BI Tawarkan Amandemen UU Mata Uang
Utama

BI Tawarkan Amandemen UU Mata Uang

Guna meniadakan ketidakjelasan akan penafsiran aturan di undang-undang ini.

CR-11
Bacaan 2 Menit

 

Namun kebingungan BI, ditangkis Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan Tata Suntara. UU  Mata Uang dia nyatakan sudah cukup jelas. Ia mengatakan bahwa transasksi yang dimaksud dalam UU tentang Mata Uang tersebut adalah transaksi yang bersifat tunai dengan menggunaan uang kartal (uang kertas dan logam).

 

“Saya rasa UU tentang Mata Uang ini sudah jelas dan tidak ada kerancuan lagi. Transaksi yang dimaksud dalam UU, ya, transaksi yang bersifat tunai. Kalau misalnya ada tabungan valuta asing, boleh memakai dolar AS, kan dalam Pasal 21 ayat (2) sudah dijelaskan pengecualiannya,” ungkap Tata.

 

Sedangkan mengenai penggunaan uang giral, Tata menguraikan tidak diatur dalam UU Mata Uang. Jadi sudah jelas, paparnya, transaksi yang dimaksud dalam UU Mata Uang ini adalah transaksi tunai.

 

Berdasarkan pengkajian dalam Naskah Aademik maupun kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR RI, pengaturan  mengenai uang giral lebih tepat diatur dalam undang-undang tersendiri yaitu undang-undang tentang lalu lintas sistem pembayaran. “Soal uang giral, sesuai kesepakatan lebih tepat diatur dalam undang-undang tersendiri. Ya saya kurang paham juga soal aturan uang giral ini,” jelas Tata.

 

Sedangkan mengenai pasal 23 UU Mata Uang ini, “diperjanjikan secara tertulis” menafikan aturan pidana yang ada menjadi ketentuan perdata. Artinya, dalam pelaksanaanya diserahkan kepada personal masing-masing, yang di dalam perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyebutkan bahwa “setiap persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya”.

 

Namun, asas kebebasan berkontrak dalam membuat perjanjian tidak untuk melegalkan penggunaan uang asing di Indonesia tanpa batasan yang dapat menyebabkan nilai rupiah semakin merosot.

 

Dalam frasa “yang telah diperjanjikan secara tertulis,” perjanjian tertulis berlaku sebelum maupun setelah adanya UU Tentang Mata Uang ini, mengingat pencatumannya berada d dalam batang tubuh dan bukan di dalam Ketentuan Peralihan. Sehingga menurut Kementerian Keuangan, UU Mata Uang ini sudah jelas dan tidak ada kerancuan.

Tags: