Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Anak Jadi Korban Kekerasan Ibu Kandung, Bisakah Diadopsi Tanpa Izin Orang Tuanya?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Anak Jadi Korban Kekerasan Ibu Kandung, Bisakah Diadopsi Tanpa Izin Orang Tuanya?

Anak Jadi Korban Kekerasan Ibu Kandung, Bisakah Diadopsi Tanpa Izin Orang Tuanya?
Christian Tarihoran, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Anak Jadi Korban Kekerasan Ibu Kandung, Bisakah Diadopsi Tanpa Izin Orang Tuanya?

PERTANYAAN

Saya memiliki gambaran kasus seperti ini. Ada orang tua, dalam hal ini ibu kandung dan ayah sambung yang melakukan kekerasan kepada seorang anak perempuan. Apakah saya bisa mengadopsi anak tersebut, mengingat kehidupan anak yang sangat tidak layak di bawah asuhan orang tuanya? Sementara dalam hal adopsi dibutuhkan syarat persetujuan atau izin tertulis dari orang tua kandung, yang mana surat tersebut tidak akan mungkin diberikan oleh orang tua kandung anak tersebut. Lalu ancaman pidana apakah yang bisa dikenakan kepada orang tua kandung si anak atas perbuatannya? Bagaimana pula prosedur adopsi menurut hukum dalam kasus ini?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pengangkatan anak atau yang sering disebut dengan adopsi adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

    Syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi calon orang tua angkat dalam pengangkatan anak adalah persetujuan dari anak dan izin tertulis dari orang tua dan wali anak. Tanpa dipenuhinya syarat tersebut, maka pengangkatan anak tidak dapat dilakukan.

    Adapun bagi orang tua yang melakukan kekerasan terhadap anak, maka yang bersangkuat dapat dijerat pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan perubahannya dan/atau Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Syarat Pengangkatan Anak

    Pengangkatan anak atau yang lazim disebut dengan adopsi anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Prosedur dan Syarat Adopsi Anak di Indonesia

    Prosedur dan Syarat Adopsi Anak di Indonesia

    Sebelum mengajukan pengangkatan anak, calon orang tua angkat (“COTA”) harus mempersiapkan persyaratan administrasi dan persyaratan pendukung lainnya. Yang salah satunya yaitu izin dari orang tua anak. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 7 Ayat (1) huruf i Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/HUK/2009 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak (“Permensos 110/2009”) yang menyatakan:

    Persyaratan COTA meliputi;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis dari orang tua atau wali anak.

    Berdasarkan ketentuan pasal di atas, dapat dimaknai bahwa syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi calon orang tua angkat untuk pengangkatan anak adalah persetujuan dari anak dan izin tertulis dari orang tua dan wali anak. Kemudian, setelah persyaratan dan prosedur lainnya telah diatur, selanjutnya COTA mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri pada wilayah tempat tinggal calon anak angkat atau atau Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam sebagaimana dijelaskan dalam Anak Angkat, Prosedur dan Hak Warisnya.

    Jadi, pada dasarnya pengangkatan anak harus mendapatkan persetujuan dari orang tua, wali atau orang lain yang bertanggungjawab terhadap kehidupan si anak, apabila tidak mendapatkan persetujuan tersebut maka pengangkatan anak tidak dapat dilakukan.

    Pidana Kekerasan Terhadap Anak

    Kemudian menjawab pertanyaan Anda berikutnya, bagaimanakah ancaman pidananya jika ada orang tua melakukan kekerasan terhadap anak?

    Terkait hal ini, Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak(“UU 35/2014”) menyatakan:

    Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak.

    Adapun sanksi bagi yang melanggar ketentuan pasal di atas, diatur dalam Pasal 80 35/2014 yang menyatakan:

    1. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah);
    2. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
    3. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
    4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

    Selain melaporkan kepada pihak kepolisian atas tindak pidana kekerasan terhadap anak, masyarakat juga dapat mengadukan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ibu kandung dan ayah sambung tersebut kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (“KPAI”).[2]

    Adapun mekanisme dan langkah-langkah penanganan anak korban kekerasan, koordinasi pelayanan, monitoring, dan evaluasinya diatur dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan.

    Selanjutnya, sebagai tambahan informasi terkait permasalahan yang Anda ajukan, orang tua dari anak tersebut juga dapat diancam dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”) sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 1 UU PKDRT yang menyatakan:

    Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

    Lingkup rumah tangga sendiri di antaranya meliputi suami, istri, dan anak.[3]

    Berdasarkan Pasal 55 UU PKDRT, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:

    1. kekerasan fisik;
    2. kekerasan psikis;
    3. kekerasan seksual; atau
    4. penelantaran rumah tangga.

    Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.[4]

    Kemudian dalam Pasal 26 UU PKDRT diatur bahwa:

    1. Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara;
    2. Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.

    Berdasarkan ketentuan di atas, anak yang berstatus sebagai korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dapat melaporkan permasalahan ini kepada kepolisian terdekat dengan cara melaporkan sendiri, didampingi oleh wali dan/atau dapat memberikan kuasa kepada orang lain.

    Menjawab pertanyaan Anda berikutnya mengenai proses pengajuan adopsi jika orang tua ternyata terbukti telah melakukan perbuatan tindakan kekerasan kepada anak, kami sampaikan bahwa adopsi tersebut harus tetap memperhatikan persyaratan dan prosedur pengangkatan anak, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
    2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak;
    4. Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/HUK/2009 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak;
    5. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan.

    [1] Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (“PP 54/2007”)

    [2] Pasal 76 huruf d UU 35/2014

    [3] Pasal 2 ayat (1) huruf a UU PKDRT

    [4] Pasal 44 ayat (1) UU PKDRT

    Tags

    anak
    keluarga dan perkawinan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!