Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pertama-tama, kami asumsikan bahwa tanah
bondo deso yang Anda maksud sebangun dengan tanah kas Desa yang dikenal dalam Pasal 76 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”). Untuk itu, struktur wewenang Desa atas tanah kas desa perlu ditinjau terlebih dahulu, sebelum menjawab pertanyaan Anda lebih lanjut.
Wewenang Desa atas Tanah Kas
Menurut Pasal 1 angka 1 UU Desa, yang dimaksud sebagai Desa adalah:
Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sesuai dengan definisinya, desa memiliki sejumlah kewenangan, yaitu:
[1]kewenangan berdasarkan hak asal usul;
kewenangan lokal berskala Desa;
kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan tanah kas Desa kemudian dikategorikan UU Desa sebagai salah satu jenis wewenang yang berasal dari hak asal usul. Hak asal usul sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 19 huruf a UU Desa adalah:
Hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, antara lain sistem organisasi masyarakat adat, kelembagaan, pranata dan hukum adat, tanah kas Desa, serta kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa.
Selain sebagai perwujudan hak asal usul, tanah kas desa juga dikategorikan UU Desa sebagai aset Desa. Aset Desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah.
[2] Aset desa dapat berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa.
[3]
Sebagai salah satu bentuk aset Desa, maka pengelolaan tanah kas Desa juga tunduk pada ketentuan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa (“Permendagri 1/2016”). Pengelolaan Aset Desa adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian aset Desa.
[4]
Tanah Kas Desa Bukan Tanah Negara
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa tanah kas Desa merupakan kategori tanah yang berbeda dari tanah negara. Menurut Julius Sembiring dalam Pengertian, Pengaturan, dan Permasalahan Tanah Negara (hal. 9), terdapat dua kriteria dasar untuk mengkategorikan sebidang tanah sebagai tanah negara. Pertama, tanah yang dikuasai langsung oleh negara; dan kedua, tanah yang belum dilekati dengan suatu hak atas tanah.
Karena tanah kas Desa dialasi oleh hak asal usul desa, maka ia secara otomatis tidak termasuk dalam pengertian tanah negara. Karenanya, Desa memiliki wewenang penuh untuk mengelola tanah kas Desa sebagai salah satu aset Desa. UU Desa kemudian mewajibkan kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
[5] Di sisi lain, Unit Pelaksana Teknis (“UPT”) Dinas yang Anda maksud tidak berhak untuk mempertahankan penguasaannya atas tanah kas Desa.
Namun demikian, wewenang atas tanah kas Desa ini dapat beralih dalam keadaan-keadaan tertentu, baik untuk sementara atau untuk selamanya. Peralihan hak atas tanah kas Desa untuk sementara dapat dilakukan melalui skema pemanfaatan, yaitu pendayagunaan aset
Desa secara tidak langsung dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan Desa dan tidak mengubah status kepemilikan
.[6] Di antara beberapa praktik pemanfaatan yang dikenal dalam Permendagri 1/2016, pemanfaatan tanah kas Desa oleh pihak lain dapat dilakukan melalui sewa.
[7]
Berkaitan dengan kasus Anda, kami asumsikan bahwa tidak ada perjanjian sewa antara pemerintah Desa dengan pemerintah daerah yang menjadi induk UPT Dinas pengguna tanah kas Desa Anda. Dalam situasi ini, Anda dapat mengacu pada ketentuan Pasal 76 ayat (5) UU Desa vide Pasal 49 ayat (2) Permendagri 1/2016 yang menyatakan bahwa Aset Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dikembalikan kepada Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum. Dengan demikian, UPT Dinas yang Anda maksud berkewajiban untuk mengembalikan tanah kas Desa kepada Desa.
Apabila UPT tersebut tetap bergeming, terdapat beberapa pilihan penyelesaian sengketa yang dapat diambil oleh Desa Anda. Di luar jalur litigasi, pemerintah Desa Anda dapat memilih melakukan pengaduan kepada Kantor Pertanahan terdekat, yang dapat berujung pada mediasi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Julius Sembiring. Pengertian, Pengaturan, dan Permasalahan Tanah Negara. Jakarta: Kencana, 2012.
[2] Pasal 1 angka 11 UU Desa
[3] Pasal 76 ayat (1) UU Desa
[4] Pasal 1 angka 6 Permendagri 1/2016
[5] Pasal 76 ayat (4) UU Desa jo. Pasal 6 ayat (1) Permendagri 1/2016
[6] Pasal 1 angka 10 Permendagri 1/2016
[7] Pasal 12 ayat (1) Permendagri 1/2016