahan juga tunduk pada asas ketidakberpihakan yang merupakan salah satu elemen Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”). Yang dimaksud dengan “asas ketidakberpihakan” adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.
[5]
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, subyek dalam Pasal 95 KUHAP adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana, dengan tidak membeda-bedakan pekerjaan masing-masing subyek tersebut. Dengan demikian, menurut hemat kami, empat korban salah tangkap sebagaimana yang Anda maksud tetap berhak menuntut ganti kerugian kepada pihak yang bertanggungjawab, sekalipun berstatus sebagai pengamen.
Contoh Kasus Pengamen Korban Salah Tangkap
Selanjutnya atas putusan tersebut, diajukan upaya hukum banding dan dikeluarkan
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 50/PID/2014/PT.DKI. Amar putusannya menyatakan bahwa terpidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, sehingga kepadanya dikeluarkan dari tahanan dan dipulihkan harkat dan martabatnya. Tidak berhenti sampai di situ, pihak penuntut umum kemudian melakukan upaya kasasi. Mahkamah Agung justru memperkuat putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut melalui
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1055 K/PID/2014.
Pasca dikeluarkannya putusan yang menyatakan kedua pengamen tersebut terbukti tidak bersalah, dikutip dari artikel
Proses Pencairan Ganti Rugi Pengamen Salah Tangkap Terhambat Penetapan Hakim, kedua pengamen mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penangkapan yang dianggap tidak sah sekaligus meminta ganti kerugian. Sepanjang penelusuran kami, diakses dari laman resmi
Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dinyatakan bahwa ganti kerugian tersebut dikabulkan melalui Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 98/Pid.Pra/2016/PN JKT.SEL yang pada pokok amarnya memerintahkan kepada negara, dalam hal ini melalui Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Keuangan, untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp36 juta.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
Referensi:
[1] Penjelasan Pasal 95 ayat (1) KUHAP
[2] Pasal 95 ayat (3) KUHAP
[3] Pasal 95 ayat (4) dan (5) KUHAP
[5] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf c UU 30/2014