Begini Peran Regulatory Sandbox dalam Perkembangan Industri Fintech
Terbaru

Begini Peran Regulatory Sandbox dalam Perkembangan Industri Fintech

Seperti memberi ruang uji coba yang aman bagi pemilik/penyelenggara fintech; menguji layanan produk dan efektivitasnya; dapat memberi pengetahuan tentang teknologi baru dan dampaknya terhadap masyarakat; hingga menurunkan hambatan peraturan/regulasi.

CR-27
Bacaan 4 Menit

OJK dan BI memiliki tanggung jawab terkait regulatory sandbox dari fintech. OJK mewadahi lingkup seputar jasa keuangan yang meliputi keakuratan data, informasi dokumen terkait dan juga perlindungan konsumen. Sedangkan BI bertanggung jawab dalam lingkup sistem pembayaran dan hukum yang terkandung di dalamnya.

Jasmine melanjutkan terdapat empat peran regulatory sandbox, misalnya memberikan ruang uji coba yang aman bagi pemilik/penyelenggara fintech. Sandbox sudah seharusnya memberi ruang uji yang aman tanpa konsekuensi peraturan normal. “Ketika suatu fintech masih dalam regulatory sandbox melanggar hukum, tidak akan dikenakan hukuman. Hal ini menjadi evaluasi bagi pemilik fintech untuk melakukan uji coba agar hingga akhirnya layak untuk beroperasi,” kata dia.

Peran regulatory sandbox lain yaitu menguji layanan produk dan efektivitasnya kepada pelanggan atau masyarakat. Sedangkan dari sisi regulator, perannya dapat memberi pengetahuan tentang teknologi baru serta dampaknya terhadap masyarakat. Menurunkan hambatan peraturan/regulasi juga berperan penting dalam perkembangan regulatory sandbox. “Peran yang paling penting lain yaitu fintech platform bisa menarik sumber-sumber pendanaan untuk perkembangan perusahaan fintech itu sendiri.”

Seperti diketahui, dasar hukum penyelenggaraan fintech dalam sistem pembayaran di Indonesia yang dikeluarkan BI melalui Peraturan BI No.18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran; Surat Edaran BI No.18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital; dan Peraturan BI No.18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik.

Sedangkan, Regulatory Sandbox di Indonesia telah dikenal sejak tahun 2017 sejak terbitnya Peraturan Bank Indonesia No.19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Sandbox berperan sebagai inkubator untuk membimbing (perusahaan) pemula/rintisan di dunia bisnis dalam aspek risiko di bidang jasa keuangan agar memiliki role model dan tidak mengalami kegagalan dalam operasional usahanya. Pemaknaan sandbox juga memberi perlindungan bagi penggunanya dan melindungi konsumen.  

Associate Professor in Law Expert Banking and Financing Law, Rio Christiawan menjelaskan perusahaan fintech, salah satu perusahaan yang paling berkembang di Indonesia. “Pemerintah telah memberi izin lebih dari 200-an izin kepada perusahaan fintech dan saat ini pertumbuhannya hingga 50%-60% termasuk pada masa pandemi Covid-19,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Merujuk pada Fintech Report 2017 yang dikeluarkan Asosiasi Fintech Indonesia mengemukakan pada tahun 2015 dan tahun 2016 pertumbuhan perusahaan fintech di Indonesia mencapai angka hingga 78%. Inovasi digital yang terintegrasi dalam layanan sektor keuangan ini digemari masyarakat karena kemudahan transaksi dan efisiensi biaya. Tidak heran pada tahun ini pertumbuhannya mencapai 50%-60%.

“Skema regulatory sandbox ini tidak hanya berlaku bagi perusahaan rintisan fintech, tapi juga berlaku bagi lembaga keuangan atau perbankan yang telah berinovasi digital yang sering dikenal sebagai fintech peer to peer, fintech landing, dan sebagainya,” tuturnya.

Dia berharap hadirnya regulatory sandbox dapat menjawab berbagai tantangan seiring perkembangan infrastruktur pasar keuangan untuk para penyelenggara fintech yang mengalami minimnya kapasitas regulator; sulitnya menyeimbangkan aspek inklusivitas keuangan dengan prinsip keamanan pasar keuangan. Seperti, tantangan dari aspek stabilitas; integritas; perlindungan konsumen dan persaingan yang sehat; serta meminimalisir adanya potensi kerugian.”  

Tags:

Berita Terkait