CEO Hukumonline: Tumpang Tindih Peraturan Masalah, Memaknainya Pun Problem
Terbaru

CEO Hukumonline: Tumpang Tindih Peraturan Masalah, Memaknainya Pun Problem

Oleh karena itu, mengatasi permasalahan peraturan di Indonesia tidak hanya bisa dituntaskan dengan cara konvensional lagi, tetapi juga harus memakai teknologi.

Ferinda K Fachri
Bacaan 2 Menit
CEO Hukumonline Arkka Dhiratara saat menyampaikan materi dalam acara Hukumonline Sharing Session Program Studi Ilmu Hukum President University, Rabu (5/6/2023). Foto: RES
CEO Hukumonline Arkka Dhiratara saat menyampaikan materi dalam acara Hukumonline Sharing Session Program Studi Ilmu Hukum President University, Rabu (5/6/2023). Foto: RES

Mengacu data yang disajikan TMF Group dalam The Global Business Complexity Index Rankings 2022, Indonesia menduduki peringkat ke-11 dalam kategori yurisdiksi paling kompleks di dunia dalam hal regulasi. Peringkat ini menurun dari tahun sebelumnya, meski tetap Indonesia menjadi negara dengan yuridiksi paling kompleks di antara wilayah Asia Pasific (APAC).

“Pada dasarnya peraturan itu kompleks karena memang membentuk sebuah peraturan di Indonesia sendiri prosesnya panjang,” ujar CEO Hukumonline Arkka Dhiratara dalam Hukumonline Sharing Session Program Studi Ilmu Hukum President University, Rabu (5/6/2023).

Baca Juga:

Ia mengatakan perubahan regulasi menjadi tantangan yang secara konstan terjadi dalam sektor pemerintahan dan bisnis. Setidaknya berdasarkan database Hukumonline, Indonesia memiliki 85 ribu lebih total regulasi dengan 3 ribu lebih regulasi baru tiap tahunnya. Angka tersebut jelas menjadi jumlah yang patut dikhawatirkan.

Belum lagi, adanya sejumlah peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih. Tak heran, bila Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan seperti dikutip banyak media menyampaikan keresahannya terhadap tumpang tindihnya berbagai regulasi di Indonesia. “Kalau kita mau bikin UU itu butuh waktu bertahun-tahun dan advokasinya terus-terusan, harus ada naskah akademik dan tahapan lain-lain,” kata dia.

Tak hanya itu, Arkka menerangkan bagaimana banyak aspek teknis yang tidak bisa di-describe secara detail dalam UU. Umumnya, pembentuk UU menyematkan hal teknis terkait isu bersangkutan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permen).

“Jadi tumpang tindih (peraturan, red) itu masalah, memaknainya pun problem. Makanya kalau dari bisnis Hukumonline, ada peraturan baru terbit itu kita share peraturannya. Hari berikutnya kita kasih analisa peraturan,” terang Alumnus Universitas Paramadina dan Technische Universiteit Delft itu di hadapan puluhan mahasiswa President University.

Tags:

Berita Terkait