3 Tantangan Indonesia Sebagai Pusat Logistik Maritim Internasional
Terbaru

3 Tantangan Indonesia Sebagai Pusat Logistik Maritim Internasional

Antara lain hukum yang digunakan masih peninggalan Belanda yakni KUHD atau Wetboek van Koophandel voor Indonesie, Staatsblad 1847:23.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Faculty Member Program Studi S1 Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya, Kartika Paramita. Foto: ADY
Faculty Member Program Studi S1 Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya, Kartika Paramita. Foto: ADY

Presiden Joko Widodo telah menetapkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia. Indonesia berpotensi mendapat berbagai manfaat jika berhasil menjadi poros maritim dunia. Apalagi posisi Indonesia sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan internasional yakni proses pengangkutan barang yang mayoritas menggunakan moda angkutan laut.

Faculty Member Program Studi S1 Hukum Bisnis Universitas Prasetiya Mulya, Kartika Paramita menghitung 80 persen perdagangan barang di dunia dilakukan melalui jalur laut. Melihat peluang itu, Kartika menilai secara umum Indonesia punya peluang menjadi pusat distribusi barang atau pusat logistik internasional yang berbasis maritim. Negara yang menjadi pusat logistik itu pada dasarnya memfasilitasi proses persinggahan kapal dan bongkar muat barang (transshipment) dari kargo yang membuat jalannya pengiriman barang menjadi lebih efektif dan efisien.

“Indonesia beruntung karena berada di salah satu titik tersibuk pengangkutan barang yakni Selat Malaka,” kata Kartika dalam Lexinar 2023 The Pursuit of Maritime Hub: Assessment of Indonesia’s Attempts to Foster Global Trade, Kamis (8/6/2023) pekan kemarin.

Baca juga:

Ada banyak faktor yang perlu diperhatikan untuk mendorong Indonesia sehingga mampu menjadi pusat logistik maritim internasional, selain kapasitas, fasilitas di pelabuhan yang efektif dan efisien, juga insentif yang diberikan pemerintah. Tak kalah penting, regulasi memiliki peran sangat strategis.

Kartika menjelaskan Singapura selama 9 tahun berturut-turut berhasil menempati peringkat pertama dalam International Shipping Centre Development (ISCD) Index Report sebagai global leading maritime center. Sayangnya sampai saat ini belum ada pelabuhan di Indonesia yang masuk salah satu dari 43 lokasi yang dikaji ISCD Report.

Soal regulasi, Kartika mencatat sampai saat ini Indonesia masih mengandalkan aturan warisan kolonial Belanda yakni KUHD. Selain itu UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sebagaimana diubah melalui Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Indonesia juga belum meratifikasi konvensi apapun terkait pengangkutan barang melalui laut seperti The Hague Visby Rules, Hamburg, atau Rotterdam Rules.

Tags:

Berita Terkait