Dilema Pertambangan Tanpa Izin Sebagai Pertambangan Rakyat
Kolom

Dilema Pertambangan Tanpa Izin Sebagai Pertambangan Rakyat

Pertambangan tanpa izin (PETI) identik dengan kehidupan masyarakat kelas bawah. Penutupan kegiatan usaha PETI berarti menambah panjang daftar angka pengangguran dan kemiskinan.

Bacaan 4 Menit

Penanggulangan masalah PETI kerap dilematis karena PETI identik dengan kehidupan masyarakat kelas bawah. Mereka tidak memiliki akses kepada sumber daya ekonomi lain disebabkan oleh keterbatasan pendidikan, keahlian, dan ketrampilan yang dimilikinya. Penutupan kegiatan usaha PETI berarti menambah panjang daftar angka pengangguran dan kemiskinan. Di sisi lain, membiarkan mereka tetap beroperasi dapat diinterpretasikan tidak mengacuhkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meski memberikan dampak yang berbeda, keduanya membawa risiko bagi Pemerintah.

Upaya untuk mewadahi masyarakat miskin (rakyat kecil) melalui pola Pertambangan Rakyat dan Pertambangan Skala Kecil pun masih belum memberikan hasil optimal. Pelaksanaan regulasi dan peraturan pemerintah di bidang pengelolaan sumber daya alam khususnya UU 3/2020—dengan Peraturan Pelaksananya PP 96/2021—terlihat belum optimal. Selain itu, ada prasyarat yang kurang lengkap berkaitan dengan pengaturan tersebut bagi masyarakat daerah yang mau mengelola Wilayah Pertambangan Rakyat. Akhirnya, bisa disimpulkan beberapa faktor yang mendorong PETI terus tumbuh. Pertama, modal usaha relatif kecil dan pelaksanaan dilakukan sederhana/tradisional tanpa menggunakan berteknologi tinggi. Kedua, keterbatasan keahlian pelaku usaha dan sempitnya lapangan kerja menyebabkan usaha pertambangan ini menjadi pilihan utama. Ketiga, ada kemudahan pemasaran produk bahan galian. Terakhir, pelaku usaha beranggapan bahwa prosedur pengurusan izin usaha pertambangan rakyat cenderung berbiaya tinggi. Anggapan itu muncul karena ada jalur birokrasi yang rumit serta memerlukan waktu yang cukup panjang,.

Apa yang diperlukan sekarang adalah kerangka hukum yang lebih kuat untuk mengendalikan kegiatan PETI. Isinya harus mengutamakan terciptanya aspek keadilan prosedural dan distributif—secara sosial, ekonomi dan lingkungan—bagi masyarakat sekitar wilayah pertambangan. Program kesejahteraan sosial dan ekonomi dasar juga diperlukan untuk mendorong penanggulangan dalam upaya pencegahan praktik PETI. Perlu juga pengawasan pemerintah pusat—sebagai tugas negara—dalam mengelola dan mencegah kembalinya praktik PETI melalui program pemberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat. Terakhir, harus juga diperkuat dengan kerangka regulasi dalam prosedur mengurus izin pertambangan—terutama pertambangan rakyat—yang didasarkan pada kebutuhan nyata daerah berdasarkan pendekatan masyarakat lokal.

Kenneth Sunarto S.H., adalah Peminat Hukum Pertambangan & Sumber Daya Alam.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait