Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Status Hibah Tanah untuk CSR

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Status Hibah Tanah untuk CSR

Status Hibah Tanah untuk CSR
Haris Satiadi, S.H.Haris Satiadi & Partners
Haris Satiadi & Partners
Bacaan 10 Menit
Status Hibah Tanah untuk CSR

PERTANYAAN

Bagaimana status dan kedudukan hibah tanah yang diklaim sebagai kegiatan CSR suatu perusahaan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Apabila suatu perusahaan melakukan hibah tanah sebagai wujud penerapan program CSR (corporate social responsibility) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (“TJSL”), maka status tanah hibah tersebut menjadi beralih ke pihak penerima hibah dan berada dalam kekuasaan pihak yang menerima hibah tersebut.

    Meski demikian, dengan merujuk pada Pasal 1669 KUH Perdata, pemberi hibah tetap berhak menikmati objek yang dihibahkan sepanjang disepakati para pihak. Dalam praktik, PT tetap dapat mencantumkan namanya pada objek yang telah dihibahkan. Misalnya, tanah itu dijadikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (“RPTRA”), maka di RPTRA tersebut dicantumkan nama PT yang bersangkutan.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Corporate Social Responsibility (“CSR”)

    KLINIK TERKAIT

    Apa itu CSR dan Fungsinya

    Apa itu CSR dan Fungsinya

    CSR adalah istilah lain yang dikenal dalam PP 47/2012 dikenal dengan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (“TJSL”). Secara singkat, CSR adalah sebagai bentuk komitmen kontribusi yang berkelanjutan dari pelaku usaha kepada komunitas sosial dan lingkungannya.

    Secara khusus, PT yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan TJSL.[1] Apa yang dimaksud dengan TJSL? TJSL adalah kewajiban PT yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya PT yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Peraturan CSR dalam PP 47/2012 menjelaskan pelaksanaan program TJSL dilakukan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perusahaan, setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai dengan anggaran dasar perusahaan.[3] Rencana kerja tahunan perusahaan tersebut, memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk pelaksanaan CSR atau TJSL.[4] Selanjutnya, realisasi anggaran untuk pelaksanaan TJSL tersebut diperhitungkan sebagai biaya perusahaan.[5]

     

    Syarat-syarat Hibah

    Hibah secara umum diatur dalam Pasal 1666 - Pasal 1693 KUH Perdata. Arti hibah berdasarkan Pasal 1666 KUH Perdata adalah:

    Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.

    Pasal 1666 KUH Perdata di atas pada prinsipnya telah mensyaratkan bahwa hibah hanya dapat dilakukan di antara pihak-pihak yang masih ada dan pemberi hibah memberikan barangnya secara cuma-cuma tanpa dapat ditarik kembali oleh pemberi hibah. Selain syarat tersebut, KUH Perdata juga menetapkan syarat-syarat lain, yang di antaranya sebagai berikut:

    1. Penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan batal terhadap barang-barang tersebut.[6]
    2. Pemberi hibah tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya atas barang yang dihibahkan itu.[7]
    3. Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berhak menikmati atau memungut hasil barang bergerak atau barang tak bergerak, yang dihibahkan atau menggunakan hak itu untuk keperluan orang lain, dalam hal demikian harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Bab X Buku Kedua KUH Perdata.[8]
    4. Suatu penghibahan adalah batal jika dilakukan dengan membuat syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang atau beban-beban lain di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah itu sendiri atau dalam daftar yang dilampirkan.[9]
    5. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris, yang naskah aslinya harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah, kecuali termaksud dalam Pasal 1687 KUH Perdata dapat dilakukan tanpa akta notaris.[10]
    6. Tiada suatu penghibahan pun mengikat pemberi hibah atau mengakibatkan sesuatu sebelum penghibahan diterima dengan kata-kata tegas oleh penerima hibah atau oleh wakilnya yang telah diberi kuasa olehnya untuk menerima hibah yang telah atau akan dihibahkannya itu. Jika penerimaan itu tidak dilakukan dengan akta hibah itu maka penerimaan itu dapat dilakukan dengan suatu akta otentik kemudian, yang naskah aslinya harus disimpan oleh notaris asal saja hal itu terjadi waktu pemberi hibah masih hidup, maka bagi pemberi hibah, hibah tersebut hanya sah sejak penerimaan hibah itu diberitahukan dengan resmi kepadanya.[11]

     

    Status Hibah Tanah untuk CSR

    Menyambung pertanyaan Anda, terkait hibah tanah yang diklaim sebagai kegiatan CSR, maka hibah tanah tersebut harus dituangkan dalam akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) dan dihadiri oleh para pihak beserta sekurang-kurangnya 2 orang saksi.[12]

    Selanjutnya akta tersebut beserta dokumen terkait, disampaikan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 hari sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan untuk didaftarkan.[13]

    Dengan demikian, diperbolehkan apabila suatu PT melakukan hibah tanah sebagai wujud penerapan program CSR atau TJSL, maka status tanah hibah tersebut menjadi beralih ke pihak penerima hibah dan berada dalam kekuasaan pihak yang menerima hibah tersebut.

    Meskipun begitu, dengan merujuk pada Pasal 1669 KUH Perdata, pemberi hibah tetap berhak menikmati objek yang dihibahkan sepanjang disepakati para pihak. Dalam praktik, konteks ‘menikmati objek yang telah dihibahkan’ dilakukan dengan nama PT tersebut tetap dapat dicantumkan namanya pada objek hibah. Misalnya tanah yang dihibahkan dijadikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (“RPTRA”), maka pada objek RPTRA tersebut dicantumkan nama PT yang bersangkutan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

    [1] Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”)

    [2] Pasal 74 ayat (2) UU PT

    [3] Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”)

    [4] Pasal 4 ayat (2) PP 47/2012

    [5] Pasal 5 ayat (2) PP 47/2012

    [6] Pasal 1667 KUH Perdata

    [7] Pasal 1668 KUH Perdata

    [8] Pasal 1669 KUH Perdata

    [9] Pasal 1670 KUH Perdata

    [10] Pasal 1682 KUH Perdata

    [11] Pasal 1683 KUH Perdata

    [12] Pasal 37 ayat (1) jo. Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP Pendaftaran Tanah”)

    [13] Pasal 40 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah

    Tags

    perusahaan
    csr

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!