Eksaminasi Putusan Pidana Tempo, Pertimbangan Hakim tidak Mendalam
Berita

Eksaminasi Putusan Pidana Tempo, Pertimbangan Hakim tidak Mendalam

Putusan perkara pidana kasus Tempo atas nama terdakwa Bambang Harymurti dieksaminasi. Majelis eksaminasi terdiri dari mantan hakim agung, widyaiswara jaksa, dosen hukum acara pidana dan advokat. Apa hasilnya?

Mys
Bacaan 2 Menit
Eksaminasi Putusan Pidana <i>Tempo</i>, Pertimbangan Hakim tidak Mendalam
Hukumonline

 

Namun demikian, dalam kesimpulannya, majelis eksaminasi menilai ada beberapa kelemahan dalam pertimbangan hakim PN Jakarta Pusat pada saat memutus perkara ini. Misalnya tentang unsur ‘dengan sengaja' dalam pasal XIV UU No. 1 Tahun 1946 dan pasal 311 KUHP yang didakwakan. Hakim hanya menguraikan teori-teori ‘dengan sengaja', tetapi tidak menentukan teori mana yang dijadikan acuan, dan apa pertimbangan hakim memilih teori tersebut.

 

Majelis eksaminasi juga menemukan fakta bahwa dalam pertimbangannya hakim tidak dapat membuktikan unsur dengan sengaja menerbitkan keonaran di tengah rakyat yang dilakukan Bambang Harymurti. Demikian pula unsur bersama-sama yang tidak jelas dengan siapa dilakukan, karena terdakwa lain Achmad Taufik dan Teuku Iskandar Ali justeru dibebaskan majelis.

 

Dari sisi Undang-Undang Pers, hakim PN Jakarta Pusat pun tak menyinggung sama sekali mengenai hak tolak yang dimiliki pers dalam melindungi identitas dari sumber berita.

 

Selain hakim, majelis eksaminasi juga ‘menyentil' jaksa dalam pembuatan surat dakwaan. Jaksa tidak menjelaskan peran yang dilakukan Bambang Harymurti bersama-sama dengan Achmad Taufik dan Teuku Iskandar Ali, padahal mereka dijerat pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut A.J Day, jaksa penuntut umum dalam perkara ini juga telah keliru dalam mendakwakan pasal 311 KUHP.

 

Menurut pengajar di Pusdiklat Kejaksaan Agung itu, pasal 310 adalah bersifat accessoir terhadap pasal 310. Delik pasal 311 tidak bersifat mandiri, melainkan tergantung pada pasal 310 KUHP.

 

Meskipun ada beberapa kelemahan yang disimpulkan, majelis eksaminasi sependapat dengan jaksa dalam beberapa hal. Misalnya soal dampak pemberitaan. Majelis eksaminasi publik berpendapat, seharusnya penulis dan pemimpin media massa mengetahui akibat dari berita mereka. Meskipun menggunakan kaidah bahasa Indonesia, namun belum tentu suatu media hanya dibaca oleh mereka yang mengerti penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

 

Dalam konteks ini, majelis eksaminasi mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Pers, terutama merumuskan delik formil dan materiil. Perlu dijelaskan pula secara detail tentang delik pers. Penggunaan UU No. 1 Tahun 1946 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. 

Majelis hakim Pengadilan Negeri jakarta Pusat yang menangani perkara pidana kasus Tempo tidak melakukan analisis dan pertimbangan mendalam. Majelis hanya memberikan pertimbangan hukum sekedarnya saja, tanpa merasa perlu melakukan penggalian lebih mendalam terhadap semua unsur yang didakwakan jaksa.

 

Demikian antara lain kesimpulan majelis beranggotakan empat orang yang melakukan eksaminasi publik atas perkara pidana atas nama terdakwa Bambang Harymurti (putusan perkara no. 1426/Pid.B/2003/PN. JKT.Pst). Hasil kajian dan kesimpulan majelis eksaminasi itu dipaparkan ke publik di Gedung Jakarta Media Center Jakarta, Kamis (4/3) siang.

 

Eksaminasi publik itu dilakukan atas kerjasama Masyarakat Pemantau Peradilan Universitas Indonesia (MaPPI UI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Untuk melakukan kajian, mereka menunjuk empat ‘ahli' hukum sebagai majelis, yakni A.J Day (mantan jaksa), J. Johansjah (mantan hakim agung), T. Nasrullah (staf pengajar FH UI) dan Frans Hendra Winarta (advokat/Komisi Hukum Nasional).

 

Perkara Bambang Harymurti sengaja dipilih MaPPI dan ICW karena kasus pencemaran nama baik itu dianggap sebagai salah satu yang sangat mempengaruhi kebebasan pers. Para penggagas mengklaim bahwa eksaminasi tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan hakim.

Tags: