Ditahan KPK, Politikus PAN Minta Maaf ke Konstituen
Utama

Ditahan KPK, Politikus PAN Minta Maaf ke Konstituen

Andi juga berterima kasih kepada PAN.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Andi Taufan Tiro saat mengenakan rompi tahanan. Foto: RES
Andi Taufan Tiro saat mengenakan rompi tahanan. Foto: RES
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus anggota Komisi V DPR, Andi Taufan Tiro ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Andi merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi suap proyek pembangunan di Maluku pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nurgraha mengatakan, Andi ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas I cabang KPK di Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan. "Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Penahanan pertama terhitung sejak hari ini sampai 20 hari ke depan," katanya di KPK, Selasa (6/9).

Usai menjalani menjalani pemeriksaan, Andi ke luar gedung KPK dengan menggunakan rompi tahanan. Andi tidak banyak berkomentar. Ia hanya menyampaikan permintaan maaf kepada konstituennya. "Ya minta maaf saja kepada konstituen saya di Sulawesi Selatan atas kejadian ini," ujarnya.

"Kedua, saya ucapkan terima kepada PAN," imbuhnya. Ketika ditanya soal keterlibatan para pimpinan Komisi V DPR, Andi lebih memilih diam. Ia langsung berjalan cepat memasuki mobil tahanan. (Baca Juga: PAN Belum Beri Bantuan Hukum Terhadap Andi Taufan)

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka. Ketujuh tersangka tersebut adalah anggota Komisi V dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti, Julia Prasetyarini, Dessy Ariyati Edwin, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku Amran Hi Mustary, Andi, dan anggota Komisi V dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto.

Perkara Damayanti dan Abdul sudah diputus di Pengadilan Tipikor Jakarta, sedangkan Dessy, Julia, dan Budi masih berjalan di pengadilan. Penetapan tersangka Andi, Amran, dan Budi merupakan pengembangan kasus dugaan suap yang melibatkan Damayanti, Dessy, Julia, dan Abdul.  Andi disangka melanggar Pasal 12 huruf a, b, atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam putusannya, Abdul bersama Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Jaya (Jeco Group) Hong Arta John Alfred dinyatakan terbukti bersalah memberikan uang sekitar Rp38,51 miliar yang terdiri dari Rp21,28 miliar, Sing$1,674 juta dan AS$72.727 kepada Andi, Musa Zainuddin, Damayanti, Budi Supriyanto, dan Amran.

Pemberian uang bertujuan agar proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara itu dapat terealisasi. Peristiwa ini bermula pada 28 Oktober 2015. Pimpinan Komisi V DPR dan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR menyetujui aspirasi anggota Komisi V untuk sejumlah proyek jalan di Maluku dan Maluku Utara.

Antara lain, proyek Pelebaran jalan Tehoru-Laimmu senilai Rp41 miliar sebagai program aspirasi Damayanti, proyek rekonstruksi Jalan Werinamu-Laimu senilai Rp5 miliar sebagai program aspirasi Budi Supriyanto, serta proyek pembangunan jalan kontainer ruas Jailolo-Mutui Maluku senilai Rp30 miliar, jalan Boso-Kau senilai Rp40 miliar, pembangunan jalan Wayabula-Sofi senilai Rp30 miliar, peningkatan jalan Wayabula-Sofi Rp70 miliar dan jalan Mafa-Matuting senilai Rp10 miliar yang seluruhnya program aspirasi Andi selaku Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PAN.

Ada pula poyek jalan Laimu-Werinama senilai Rp50 miliar, jalan Haya-Tehoru senilai Rp50 miliar, jalan Aruidas-Arma senilai Rp50 miliar, jalan Tehoru-Laimu senilai RP50 miliar, jalan Piru-Waisala senilai Rp50,44 miliar, jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54,32 miliar yang semuanya program aspirasi Kapoksi PKB Musa Zainuddin dari dapil Lampung.

Dari rencana proyek-proyek tersebut, kemudian Abdul, Aseng, dan Hong Arta memberikan suap kepada Amran sebesar Rp13,78 miliar dan Sing$202.816, Andi sebesar Rp7,4 miliar, Musa Rp3,8 miliar dan Sing$328.377, Damayanti sebesar Rp3,28 miliar dan AS$72.727 serta Budi menerima Sing$305 ribu. (Baca Juga: Demi Proyek, Pengusaha Gelontorkan Uang Puluhan Miliar ke Legislator)

Uang yang diterima empat Anggota Komisi V itu merupakan komitmen fee dari proyek yang diperoleh. Misalnya proyek aspirasi dari Musa, Abdul dan Kok Seng diminta untuk menyiapkan komitmen fee delapan persen dari program aspirasi senilai Rp104 miliar. Permintaan ini pun disanggupi. Kemudian, fee diberikan melalui tenaga ahli anggota Komisi V DPR dari fraksi PAN Yasti Soepredjo Mokoagow bernama Jailani.Total fee yang diterima Musa mencapai Rp3,8 miliar dan Sing$328.377.

Andi sendiri menerima uang sebesar Rp7,4 miliar. Berawal pada Oktober 2015. Andi bertemu dengan Abdul dan seorang wiraswasta Imran S DJumadil serta Amran. Dalam pertemuan, Andi mengatakan punya proyek yang bersumber dari program aspirasi senilai Rp170 miliar. Dari jumlah itu Rp100 miliar akan disalurkan dalam bentuk pembangunan jalan di Maluku atau Maluku Utara dan pelelangannya akan dilakukan Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional I Maluku Utara, Quraish Lutfi.

Menanggapi informasi tersebut, Abdul menyatakan keinginannya untuk mengerjakan proyek-proyek dari program aspirasi Andi Andi Tiro serta memberikan fee jika terdakwa jadi pelaksananya.

Kemudian, mereka kembali bertemu pada awal November 2015 dan Andi menyampaikan pembangunan jalan Wayabula-Sofi senilai Rp30 miliar dan peningkatan Wayabula-Sofi sebesar Rp70 miliar sudah disetujui dan akan dilelang oleh Quraish Lutfi. Abdul meminta ke Andi Andi agar bisa menjadi pelaksana proyek dan siap memberikan fee sebesar 7 persen atau Rp7 miliar. Andi Andi pun menyetujui.

Namun,  Andi yang sudah diperiksa di persidangan, membantah telah menerima fee dari Abdul, Aseng, dan Hong Arta. Saat diperiksa sebagai sakai dalam sidang Abdul, Andi menyatakan tidak pernah menerima daftar dana aspirasi berikut alokasi dana dan kode-kodenya, serta tidak tahu jika ada fee 6-7 persen dalam pelaksanaan dana aspirasi.
Tags:

Berita Terkait