DPR Setujui RUU MLA Indonesia-Rusia Jadi UU
Terbaru

DPR Setujui RUU MLA Indonesia-Rusia Jadi UU

Melalui UU ini pemerintah Indonesia dan Federasi Rusia dapat melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Termasuk penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan hasil-hasil dan sarana melakukan tindak pidana melalui bantuan hukum timbal balik dalam masalah hukum pidana agar bisa segera diproses sesuai hukum yang berlaku.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Menkumham Yasonna H Laoly saat pengesahan RUU MLA Indonesia-Rusia menjadi UU dalam rapat paripurna di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (21/9/2021). Foto: Istimewa
Menkumham Yasonna H Laoly saat pengesahan RUU MLA Indonesia-Rusia menjadi UU dalam rapat paripurna di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (21/9/2021). Foto: Istimewa

Rancangan Undang-Undang tentang Perjanjian antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance (RUU MLA) in Criminal Matters disetujui DPR menjadi Undang-Undang. Keputusan itu diambil secara bulat dalam rapat paripurna yang dipimpin langsung Sufmi Dasco Ahmad di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (21/9/2021).

“Apakah RUU Perjanjian antara Republik Indonesia dan Ferderasi Rusia tentang Bantuan Hukum Timbal balik dalam Masalah Pidana dapat disetujui dan disahkan menjadi UU,” ujar Sufmi Dasco Ahmad bertanya kepada anggota dewan yang hadir secara fisik dan virtual. Serentak seluruh anggota dewan pun memberikan persetujuan. (Baca Juga: DPR-Pemerintah Sepakat RUU MLA in Criminal Matters Diparipurnakan)   

Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh dalam laporan akhirnya mengurai sejumlah hal. Dia mengatakan keberadaan RUU tersebut amat penting untuk diberikan persetujuan dan pengesahan sesegera mungkin bagi kepentingan negara dan masyarakat umum, khususnya mengatasi berbagai kejahatan yang bersifat transnasional atau lintas batas yang dapat terjadi di tengah situasi global.

RUU tersebut merespon terhadap kebutuhan penegakan hukum yang memerlukan kerja sama internasional secara komprehensif dengan negara lain, khususnya dengan Federasi Rusia. Dia melanjutkan beleid ini sangat berguna untuk mempererat hubungan bilateral kedua negara yang bersifat saling menghormati dan menguntungkan.

“Melalui UU ini pemerintah Indonesia dan Federasi Rusia dapat melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Termasuk penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan hasil-hasil dan sarana melakukan tindak pidana melalui bantuan hukum timbal balik dalam masalah hukum pidana agar bisa segera diproses sesuai hukum yang berlaku.”

Sebagai catatan, periode 2019 berdasarkan data kepolisian di pulau Bali, pelaku kejahatan yang dilakukan warga asing didominasi antara lain berasal dari Rusia. Teranyar, 3 warga negara asal Rusia melakukan pemerasan terhadap pengusaha asal Uzbekistan di pulau Dewata pada Juli lalu. Sementara pada Februari 2021 lalu, terdapat dua buronan interpol asal Rusia dalam kasus kejahatan narkoba yakni Andrei Kovalenka alias Andrew Anyer bersama pasangannya. Keduanya sempat kabur dari tahanan imigrasi selama 13 hari. Hingga akhirnya kedua pelaku dideportasi ke negara asalnya.

Mengatur asas retroaktif

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly merespon positif atas disetujui dan disahkannya RUU tersebut menjadi UU. Baginya, perjanjian yang disahkan dalam rapat paripurna sangat penting dalam mencegah dan memberantas tindak pidana transnasional. Dia menerangkan tahap pengesahan perjanjian mutual legal asistance (MLA) antar kedua negara dimulai sejak ditandatangani pada 13 Desember 2019 di Moskow, Rusia.

Lalu, pembahasannya dirampungkan bersama DPR pada 6 September 2021 lalu. Dia menilai pengesahan perjanjian MLA bakal memperkuat kerja sama di bidang hukum serta mendukung proses penyidikan, penuntutan, dan eksekusi putusan berupa perampasan aset hasil tindak pidana. Seringkali pelaku kejahatan memanfaatkan keterbatasan yuridiksi negara dengan cara melarikan diri.

“Atau memindahkan aset hasil kejahatan ke luar negeri guna menghindari proses hukum,” ujarnya mewakili pandangan pemerintah.

Guru Besar Krimonologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian itu memaparkan perjanjian MLA antara Indonesia-Rusia merupakan capaian luar biasa bagi diplomasi kedua negara yang memiliki sejarah hubungan diplomatik selama 70 tahun. Terlebih, Rusia merupakan salah satu negara paling berpengaruh di dunia, secara politik maupun secara ekonomi.

Baginya, dalam kerangka perjanjian MLA tersebut, kedua negara dapat melaksanakan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Termasuk penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan hasil dan sarana tindak pidana. Dia menegaskan kerja sama dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip hukum internasional, menghormati kedaulatan negara, dan kedaulatan hukum, kesetaraan dan saling menguntungkan.

Dia melanjutkan dalam UU Perjanjian MLA kedua negara itu pun mengatur asas retroaktif atau berlaku surut. Dengan begitu dapat menjangkau tindak pidana yang terjadi sebelum disahkannya perjanjian MLA ini sesuai aturan yang berlaku. Menurutnya, perjanjian MLA tersebut sejalan dengan arahan dan komitmen kuat Presiden Joko Widodo dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi.

“Dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi (asset recovery) yang dilakukan melalui berbagai platform kerja sama hukum,” katanya.

Tags:

Berita Terkait