Bambang Rantam Sariwanto, dari Gotong Kursi Menuju Prestasi di Kursi Sekjen Kemenkumham
Profil

Bambang Rantam Sariwanto, dari Gotong Kursi Menuju Prestasi di Kursi Sekjen Kemenkumham

Modal pertama adalah disiplin. Kedua, ketekunan. Ketiga adalah mencintai pekerjaan. Jangan selalu memikirkan uang. Rezeki akan datang mengikuti.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Akhirnya saya daftar seleksi masuk FISIP Universitas Indonesia dan STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Keduanya tidak diterima. Lalu saya coba lagi daftar masuk FE di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Solo dengan cita-cita ingin kerja di Bank. Saat antre di loket pengambilan formulir, ternyata formulir FE sudah habis. Formulir yang ada tinggal Fakultas Hukum. Ya sudah saya ambil dan ternyata diterima. Ibu saya mendukung, begitu juga ayah saya yang saat itu sudah menjadi pokrol.

 

Hukumonline.com

 

Saya lulus dengan masa studi enam tahun. Selama kuliah aktif di Senat, Badan Pertimbangan Mahasiswa, berbagai kepanitiaan acara, dan aktifitas kemahasiswaan lainnya. Saat lulus masih tetap ingin kerja di Bank. Saya sudah lolos seleksi pegawai Bank Niaga sampai tahap wawancara di Jakarta namun gagal. Ya sudah, saya ambil kerja di perusahaan asuransi. Setelah bekerja enam bulan, ayah saya memanggil pulang ke Pekalongan untuk menjadi pengacara. Selama hampir dua tahun saya berpraktik pengacara.

 

Selama menjadi pengacara itu saya dapat pengalaman baru dan terdorong ingin terlibat dalam pendidikan para hakim. Saya merasakan praktik peradilan yang perlu banyak diperbaiki. Kebetulan Paman saya menawari pekerjaan di Sekretariat Jenderal Departemen Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum dan HAM-red) bagian Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) yang ada di Cinere, Depok. Saya ambil tawarannya dan terlibat jadi penyelenggara diklat Departemen Kehakiman se-Indonesia termasuk untuk para hakim.

 

Wah, jadi semua serba tidak terduga ya Pak? Lalu bagaimana ceritanya dari Pusdiklat di Cinere bisa mencapai puncak karier sebagai Sekretaris Jenderal di kantor pusat?

Nah, sejak tahun 1988 sampai 1999 saya di Pusdiklat, saat itu ada evaluasi kinerja oleh pimpinan. Saya dan satu orang teman dipromosikan ke kantor Sekretariat Jenderal dengan pilihan bagian hubungan masyarakat atau tata usaha. Ternyata dia pilih duluan untuk bagian hubungan masyarakat, ya sudah saya ambil bagian tata usaha.

 

Pekerjaan pertama saya di tata usaha adalah merapikan tumpukan arsip yang sudah memenuhi seisi ruangan. Persis seperti gudang. Setahun di Jakarta, saya ditawari kembali ke Pusdiklat untuk membenahi Pusdiklat. Tahun 2000 saya lakukan pembenahan besar-besaran di Pusdiklat mulai dari sarana prasarana hingga programnya. Saya buat kerja sama beasiswa S2 dengan Universitas Indonesia lewat Pusdiklat. Para pegawai Departemen Kehakiman jadi bisa ikut S2 di Universitas Indonesia.

 

Hasil pembenahan ini membuat Pusdiklat dinilai cocok untuk ditingkatkan menjadi lembaga yang lebih mandiri. Saya lakukan proses untuk menjadi Badan Pembinaan Sumber Daya Manusia (BPSDM). Namun sebelum selesai peningkatan status, saya dipromosikan menjadi Kepala Divisi Administrasi di Kantor Wilayah Kehakiman Provinsi Banten. Setahun saya di sana, lalu ditarik Menteri Hukum dan HAM saat itu Pak Hamid Awaludin untuk menjadi Kepala Biro Umum di Sekretariat Jenderal. Setahun kemudian diminta menjadi Kepala Biro Perlengkapan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait