Beda Adagium, Maksim, dan Postulat Hukum Beserta Contohnya

Beda Adagium, Maksim, dan Postulat Hukum Beserta Contohnya

Ketika membahas asas-asas hukum, istilah adagium, maksim, dan postulat seringkali disinggung. Sebagian sudah sangat familiar bagi praktisi hukum.
Beda Adagium, Maksim, dan Postulat Hukum Beserta Contohnya

Pada masa-masa awal pandemi Covid-19, Presiden Joko Widodo sering mengutip kalimat dalam bahasa Latin: vox populi suprema lex. Kalimat itu kemudian diikuti para pejabat di bawahnya ketika menjelaskan kebijakan yang ditempuh pemerintah, terutama pembatasan perjalanan guna mencegah penyebaran virus. Kalimat tadi lantas dimaknai sebagai keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi.

Penggunaan kalimat berbahasa Latin semacam itu lazim ditemukan di dunia hukum, terutama ketika membahas asas-asas atau prinsip-prinsip hukum. Tidak hanya dipakai dalam kajian-kajian teoritis, tetapi juga sering dikutip para pihak dalam gugatan atau jawaban, atau memori kasasi, bahkan mungkin oleh hakim dalam pertimbangan putusannya.

Sebagai contoh kalimat qui tacet consentit (barang siapa diam berarti setuju), atau qui tacet consentire videtur (barang siapa diam dianggap menyetujui), yang dipergunakan dalam satu pihak dalam putusan Mahkamah Agung No. 222 K/Pdt.Sus-HKI/2014). Pihak yang mengutip menyebutnya sebagai adagium.

Contoh lain adalah kalimat qui facit per alium facit per se yang disebut pihak dalam putusan Mahkamah Agung No. 2117 K/Pid.Sus/2015. Kalimat tadi disebut pihak yang menuliskannya sebagai postulat, yang bermakna seseorang yang melakukan perbuatan melalui orang lain dianggap dia sendirilah yang melakukan perbuatan itu melalui orang lain. Pertanggungjawaban pidananya dilekatkan kepada orang yang menyuruh melakukan perbuatan.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional