Senayan didominasi politisi Jakarta, ujar Lucky Djani, Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW, didamping peneliti lain Ibrahim ZF Badoh, Febri Hendri dan Affan Tojeng.
Soal keterwakilan itu baru merupakan salah satu indikator. Yang lain misalnya bisa dilihat dari fakta hanya dua orang anggota Dewan yang perolehan suaranya melebihi bilangan pembagi pemilih.
ICW juga menyoroti kecenderungan masuknya pengusaha menjadi anggota Dewan. Bila pada periode 1999-2004 jumlah pengusaha hanya 168 orang, sekarang mengalami kenaikan menjadi 215 orang atau setara 39,09 persen dari total anggota DPR.
Meskipun ada indikasi korupsi dan minimnya sifat keterwakilan mereka, toh ICW mencatat sisi positif komposisi anggota DPR. Misalnya, banyaknya orang hukum yang duduk di Komisi III DPR sehingga menjadi kontribusi positif bagi penyusunan perundang-undangan. Disamping itu, dari segi pendidikan formal, jumlah anggota Dewan yang berpendidikan S2 dan S3 mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya.
Dugaan korupsi itu dapat berupa penyelewengan dana APBD semasa anggota Dewan masih menjadi anggota DPRD di daerah masing-masing. Dari jumlah 40 yang disinyalir ICW, 15 orang di antaranya memang bekas anggota DPRD tingkat I dan II; sementara, 19 orang merupakan anggota DPR periode 1999-2004. Bekas Ketua DPRD Jawa Barat Eka Santosa dan mantan anggota DPRD Kalimantan Barat Agustinus Clarus masuk kategori ini.
Namun ada pula yang namanya disebut karena keikutsertaannya dalam perjalanan dinas ke luar negeri yang diduga dibiayai Pertamina. Politisi PKS Irwan Prayitno, Royani Haminullah, Noviantika Nasution dan Zainal Arifin (PDIP) serta Agusman Effendi (Golkar) termasuk yang berangkat ke Korea Selatan dan Hongkong.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menduduki peringat pertama dari segi jumlah (15), menyusul Partai Golkar (10), PPP (8), Partai Demokrat dan PAN (masing-masing 3), dan Partai Keadilan Sejahtera (1).
Keterwakilan
Jargon DPR sebagai wakil rakyat kini mulai digugat. Selain indikasi korupsi tadi, tim peneliti ICW juga menemukan, banyak anggota DPR yang tidak representatif mewakili rakyat pemilih.
Kesimpulan itu ditarik dari ketidakterkaitan domisili anggota Dewan dengan daerah yang diwakilinya. Bayangkan, dari 550 anggota DPR, sebanyak 376 orang (68 persen) berdomisili tidak sesuai dengan daerah yang diwakilinya. Ini memang tidak aneh karena mayoritas (65,41 persen) anggota Dewan bertempat tinggal di Jakarta. Padahal, mereka mewakili 33 provinsi seluruh Indonesia.