Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Di Bawah 18 Tahun Tapi Sudah Menikah, Termasuk Dewasa atau Masih Anak?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Di Bawah 18 Tahun Tapi Sudah Menikah, Termasuk Dewasa atau Masih Anak?

Di Bawah 18 Tahun Tapi Sudah Menikah, Termasuk Dewasa atau Masih Anak?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Di Bawah 18 Tahun Tapi Sudah Menikah, Termasuk Dewasa atau Masih Anak?

PERTANYAAN

Bagaimana jika tersangka atau korban berusia di bawah 18 tahun tetapi sudah menikah? Apakah masih dikategorikan anak atau dewasa dalam proses peradilan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     Intisari:

     

     

    Anak dalam proses peradilan pidana, baik anak sebagai pelaku yang diduga melakukan tindak pidana maupun sebagai korban tindak pidana, adalah orang yang belum berumur 18 tahun. Meski ia telah menikah, ada pendapat yang mengemukakan bahwa ia tetap dikategorikan sebagai anak.

     

    Meski demikian, dalam praktiknya, hakim dapat mempertimbangkan bahwa anak menurut UU Perlindungan Anak (belum berusia 18 tahun) haruslah dikecualikan terhadap anak yang telah menikah karena secara fisik, psikis, maupun sosial orang yang sudah menikah telah memiliki kesempurnaan pribadi baik fisik, psikis maupun sosial sehingga tidak dapat lagi dikategorikan sebagai anak yang belum memiliki kematangan fisik, psikis maupun sosial.

     

    Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

     

    Ulasan:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Anak yang Dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan

    Guna menjawab pertanyaan Anda, kami uraikan tentang definisi anak dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 (“UU Perlindungan Anak”) dan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”).

     

    Seperti dijelaskan dalam artikel Perbedaan Batasan Usia Cakap Hukum dalam Peraturan Perundang-undangan, menurut UU Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.[1] Sedangkan UU SPPA membagi definisi anak sebagai berikut:[2]

    ·         Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

    ·         Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

    ·         Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

     

    Oleh karena itu, berkaitan dengan pertanyaan Anda, anak dalam proses peradilan pidana, baik anak sebagai pelaku yang diduga melakukan tindak pidana maupun anak sebagai korban tindak pidana, adalah orang yang belum berumur 18 tahun. Lalu bagaimana jika ia telah menikah? Apakah ia masih tergolong anak?

     

    Status Anak di Bawah 18 Tahun dan Telah Menikah

    Jika kita mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”), Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.[3] Ini artinya, seseorang yang masih berusia di bawah 18 tahun namun telah menikah, tidak lagi digolongkan sebagai anak. Dia termasuk dewasa.

     

    Akan tetapi, sebagaimana dijelaskan dalam artikel Meski Sudah Menikah, Usia 18 Tahun Diperlakukan Sebagai Anak, ada yang berpendapat batas kedewasaan dalam UU Perlindungan Anak ternyata menjadi problem dalam perlindungan korban kasus-kasus human trafficking. Acapkali ditemukan korban perdagangan manusia belum berusia 18 tahun, tetapi sudah menikah. Status pernikahan itulah yang membuat mereka diperlakukan sebagaimana layaknya orang dewasa. Padahal, psikis mereka masih relatif sama dengan anak-anak pada umumnya.

     

    Oleh karena itu, masih bersumber dari artikel yang sama, saksi dan korban kejahatan kemanusiaan yang belum berusia 18 tahun harus dikualifikasi sebagai anak-anak meskipun mereka sudah berstatus menikah. Sehingga dapat disimpulkan, anak yang dalam proses peradilan pidana, baik sebagai pelaku yang diduga melakukan tindak pidana maupun sebagai korban tindak pidana, meski ia telah menikah, tetap dikategorikan sebagai anak.

     

    Contoh Kasus

    Lalu bagaimana praktiknya? Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Sampang Nomor 125/Pid.B/2015/PN Spg. Terdakwa merupakan laki-laki berusia 26 tahun yang didakwa antara lain karena melakukan kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 80 Ayat (1) UU 35/2014. Yang menjadi korban di kasus ini adalah Ernawati yang pada saat berumur 15 tahun pernah menikah secara negara kemudian telah bercerai.

     

    Hakim dalam pertimbangannya mengatakan bahwa anak menurut UU Perlindungan Anak (belum berusia 18 tahun) haruslah dikecualikan terhadap anak yang telah menikah karena secara pisik, psikis, maupun sosial orang yang sudah menikah telah memiliki kesempurnaan pribadi baik fisik, psikis maupun sosial sehingga tidak dapat lagi dikategorikan sebagai anak yang belum memiliki kematangan fisik, psikis maupun sosial. Sehingga, berdasarkan fakta-fakta tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa Korban tidak masuk dalam kategori Anak karena walaupun berusia di bawah 18 tahun tapi telah menikah. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa dengan demikian unsur “Anak”, tidak terpenuhi dalam perbuatan Terdakwa.

     

    Di sini, hakim mengacu pada Pasal 1 angka 5 UU HAM yang menyatakan anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dengan demikian, unsur Hakim berpendapat bahwa dengan demikian unsur “Anak”, tidak terpenuhi dalam perbuatan Terdakwa. Hakim menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “kekerasan terhadap anak”. Akan tetapi terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan serta dihukum berdasarkan Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

    2.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;

    3.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014.

     

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Sampang Nomor 125/Pid.B/2015/PN Spg.

     



    [1] Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak

    [2] Pasal 1 angka 3, angka 4, dan angka 5 UU SPPA

    [3] Pasal 1 angka 5 UU HAM 

    Tags

    hukumonline
    anak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!