Guru Besar FH UGM Ungkap 7 Penyebab Munculnya Mafia Tanah
Utama

Guru Besar FH UGM Ungkap 7 Penyebab Munculnya Mafia Tanah

Mulai dari administrasi pertanahan belum terintegrasi; tanda bukti hak atas tanah belum tunggal; sikap abai pemilik terhadap sertifikat; kebijakan pemberian hak atas tanah bersifat liberal dan pengawasan lemah; berakhir atau hapusnya hak atas tanah belum sistematis; tingginya tingkat persaingan antar notaris/PPAT; dan lemahnya profesionalisme penegak hukum.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Keempat, mafia tanah dapat memanfaatkan tingginya tingkat persaingan antara notaris/PPAT. Nurhasan mencatat ada notaris yang sudah tidak aktif lagi, tapi namanya masih digunakan. Kelima, kebijakan pemberian hak atas tanah bersifat liberal atau tanpa batas dan pengawasannya lemah. Kebijakan ini membuka ruang untuk memberikan hak atas tanah secara luas. “Harusnya pemberian hak itu dilakukan secara bertahap guna mengurangi potensi tanah terlantar,” sarannya.  

Keenam, perlu dilakukan edukasi terhadap pemilik hak atas tanah untuk menjaga tanda bukti atas tanahnya agar tidak disalahgunakan pihak lain. Ketujuh, lemahnya profesionalisme aparat penegak hukum dan pengawasan oleh lembaga terkait (Kementerian ATR/BPN, red).

Modus mafia tanah

Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN, R Bagus Agus Widjayanto, mencatat modus paling banyak dilakukan dalam kejahatan di bidang pertanahan yakni pemalsuan dokumen (66 persen); penggelapan dan penipuan (16 persen); dan okupasi ilegal (11 persen). Kewenangan ATR/BPN dalam menyelesaikan sengketa pertanahan terutama penyidikan kejahatan di bidang pertanahan sifatnya sangat terbatas. Oleh karena itu, ATR/BPN membutuhkan lembaga lain untuk memberantas mafia tanah.

“Dalam menangani kasus pidana terkait mafia tanah, ATR/BPN bekerja sama dengan Polri, Kejaksaan, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Agung,” ungkap Agus dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, modus kejahatan yang dilakukan mafia tanah bentuknya beragam, seperti pemalsuan tanda hak atas tanah. Dengan modal dokumen palsu itu mafia tanah mengklaim kepemilikan bidang tanah tertentu. Di wilayah Banten dan Bekasi ditemukan ada pelaku yang memproduksi girik baru dengan stempel asli dan pelakunya merupakan mantan pegawai pajak. Bahkan, mafia tanah tak segan untuk menggugat pidana pemilik tanah asli jika klaim mereka atas tanah dipersoalkan.

Ada juga modus mafia tanah untuk mencari legalitas di pengadilan. Agus memaparkan mafia tanah menggunakan pengadilan untuk memutus agar mereka legal memiliki bidang tanah. Caranya dengan berpura-pura mengajukan gugatan perdata. Padahal pihak penggugat dan tergugat adalah kelompok mafia tanah itu sendiri.

Mereka menggunakan dokumen palsu, misalnya girik atau eigendom verponding. Dalam tuntutannya penggugat meminta agar ditetapkan sebagai pemilik yang sah atas tanah yang diklaim tersebut. Jika amar putusan mengabulkan gugatan, maka putusan ini dijadikan sarana untuk mengeksekusi. “Putusan itu digunakan untuk mengajukan permohonan hak atas tanah,” katanya.

Tags:

Berita Terkait