Dinilai Sulit Diterapkan, BNPB Dorong Revisi UU Kekarantinaan Kesehatan
Berita

Dinilai Sulit Diterapkan, BNPB Dorong Revisi UU Kekarantinaan Kesehatan

Pemerintah harus jujur dan terbuka motif usulan revisi ini. Jangan karena merasa berat dan terbebani kewajiban terhadap rakyat atau karena ingin melepaskan tanggung jawab pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Situasi pandemi Covid-19 di banyak negara nampaknya bakal berkepanjangan termasuk di Indonesia. Undang-Undang (UU) No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang digunakan pemerintah sebagai instrumen mengatasi situasi pandemi Covid-19 diusulkan perlu direvisi. Sebab, terdapat beberapa pasal yang mesti dilakukan perbaikan melihat situasi kekinian.

“Inilah momen yang tepat untuk memperbaiki UU Kekarantinan Kesehatan,” ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dalam keterangannya di akhir pekan lalu kepada wartawan di Komplek Gedung Parlemen.

Baginya, situasi pandemi Covid-19 momentum tepat melakukan perbaikan/revisi terhadap UU 6/2018. DPR bisa menginisiasi menjadi inisiator terhadap perubahan UU 6/2018 ini. Setidaknya, penanganan wabah penyakit yang berkepanjangan menjadi pengalaman baru bagi pemerintah Indonesia.

Dia menilai dalam penanganan wabah penyakit, seperti halnya Covid-19 dilakukan karantina. Karantina semestinya dilakukan secara berjenjang, selektif, dan terukur. Seperti karantina mulai tingkat RT, desa/kelurahan. Melalui karantina berjenjang berbeda dengan karantina wilayah. Sebab, karantina wilayahl sulit dilaksanakan.

Sementara dalam UU 6/2018, mekanisme yang dilakukan malah mengatur pemberlakuan karantina dengan kompensasi dari pemerintah yakni kewajiban pemerintah dalam mencukupi kebutuhan hidup masyarakat yang berada dalam wilayah karantina. Begitu pula pemenuhan makanan bagi hewan peliharaan sebagaimana tertuang dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan.

Rumusan Pasal 55 ayat (1) yang menyebutkan, “Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat”. Dia menilai pemerinta sangat sulit melaksanakan Pasal 55 ayat (1) bila menetapkan status kakarantinaan wilayah.“Undang-undangnya baik, tapi sulit diaplikasikan. Untuk itu perlu direvisi,” tegasnya.

Selain itu, UU 6/2018 mengatur empat opsi kekarantinaan. Pertama, karantina rumah. Kedua, karantina rumah sakit. Ketiga, karantina wilayah. Keempat, pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Persoalannya dalam UU 6/2018 ketiadaan penjelasan soal bagaimana pencegahan dan impelementasi karantina.

Tags:

Berita Terkait