DPR: Tindak Pidana Asusila terhadap Anak Diupayakan Masuk RUU KUHP
Terbaru

DPR: Tindak Pidana Asusila terhadap Anak Diupayakan Masuk RUU KUHP

Pidana terhadap orang bersetubuh dan/atau berbuat cabul terhadap anak yang masih di bawah umur yang diatur dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan terkait tetap dapat digunakan oleh penegak hukum yang tentunya tergantung berdasarkan peristiwa hukum yang terjadi dan terpenuhinya unsur-unsur pidananya.

Aida Mardatillah
Bacaan 6 Menit

Dari ketentuan tindak pidana kesusilaan terhadap anak tersebut menunjukkan bahwa delik tersebut masuk dalam kategori delik biasa dan bukan sebagai delik aduan. Dalam Pasal 24 ayat (2) RUU KUHP telah mengatur bahwa tindak pidana aduan harus ditentukan secara tegas dalam undang-undang. Sedangkan dalam Pasal 420 sampai Pasal 423 RUU KUHP tidak mencantumkan penegasan bahwa tindak pidana tersebut merupakan delik aduan. 

“Pengaturan tersebut menunjukkan pembentuk undang-undang telah berupaya untuk memberikan pengaturan kebijakan hukum yang teraktualisasi dengan perkembangan terkini, khususnya terhadap perlindungan anak. Pembahasan RUU KUHP pada periode keanggotaan DPR 2014-2019, mohon maaf, belum selesai, sehingga pembahasan RUU KUHP dimasukkan kembali dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2020-2024 berdasarkan kesepakatan pembentuk undang-undang,” lanjut Supriansa.

Tidaklah mudah

Pada kesempatan yang sama, Pemerintah menyampaikan keterangan melalui Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Hubungan Antar Lembaga Dhahana Putra yang mengatakan, materi pasal yang diuji mengandung delik heteroseksual, homoseksual, dan non-sexual connection. Hubungan heteroseksual dalam delik-delik susila yang diatur dalam KUHP Pasal 285 sampai dengan Pasal 288 yang pada dasarnya norma tersebut menyatakan bahwa wanita adalah sebagai pihak dijadikan objek dari perbuatan yang dipidanakan.

Pasal 285 KUHP mempidanakan seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengannya di luar perkawinan dalam kualifikasi menjadi delik perkosaan atau rape atau d'agression sexuelle. Begitu juga ketentuan Pasal 286 KUHP, seseorang yang melakukan persetubuhan dengan wanita padahal diketahui wanita tersebut dengan keadaan pingsan atau tidak berdaya, yang selanjutnya dapat dipidana.”

Terhadap ketentuan Pasal 287 KUHP, “Unsur pemidanaan terdapat pada seseorang yang bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan yang diketahui atau patut diduga bahwa umurnya belum mampu melakukan perkawinan.”

Begitu juga Pasal 288 KUHP yang mengandung unsur pemidanaan terhadap seseorang yang bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinannya yang diketahui atau statusnya dapat diduga wanita tersebut belum mampu. Jika mengakibatkan luka, luka berat, atau mati, pasal-pasal tersebut jelas mensyaratkan perbuatan persetubuhan sebagai suatu sexual carnal intercourse dengan wanita. Dimana perbuatan tersebut dilakukan di luar perkawinan, terkecuali Pasal 288 KUHP yang justru mempidanakan perbuatan di dalam perkawinan. 

“Pasal 288 KUHP sebenarnya untuk menghadapi apa yang dinamakan oleh memorie van toelichting sebagai kinderhuwelijken menurut hukum adat. Dimana dalam penerapan pemidanaannya, terbatas pada timbulnya suatu akibat yang luka, luka berat, atau mati. Pemidanaannya tergantung dari criterium atau kemampuan kawin dari wanita yang bersangkutan. Selain dari syarat subyektif, terdapat tiga unsur dolus dan culpa dalam Pasal 287, tapi tidak disyaratkan dalam Pasal 244 dan Pasal 245 WvS Belanda,” kata Dhahana.

Tags:

Berita Terkait