Cerita tentang Profesor Retno Saraswati, Perkembangan Teknologi dan Daulat Presiden
Utama

Cerita tentang Profesor Retno Saraswati, Perkembangan Teknologi dan Daulat Presiden

Indonesia menganut sistem presidensial. Tetapi dalam realitas, ada beberapa peristiwa yang layak dikritik. Ikuti pandangan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Retno Saraswati.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Menurut Prof. Retno, jika keadaan demikian terus dibiarkan, Pemerintahan Indonesia tidak dapat berjalan efektif. Yang terjadi adalah kegaduhan-kegaduhan politik, terutama saat pembentukan kabinet. Sulit bagi Pemerintah menjalankan fungsinya jika sering terjadi tarik ulur kepentingan, saling ego dalam mengutamakan kepentingan pribadi atau partainya, dan banyak energi yang terbuang untuk menyelesaikan  kegaduhan-kegaduhan di internal kabinet. Misi pemerintahan untuk mencapai tujuan menyejahterakan masyarakat akan semakin jauh dari kenyataan. “Dalam sistem pemerintahan presidensial, peran Presiden sangatlah penting, karena selaku individu sebagai penanggungjawab atas keberhasilan atau kegagalan pemerintahan,” paparnya.

Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan presidensial sejak Indonesia merdeka, bahkan setelah konstitusi diamandemen, presidensialisme Indonesia sudah lebih dimurnikan lagi, ditandai dengan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Namun perlu kita pahami bersama bahwa para pendiri bangsa (Founding Fathers) memilih sistem presidensial tentu dengan berbagai pertimbangan demi kepentingan bangsa Indonesia.

Ada beberapa alasan di Indonesia menggunakan sistem Presidensial  oleh para pendiri bangsa (Founding Fathers): menjaga stabilitas pemerintahan; memperkuat posisi dan dominasi presiden yang ditegaskan dalam UUD 1945; negara yang baru merdeka tidak cukup pengetahuan pengalaman; dan adanya pengaruh ketokohan Soekarno dan Moh. Hatta.

Sistem presidensial mendapatkan penegasan kembali yakni dalam kesepakatan dasar MPR tentang arah perubahan UUD 1945 untuk mempertahankan sistem pemerintahan presidensial, namun tidak ada penegasan secara resmi dalam konstitusi, akan tetapi ciri-ciri sistem presidensial dapat kita temukan dalam UUD 1945. Pelaksanaan sistem presidensial sebagaimana amanat UUD 1945 pada kenyataannya banyak sekali dipengaruhi faktor-faktor non-hukum, seperti politik. Dinamika pelaksanaan sistem presidensial dapat dilihat dari pratik pada awal kemerdekaan sampai sekarang.

Prof. Retno berpendapat masih ada sejumlah hal yang harus diperbaiki dalam sistem ketatanegaraan Indonesia ke depan. “Bagaimana sistem pemilu, pilkada, peraturan perundang-undangan, kemudian lembaga negara ini juga harus dievaluasi,” ujarnya.

Terkait yang terjadi sekarang bagaimana program perencanaan pembangunan yang banyak disorot mengenai haluan negara kemarin jadi mencuat. Bagaimanapun pembangunan butuh perencanaan dan kelanjutan, jadi tidak parsial tapi itu ada keberlanjutan. Masa presiden sekarang dengan yang dulu ada sambung-menyambung tidak terputus. Misalnya di bidang pendidikan, di bidang hukum, itu kan harus ada kesinambungan. “Mana yang baik kita lanjutkan, mana yang jelek kita perbaiki. Saya kira kita selama masih hidup selalu mencari yang terbaik, dan terus akan berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat,” jelasnya kepada hukumonline.

Tags:

Berita Terkait