Akhirnya Pemerintah Tunda Pemberlakuan Sertipikat Tanah Elektronik
Utama

Akhirnya Pemerintah Tunda Pemberlakuan Sertipikat Tanah Elektronik

Karena terdapat materi muatan yang menimbulkan kekhawatiran di masyarakat, khususnya pengaturan penarikan sertifikat setelah dialihmediakan (scan) dalam rumusan Pasal 16 ayat (3) Permen ATR/BPN No.1 Tahun 2021.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mempertanyakan kesiapan infrastruktur teknologi informasi, sumber daya manusia, jaminan keamanan data sertifikat elektronik terkait pemberlakuan sertipikat elektronik ini. Dia khawatir penerapan kebijakan ini malah membuka ruang bagi para mafia tanah. Apalagi, kata Junimart, sejumlah oknum BPN terbukti menjadi bagian dari praktik mafia tanah.

“Jadi bagaimana dikatakan demi keamanan, demi kenyamanan diterbitkan sertifikat tanah. Sumber mafia adalah internal BPN itu sendiri. Saya bicara fakta. Bisa saja ada sertifikat elektronik ganda akibat di-hack. Sepanjang itu buatan manusia masih bisa dikerjakan (digandakan, red),” ujarnya.

Anggota Komisi II DPR Muhammad Nasir Djamil melanjutkan ada harapan agar teknologi informasi dapat terintegrasi dengan pelayanan publik dan perekonomian. Penerapan kebijakan sertipikat elektronik ini perlu dipertimbangkan berbagai dampaknya. “Di negeri ini bukan supremasi hukum, tapi supremasi oknum. Jangan seolah-olah program reforma agraria hanya mengarah pada sertifikat elektronik,” kritiknya.

Anggota Komisi II DPR lain, Arif Wibowo mengingatkan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil agar sertifikat elektronik tak boleh dimaksudkan menggantikan sertifikat analog atau sertifikat yang masih menggunakan kertas. Itu sebabnya Arif mendesak Kementerian ATR/BPN segera merevisi Permen ATR/BPN 1/2021 ini. Penerapan sertifkat elektronik seharusnya diartikan sebagian bagian memperkuat data sertifikat yang berlaku selama ini.

Dia menilai redaksional Pasal 16 ayat (3) Permen ATR/BPN sudah jelas bakal menarik sertifikat tanah yang dimiliki masyarakat untuk kemudian disatukan dengan buku tanah serta disimpan menjadi warkah pada kantor pertanahan. “Saya meminta perbaikan perubahan dimana sertifikat elektronik untuk memperkuat saja dan menjadi instrumen manajemen data dan informasi di Kementerian ATR/BPN,” tegasnya.

Uji coba

Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil mengakui rumusan Pasal 16 ayat (3) meresahkan masyarakat. Namun, dia menilai ada kesalahpahaman masyarakat terhadap rumusan pasal tersebut. Dia mengatakan Pasal 16 ayat (3) harus dibaca keseluruhan menjadi satu kesatuan dengan Pasal 16 ayat 4-nya. Menurutnya, dokumen sertifikat yang telah dialihmediakan kemudian distempel untuk dikembalikan ke pemiliknya. Dengan begitu, pemilik sertifikat tanah dapat membandingkan antara yang sudah berbentuk elektronik dengan sertifikat yang lama.

“Jadi Pasal 16 ayat (3) ini yang menjadi ribut, sehingga menimbukan kesalahpahaman,” kata dia.

Dia menegaskan beleid yang terbit 12 Januari 2021 ini telah berlaku dan hanya akan diujicobakan di Jakarta dan Surabaya. Itupun hanya pada data pertanahan di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pemerintah pusat dan daerah. Sofyan sadar betul mengalihmediakan menjadi sertifikat elektronik membutuhkan waktu yang panjang.

Tags:

Berita Terkait