Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Wajibkah Istri Mengembalikan Mahar dalam Cerai Khuluk?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Wajibkah Istri Mengembalikan Mahar dalam Cerai Khuluk?

Wajibkah Istri Mengembalikan Mahar dalam Cerai Khuluk?
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Wajibkah Istri Mengembalikan Mahar dalam Cerai Khuluk?

PERTANYAAN

Apakah yang dimaksud dengan perceraian khulu atau khuluk? Apakah mahar dalam perceraian ini bisa diminta kembali atau wajib dikembalikan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perceraian khuluk adalah perceraian berdasarkan persetujuan suami istri yang berbentuk jatuhnya 1 kali talak dari si suami kepada istri dengan adanya penebusan harta atau uang oleh si istri yang menginginkan cerai dengan khuluk itu.

     

    Sedangkan mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Mahar yang telah diserahkan tersebut sepenuhnya menjadi milik istri. Tapi, jika dikehendaki oleh istri, maka suami boleh sekadar ikut memakan atau hidup dari mahar yang diberikannya yang telah menjadi milik si istri tersebut.

    Dalam hal terjadi gugat cerai dengan jalan khuluk, wajibkah istri mengembalikan mahar?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. 

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 29 Juni 2021.

    KLINIK TERKAIT

    Hukum Jika Suami Pergi Tanpa Pamit Istri dalam Islam

    Hukum Jika Suami Pergi Tanpa Pamit Istri dalam Islam

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah mahar bisa dikembalikan jika perceraian khuluk terjadi, perlu kami terangkan apa yang dimaksud khuluk terlebih dahulu.

     

    Sayuti Thalib dalam Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal. 115) mendefinisikan perceraian khuluk adalah perceraian berdasarkan persetujuan suami istri yang berbentuk jatuhnya 1 kali talak dari si suami kepada istri dengan adanya penebusan harta atau uang oleh si istri yang menginginkan cerai dengan khuluk itu. Syarat yang menjadi illat (sebab) dibolehkannya khuluk adalah suami istri itu tidak bisa lagi menjalankan peraturan-peraturan Tuhan jika mereka meneruskan hubungan perkawinannya.

    Dalam khuluk, terdapat ketentuan yang hendaknya diperhatikan, yaitu (hal.116):

    1. Perceraian berdasarkan khuluk hendaknya dilakukan dengan bebas oleh suami-istri.
    2. Hendaknya terdapat persetujuan bersama antara suami istri mengenai jumlah uang atau harta tebusan perceraian.
    3. Jika tidak terdapat persetujuan bersama mengenai jumlah uang penebus, hakim pengadilan agama menentukan jumlah uang penebus itu.

     

    Prosedur Cerai dengan Jalan Khuluk di Pengadilan Agama

    Terkait prosedur perceraian khuluk lebih lanjut, berikut prosedur mengajukan gugatan perceraian dengan jalan khuluk berdasarkan KHI.[1]

    1. Istri menyampaikan permohonannya kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya disertai alasan-alasannya.
    2. Pengadilan Agama selambat-lambatnya 1 bulan memanggil istri dan suami untuk didengar keterangannya masing-masing.
    3. Dalam persidangan tersebut, Pengadilan Agama menjelaskan tentang akibat khuluk dan memberikan nasihatnya.
    4. Setelah kedua belah pihak sepakat dengan besarnya iwadl atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama. Terhadap penetapan itu tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi.
    5. Setelah sidang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama membuat penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi mantan suami dan istri. Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isteri dan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama.
    6. Adapun jika tidak tercapai kesepakatan tentang besarnya tebusan, Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan sebagai perkara biasa.

    Selain itu, alasan perceraian tersebut juga harus dibuktikan dengan bukti tambahan, contohnya sebagai berikut:

    1. Jika gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat hukuman pidana penjara, penggugat menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap.[2]
    2. Jika gugatan perceraian didasarkan atas alasan tergugat mendapat cacat badan/penyakit yang mengakibatkan ia tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai suami, hakim dapat memerintahkan tergugat memeriksakan diri ke dokter.[3]
    3. Jika alasan perceraian akibat syiqaq atau perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami dan istri, harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri.[4]

    Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, majelis hakim akan memutuskan apakah akan mengabulkan permohonan gugatan perceraian khuluk Anda atau tidak.

     

    Wajibkah Istri Mengembalikan Mahar?

    Perlu diketahui bahwa mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.[5] Dalam hal ini, calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai perempuan yang jumlah, bentuk, dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.[6]

    Kemudian mengenai status kepemilikan mahar, dalam ketentuan Pasal 32 KHI, diterangkan bahwa mahar menjadi hak pribadi calon mempelai wanita sejak mahar tersebut diberikan langsung kepadanya.

    Senada dengan hal tersebut, Sayuti Thalib menegaskan bahwa mahar yang telah diserahkan tersebut sepenuhnya menjadi milik istri. Tapi, jika dikehendaki oleh istri dan timbulnya kehendak itu timbul dari pihak istri, maka suami boleh sekadar ikut memakan atau ikut hidup dari mahar yang diberikannya yang telah menjadi milik si istri tersebut (hal. 68). Hal ini sebagaimana diatur dalam QS. An Nisa ayat 4 yang artinya berbunyi:

    Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu, maka terimalah pemberian itu dengan senang hati.

    Lebih lanjut, Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an menegaskan bahwa kerelaan istri menyerahkan kembali mas kawin itu harus benar-benar muncul dari lubuk hatinya, karena ayat di atas menyatakan tibna yang maknanya “mereka senang hati” ditambah lagi dengan kata nafsan atau “jiwa” untuk menunjukkan betapa kerelaan itu muncul dari lubuk jiwanya yang dalam tanpa tekanan, penipuan dan paksaan dari siapa pun (hal. 346).

    Atas hal tersebut, Halimah B. dalam Konsep Mahar (Mas Kawin) dalam Tafsir Kontemporer yang diterbitkan Jurnal Al-Risalah menerangkan, jika suami minta sebagian mahar tetapi istri diliputi rasa ragu atau khawatir, maka suami tidak halal mengambil mahar tersebut (hal.178).

    Lantas, apakah kahar bisa dikembalikan jika suami meminta kembali mahar yang sudah ia berikan? Abdul Karim Munthe, dosen Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) sekaligus peneliti di Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam (LKIHI) FH UI menjelaskan bahwa pada dasarnya mahar merupakan hak istri, sehingga istri tidak wajib mengembalikan mahar. Dalam hal terjadi gugat cerai dengan jalan khuluk, istri hanya berkewajiban membayar uang tebusan (iwadl) yang telah disepakati, sebagaimana telah diterangkan di atas.

    Di sisi lain, si suami berkewajiban mengembalikan mahar yang ia pergunakan tersebut jika istri tidak rela mahar tersebut dipergunakan oleh si suami.

     

    Demikian jawaban dari kami tentang perceraian khuluk dan pengembalian mahar sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan diubah kedua kalinya oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    4. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

     

    Referensi:

    1. Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 2014;
    2. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Volume 2, Tangerang: Lentera Hati, 2017;
    3. Halimah B, Konsep Mahar (Mas Kawin) dalam Tafsir Kontemporer, Jurnal Al-Risalah, Volume 15 Nomor 2, November 2015.

     

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara via telepon dengan Abdul Karim Munthe, S.H., S.H.I., MH., Dosen Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) sekaligus peneliti di Lembaga Kajian Islam dan Hukum Islam (LKIHI) FH UI pada Selasa, 29 Juni 2021 pukul 10.00 WIB.


    [1] Pasal 148 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

    [2] Pasal 74 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU PA”) jo. Pasal 135 KHI

    [3] Pasal 75 UU PA

    [4] Pasal 76 ayat (1) UU PA dan penjelasannya jo. Pasal 134 KHI jo. Pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    [5] Pasal 1 huruf d KHI

    [6] Pasal 30 KHI

    Tags

    gugat cerai
    cerai

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!