Benarkah Online Single Submission Sekadar Super Gimmick?
Kolom

Benarkah Online Single Submission Sekadar Super Gimmick?

Sebagai sebuah sistem, OSS memang perlu terus disempurnakan.

Bacaan 4 Menit
Ahmad Redi. Foto: Istimewa.
Ahmad Redi. Foto: Istimewa.

Perdebatan substantif antara tim pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sempat mengangkat wacana tentang eksistensi Online Single Submission (OSS). Ada pihak yang menyebut OSS sekadar super gimmick Pemerintah yang berkuasa saat ini. Alasannya karena masih berantakan sehingga tidak dapat dikerjakan secara cepat—bahkan perlu dikerjakan puluhan tahun. Benarkah demikian?

Perlu diingat, OSS hadir sebagai produk kebijakan dalam reformasi birokrasi di Indonesia pada tahun 2017-2018. Hal ini dimulai sejak adanya survei Ease of Doing Business (EODB) oleh World Bank secara berkala. Skor EODB Indonesia setiap tahun menunjukkan masalah kemudahan berusaha pada indikator starting a business. Indonesia berada di peringkat 144 dari 190 negara pada laporan EODB tahun 2018. Hal ini sering dihubungkan dengan permasalahan perizinan dan birokrasi di Indonesia.

Baca juga:

Permasalahan serupa juga ditemukan di dalam laporan Global Competitiveness 2017-2018 yang dikeluarkan World Economic Forum. Isinya mengidentifikasi beberapa permasalahan besar untuk berusaha di Indonesia—korupsi, inefisiensi birokrasi pemerintahan, akses pendanaan, keterbatasan infrastruktur keuangan, dan instabilitas kebijakan.

Data tersebut menunjukkan sejumlah tantangan bagi Pemerintah. Prosedur perizinan kerap menjadi kendala dalam memulai usaha di Indonesia. Kondisi ini berkaitan dengan tidak efektifnya sejumlah birokrasi pelayanan publik untuk menjalankan usaha. Sebabnya antara lain perizinan tersebar dan tidak terkoordinir, jenis perizinan tidak terstandar, memerlukan rekomendasi dari berbagai kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian/pemda, dan tidak terintegrasi secara elektronik. Akibatnya, perizinan menjadi rumit, lama, berbelit-belit, tidak pasti, dan mahal.

Upaya yang dilakukan Pemerintah saat itu dimulai dengan penerbitan Peraturan Presiden No.91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Peraturan Presiden itu untuk mempercepat terobosan dalam kemudahan berusaha. Targetnya menata kembali perizinan di Indonesia agar tidak menjadi hambatan. Penataan ini diwujudkan dalam bentuk pelayanan, pengawalan (end to end), dan peran aktif penyelesaian hambatan pelaksanaan berusaha. Sejumlah satuan tugas pada tingkat nasional, kementerian/lembaga, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota sengaja dibentuk. Upaya penyederhanaan dilakukan melalui reformasi regulasi. Di sisi lain, upaya mempercepat dan mempermudah pelayanan diterapkan melalui dukungan teknologi. OSS itulah—atau dengan nama lain Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik—yang menjadi terobosan teknologi.

PP No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik lalu menyusul terbit untuk melengkapi pengaturan. Isinya mengatur antara lain jenis, pemohon, dan penerbit perizinan; mekanisme pelaksanaan perizinan: pengaturan kembali fungsi Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah; reformasi perizinan; kelembagaan OSS termasuk sistem dan pendanaannya; insentif atau disinsentif pelaksanaan perizinan melalui OSS; penyelesaian permasalahan dan hambatan perizinan melalui OSS; serta pengenaan sanksi. OSS melayani perizinan di seluruh sektor secara terintegrasi, terstandardisasi, mudah diakses, cepat, sederhana, dan murah.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait