Dakwaan Berlapis Pembobol BNI Maria Pauline Lumowa
Utama

Dakwaan Berlapis Pembobol BNI Maria Pauline Lumowa

Selain didakwa kerugian negara Rp1,2 triliun, Maria juga didakwa pencucian uang.

Aji Prasetyo
Bacaan 6 Menit

Atas dasar itu, Maria didakwa jaksa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pencucian Uang

Dari uang korupsi itu, penuntut umum juga menduga Maria Pauline melakukan pencucian uang karena dengan sengaja menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana yang dilakukan.

Cara yang dilakukan yaitu memasukkan uang tersebut ke dalam penyedia jasa keuangan yaitu PT aditya Putra Pratama Finance dan PT Infinity Finance, baik atas nama sendiri atau nama pihak lain yaitu nama PT Sagared Team, PT Bhinekatama Pasific, PT Magentiq, PT Gramarindo Mega Indonesia, PT Bima Mandala, dan PT Dimaa Drilindo.

Pada Agustus 2002, Maria bersama orang kepercayaanya Ollah Abdullah Agam dan Eddy Santoso selaku Manager Pelayanan Nasabah Luar Negeri BNI 46 mengajukan permohonan kredit atas nama PT Oenam Marble, namun permohonan itu ditolak BNI. Karena penolakan itu, Maria Lumowa mengajukan proposal kredit untuk pembiayaan PT Oenam Marble, di situ Edy selaku salah satu manager BNI meminta Maria membantu menutup kerugian BNI sebesar AS$9,8 juta karena dokumen ekspor fiktif yang tidak terbayar dari PT Mahesa Karya Putra Mandiri dan PT Petindo.

Maria pun menyanggupi usulan itu dengan membeli perusahaan PT Gramindo Mega Indonesia, PT Magentiq Usaha Esa Indonesia, PT PAN Kifros, PT Bhinekatama Pasific, PT Metrantara, PT Basomasindo dan PT Trinaru Caraka Pasific. Sejumlah orang-orang kepercayaanya pun ditaruh di posisi strategis perusahaan itu. Setelah pembelian perusahaan itu, jaksa mengatakan Maria meminta kepada direktur perusahaan tersebut untuk mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor ke BNI seolah-olah perusahaan mengadakan kegiatan ekspor. Dokumen yang diserahkan perusahaan Maria itu disebut jaksa dokumen fiktif.

Selain menggunakan perusahaan yang dibelinya dari membantu Edy Santoso. Maria juga menggunakan perusahaan lain untuk mencairkan L/C dengan dokumen fiktif. Seluruh dokumen fiktif yang diajukan oleh Maria ke BNI untuk mengajukan kredit semuanya disetujui. Setiap pencairan Lc kredit, Maria memberi jatah ke pejabat BNI yakni Edy santoso (CSM) dan Kusadiyuwono (BM), Ahmad Nirwana Alie (Pgs BM), Bambang Sumarsono (CSM), Nurmeizetya (CSM) dengan besaran yang berbeda-beda.

Setelah itu, uang kredit LC yang dicairkan Lumowa itu diolah dananya untuk investasi di PT Sagared Team. Maria meminta Adrian Herling Waworuntu selaku rekan bisnisnya mengelola modal investasi atas nama perusahaan miliknya PT Sagared Team dengan memasukan sebagian dana yang terdapat dalan rekening giro Gramindo Group ke dalam PT Sagared Team.

“Atas permintaan Terdakwa saksi Adrian Herling Waworuntu mengidentifikasi dan membuat rekomendasi kepada terdakwa terkait dengan pengelolaan dana yang bersumber dari pengkreditan/pembayaran L/C dengan dilampiri dokumen ekspor fiktif antara lain ditempatkan dalam perusahaan penyedia jaksa keuangan PT Aditya Putra Pratama Finance dan PT Infinity Finance,” jelas penuntut.

Penuntut umum pun mendakwa Maria Lumowa melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a atau Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pencegahan dan pemberantasan TPPU.

Tags:

Berita Terkait