Dari Pertemuan KKR Sedunia (2): Ada yang Cuma Mengungkap Kebenaran Sejarah
Berita

Dari Pertemuan KKR Sedunia (2): Ada yang Cuma Mengungkap Kebenaran Sejarah

Indonesia bisa jadi termasuk negara yang terlambat membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Banyak negara yang merasakan manfaat Komisi semacam itu untuk meredakan benih-benih konflik dan dendam masa lalu.

Mys
Bacaan 2 Menit
Dari Pertemuan KKR Sedunia (2): Ada yang Cuma Mengungkap Kebenaran Sejarah
Hukumonline

 

Berdasarkan temuan CEH yang dilaporkan pada 25 Februari 1999, ada sekitar 8 ribu pelanggaran HAM. Dari jumlah itu, 93 persen pelakunya adalah aparat keamanan, 83 persen korban adalah masyarakat adat Maya, dan diduga ada peran Amerika Serikat dalam konflik itu.

 

Seiring dengan temuan itu, direkomendasikan adanya hari nasional korban, pembuatan monumen nasional, ada permintaan maaf dari pemerintah, plus kompensasi untuk korban. Pemerintah di bawah Presiden Oscar Berger memang meminta maaf kepada masyarakat korban dan menjanjikan AS$9 juta dana kompensasi.

 

Bukan hanya itu, dalam upacara resmi kenegaraan, Pemerintah Guatemala mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan aktivis HAM Myrna Mack. Dan pada Juli 2004 lalu, seorang perwira militer dan 15 anak buahnya dijatuhi hukuman 40 tahun penjara atas pembantaian pengungsi pada Oktober 1995.

 

Peristiwa tertentu

Adakalanya kewenangan atau mandat KKR di sebuah negara terbatas berdasarkan peristiwa tertentu, ada juga berdasarkan batas waktu. Mandat bagi KKR sangat penting artinya bagi masa depan komisi itu sendiri. Apapun namanya, bagi Howard Varney, salah seorang pengelola Truth and Reconsiliation Commission (TRC) di Afrika Selatan dan Sierra Leone, yang terpenting adalah bagaimana komisi itu bisa mengungkap siapa pelaku dan korban kejahatan serius tersebut.

 

Temuan itu oleh komisi disebarluaskan ke publik. Pengungkapan kebenaran itu dimaksudkan agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan, ujarnya.

 

Masalahnya, kebenaran dari peristiwa mana saja yang bisa diungkap oleh komisi. Dalam konteks Indonesia, apakah KKR juga bisa menyelidiki dugaan kejahatan serius sejak masa Belanda? Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 membatasi KKR hanya menangani perkara pelanggaran hak asasi manusia berat sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

 

TRC Afrika Selatan menangani kejahatan serius selama berlakunya politik apartheid. Argentina menjadikan peristiwa kudeta 1976 dan junta militer 1976-1983 sebagai mandat Komisi Nasional untuk Orang Hilang (Conadep). Chile memulai masa kudeta dan pembunuhan Presiden Allende yang diikuti junta militer 1973-1989. Dan, Elsalvador memfokuskan mandat Komisi untuk Kebenaran pada 12 tahun perang sipil (1980-1992).

Tetapi nama yang diberikan oleh setiap negara untuk menyebut Komisi sejenis berbeda-beda. Di Paraguay dan Haiti, pendekatan yuridis lebih diutamakan dibanding rekonsiliasi, sehingga namanya menjadi Komisi Kebenaran dan Keadilan (justice). Di Afrika Selatan dan Sierra Leone, kebenaran dan rekonsiliasi disandingkan dalam Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC). Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsam) mencatat tidak kurang dari 39 yang sudah mendirikan komisi sejenis dengan berbagai sebutan dan mandat yang berbeda-beda.

Pengalaman dan pengetahuan KKR di sejumlah negara itulah yang kini coba dibagi ke Indonesia lewat pertemuan Managers of Truth Commission Affinity Group di Jakarta. Selama lima hari (21-25 Februari) berbagai pengalaman dan tantangan yang dihadapi masing-masing KKR disampaikan. Tentu saja, pertemuan itu menjadi penting bagi Indonesia yang sedang mempersiapkan KKR sesuai amanat Undang-Undang No. 27 Tahun 2004. Dari sanalah stakeholders KKR di negara ini belajar dari pengalaman negara yang terlebih dahulu membentuk.

 

Salah satu yang tak kalah menarik adalah pengalaman Guatemala. Pasca kudeta 1954, negara itu terus menerus dilanda konflik bersenjata antara militer dan para milisinya dengan Satuan Revolusioner Nasional Guatemala. Akibat konflik selama 36 tahun, tidak kurang dari 200 ribu orang meninggal, kebanyakan dari etnik Maya. Untuk itulah, atas sponsor PBB, dibentuk suatu Komisi untuk Klarifikasi Sejarah Guatemala (CEH).

 

Menurut Marcie Mesrky, mantan Sekretaris Eksekutif CEH, Komisi itu tidak mempunyai yurisdiksi hukum. Meskipun CEH dibentuk untuk menyelidiki kasus-kasus pembunuhan dan penghilangan paksa selama 36 tahun konflik, mandat komisi ini semata-mata untuk mencari kebenaran sejarah atas suatu peristiwa yang menimbulkan konflik.

Tags: