KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kriteria Hibah, Bantuan, dan Sumbangan yang bukan Objek PPh

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Kriteria Hibah, Bantuan, dan Sumbangan yang bukan Objek PPh

Kriteria Hibah, Bantuan, dan Sumbangan yang bukan Objek PPh
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Kriteria Hibah, Bantuan, dan Sumbangan yang bukan Objek PPh

PERTANYAAN

Saya membaca bahwa sumbangan dan harta hibahan itu bukanlah objek pajak penghasilan. Namun, saya masih kurang paham maksudnya. Apakah ada kriteria atau penjelasan khusus mengenai hal ini?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Sumbangan dan Harta Hibah yang Bukan Objek Pajak Penghasilan (PPh)
    Sebelumnya perlu Anda ketahui, memang benar bahwa bantuan atau sumbangan dan harta hibahan dikecualikan dari objek PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
     
    Lebih lanjut, aturan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2020 Tahun 2020 tentang Bantuan atau Sumbangan, Serta Harta Hibahan yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak Penghasilan (“Permenkeu 90/2020”).
     
    Sebenarnya, menurut Permenkeu 90/2020, keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan merupakan objek PPh bagi pihak pemberi.[1]
     
    Keuntungan tersebut merupakan selisih antara harga pasar dengan:[2]
    1. nilai sisa buku fiskal apabila pihak pemberi wajib menyelenggarakan pembukuan; atau
    2. nilai perolehan apabila pihak pemberi tidak wajib menyelenggarakan pembukuan.
     
    Kriteria Pengecualian
    Namun, hibah, bantuan, atau sumbangan dapat dikecualikan dari objek PPh sepanjang:[3]
    1. diberikan kepada:
    1. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yaitu orang tua kandung dan anak kandung.
    2. badan keagamaan, yaitu badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan keagamaan termasuk lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan.
    3. badan pendidikan, yaitu badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan pendidikan.
    4. badan sosial termasuk yayasan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan:
      1. pemeliharaan kesehatan;
      2. pemeliharaan orang lanjut usia atau panti jompo;
      3. pemeliharaan anak yatim dan/atau piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat;
      4. santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya;
      5. pemberian beasiswa; dan/atau
      6. pelestarian lingkungan hidup.
    5. koperasi; atau
    6. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang memenuhi kriteria:
    1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
    2. memiliki peredaran usaha setahun sampai dengan Rp2,5 miliar; dan
    1. tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
     
    Adanya Hubungan Usaha, Pekerjaan, Kepemilikan, atau Penguasaan
    Telah diterangkan di atas, apabila hibah, bantuan, atau sumbangan itu tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan, maka tidak menjadi objek PPh.
     
    Hubungan di antara pihak-pihak yang berkenaan dengan usaha merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat transaksi yang bersifat rutin antara pihak pemberi dan pihak penerima.[4]
     
    Sementara, untuk hubungan yang berkenaan dengan pekerjaan merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat hubungan berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima.[5]
     
    Hubungan yang berkenaan dengan kepemilikan merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung (minimal 25%) antara pihak pemberi dan pihak penerima.[6]
     
    Hubungan yang berkenaan dengan penguasaan merupakan hubungan yang terjadi apabila terdapat penguasaan (menguasai atau berada di bawah penguasaan) secara langsung atau tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima.[7]
     
    Namun, patut dipahami bahwa dalam hubungan kepemilikan atau penguasaan, keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan tetap dapat dikecualikan sebagai objek PPh, sepanjang pihak pemberi dan pihak penerima merupakan badan keagamaan, badan pendidikan, atau badan sosial termasuk yayasan.[8]
     
    Contoh
    Untuk mempermudah pemahaman, kami akan menjelaskan contoh singkat berdasarkan Lampiran Permenkeu 90/2020.
     
    Contoh pertama, suatu Lembaga Amil Zakat (“LAZ”) yang merupakan badan keagamaan memberikan bantuan sebuah mobil dengan harga pasar sebesar Rp150 juta dan nilai sisa buku fiskal sebesar Rp100 juta kepada sebuah panti asuhan yang merupakan badan sosial (hal. 3).
     
    Bantuan LAZ tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf i – m UU 36/2008 sebagai biaya yang mengurangi penghasilan bruto wajib pajak.
     
    Oleh karena itu, bantuan yang diberikan LAZ dapat disimpulkan (hal. 3):
    1. Bantuan berupa mobil tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh LAZ; dan
    2. Meskipun terdapat hubungan penguasaan antara LAZ dan panti asuhan, keuntungan karena pengalihan harta berdasarkan selisih antara harga pasar dan nilai sisa buku fiskal sebesar Rp50 juta (Rp150 juta – Rp100 juta) tetap dikecualikan sebagai objek PPh, karena LAZ dan panti asuhan, merupakan badan keagamaan dan badan sosial termasuk yayasan.
     
    Contoh kedua, Tuan A yang merupakan orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil menerima hibah sejumlah uang dari CV B sebesar Rp7 juta. Tuan A adalah salah satu pemilik dari CV B yang memenuhi ketentuan hubungan kepemilikan berupa penyertaan modal secara langsung (hal. 6).
     
    Walaupun Tuan A itu orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, hibah tersebut tetap merupakan objek PPh karena terdapat hubungan kepemilikan dengan CV B, sehingga tidak masuk dalam ketentuan pengecualian.
     
    Dari uraian di atas, untuk menjawab pertanyaan Anda, tidak semua hibah, bantuan, atau sumbangan dikecualikan menjadi objek PPh. Ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh pihak pemberi dan penerima hibah, bantuan, atau sumbangan tersebut agar dapat dikecualikan.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 sebagaimana yang telah diubah ketiga kali dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
     

    [1] Pasal 2 ayat (2) Permenkeu 90/2020
    [2] Pasal 2 ayat (4) Permenkeu 90/2020
    [3] Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3 Permenkeu 90/2020
    [4] Pasal 4 ayat (1) Permenkeu 90/2020
    [5] Pasal 4 ayat (2) Permenkeu 90/2020
    [6] Pasal 4 ayat (3) Permenkeu 90/2020
    [7] Pasal 4 ayat (4) Permenkeu 90/2020
    [8] Pasal 5 Permenkeu 90/2020

    Tags

    pajak
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!