Ijab Kabul Pakai Teleconference karena Pandemi, Bagaimana Hukumnya?
Utama

Ijab Kabul Pakai Teleconference karena Pandemi, Bagaimana Hukumnya?

Kementerian Agama membuka pendaftaran nikah secara daring.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perkawinan. Dua orang sedang menunjukkan buku nikah. Foto: HOL
Ilustrasi perkawinan. Dua orang sedang menunjukkan buku nikah. Foto: HOL

Gara-gara penyebaran coronavirus disease (Covid-19) banyak kegiatan masyarakat yang terhalang. Apalagi pemerintah sudah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Polisi juga turun ke jalan-jalan membubarkan kerumunan, termasuk pesta perkawinan. Bagaimana dengan mereka yang sudah lamaran dan menentukan tanggal menikah pada saat era pencegahan pandemi Covid-19?

Apakah memungkinkan calon pengantin laki-laki dan perempuan (beragama Islam) tidak bertemu, tetapi ijab kabul dilangsungkan menggunakan perangkat teknologi; ijab kabul menggunakan teleconference? Ketua Lakpesdam NU, Rumadi, berpendapat persoalan ini sebetulnya sudah sejak dulu dibahas para ulama, bahkan ketika teknologi belum mengenal adanya teleconference. Ketika itu orang baru memperdebatkan masalah ijab kabul melalui sambungan telepon, artinya yang terdengar hanyalah suara dan tak terlihat gambar atau video mempelai pria yang mengucapkan ijab qabul. “Banyak yang berpandangan ketika itu, hanya menggunakan sambungan telepon saja juga sudah bisa dianggap sebagai satu majelis,” terangnya.

Untuk diketahui, salah satu syarat ijab qabul harus dilakukan dalam satu majelis. Jika ijab qabul melalui telepon saja sudah bisa dianggap satu majelis, kata Rumadi, tentu ijab qabul melalui video call dengan teknologi yang tak sekadar terdengar suara melainkan juga gambar lebih bisa dianggap sebagai satu majelis. Apalagi, antara penghulu, wali perempuan dan mempelai laki-laki juga bisa berkomunikasi langsung melalui teleconference ini.

(Baca juga: Simak Ulasan Pakar Soal Ijab Kabul Secara Online).

Perlu diingat, dulu yang menjadi persoalan jika ijab qabul dilakukan via telepon adalah kekhawatiran akan adanya manipulasi orang yang mengucapkan akad. “Kekhawatirannya dulu apakah yang melakukan akad ini orang yang benar atau tidak. Mengingat sekarang bisa dilihat gambarnya dan bahkan bisa berinteraksi langsung melalui zoom atau teleconference, risiko manipulasi orang itu tentu jauh lebih kecil bahkan mungkin tidak ada,” jelasnya.

Intinya, katanya, pemahaman terkait maksud dari satu majelis itu saat ini sudah jauh lebih berkembang. Dalam arti, tidak ada keharusan berhadap-hadapan lagi secara fisik dalam kondisi darurat. Apalagi dengan situasi Covid-19 yang risiko penularannya sangat besar tentu kebolehan untuk melakukan akad (ijab qabul) via teleconference menjadi jauh lebih kuat.

Pengajar Hukum Keluarga dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Mesraini juga pernah menjelaskan kepada hukumonline adanya perbedaan pemaknaan para ulama atas konsep ittihaadul majelis (satu majelis). Ada ulama yang memaknai harus dalam satu waktu dan satu tempat, tapi ada juga yang berpandangan harus satu waktu namun boleh berbeda tempat.

Cuma, Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya mengatur unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam akad nikah dan belum mengatur secara spesifik keharusan hadir tidaknya para pihak hadir dalam pelaksanaan akad. Alhasil, berdasarkan hukum negara, penentu sah atau tidaknya ijab kabul adalah terpenuhinya rukun ditambah dengan pencatatan perkawinan, tidak masalah jika harus berbeda lokasi. “Ketika orang yang melakukan pernikahan sudah melaporkan ke negara dan pegawai pencatat nikah sudah mengawasi berlangsungnya akad ijab kabul tadi, sebenarnya ya sudah sah,” tukas Mesraini.

Relevan dengan pandangan itu, dalam tulisan hukumonlinesebelumnya, Dosen IAIN Sunan Ampel, Abdussalam Nawawi, berpendapat bahwa jika salah satu pihak tidak hadir dalam prosesi akad, namun keduanya dihubungkan melalui bantuan teknologi dengan sangat meyakinkan sekalipun lokasinya berbeda, maka dapat dihukumi sebagai satu majelis. Karena perkembangan dunia saat ini, kata Abdussalam, tidak bisa lagi membatasi ijab kabul harus dalam satu ruang dan waktu. “Kembali lagi pada inti ijab kabul adalah akad atau perjanjian, selama rukun dan syarat terpenuhi ijab kabul menjadi sah,” jelas Abdussalam kepada hukumonline.

(Baca juga: Seputar Ijab Kabul dan Perceraian Jarak Jauh).

Senada dengan Abdussalam, dosen Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamarusdiana menegaskan bahwa konsep ijab qabul sebenarnya tidak harus satu majelis atau satu tempat, namun harus dalam satu waktu dan tidak ada jeda saat pengucapan ijab kabul antara calon mempelai pria dengan wali dari calon mempelai wanita sebagaimana diatur dalam Pasal 27 KHI.

Tetapi, Kamarusdiana mengingatkan agar jangan sampai ijab qabul via daring ini digeneralisir tanpa melihat unsur kedaruratannya. Jika memang dapat dilakukan secara umum, maka harus dilakukan menurut konsep hukum ideal yang menghendaki kehadiran para pihak, terkecuali memang terdapat unsur-unsur darurat.

Pencatatan nikah secara daring

Bagi mereka yang ingin mencatatkan pernikahan pada era PSBB, tak perlu khawatir. Meskipun seluruh pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) diminta bekerja dari rumah (work from home/WFH) selama masa pencegahan Covid-19, Kementerian Agama memastikan pelayanan pencatatan perkawinan tetap dibuka.

Dihubungi hukumonline, Rabu (2/4) kemarin, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, memastikan bahwa layanan pencatatan nikah tetap berjalan. Namun, layanan ini dikhususkan bagi calon pengantin (catin) yang sudah mendaftar sebelum kebijakan WFH. "Untuk saat ini, karena kebijakan WFH bagi semua pegawai Kemenag hingga tingkat KUA, maka pelayanan pencatatan nikah dilaksanakan bagi mereka yang sudah mendaftar," kata dia.

Adapun bagi warga yang belum menikah namun sudah memiliki niat untuk mendaftarkan pernikahan, tetap akan dilayani secara online melalui laman simkah.kemenag.go.id. Meskipun demikian, Kamaruddin mengimbau para calon pengantin untuk melakukan perencanaan ulang terkait tanggal atau waktu pelaksanaan acara pernikahannya dengan memperhatikan kondisi tanggap darurat saat ini. "Jika memungkinkan, waktu seremonial acara pernikahan dijadwal ulang sehingga prosesnya bisa berjalan dalam suasana dan kondisi yang lebih baik," katanya.

Bagaimana cara mendaftarkan layanan pencatatan nikah secara daring? Tinggal klik www.simkah.kemenag.go.id. Masuk ke fitur Daftar Nikah, lalu pilih lokasi dan waktu nikah. Jika sudah selesai, Anda akan diminta mengisi data calon suami dan calon isteri (calon pengantin). Tentu ada sejumlah data yang harus diisi. Setelah itu, cek ulang dokumen, sekaligus memastikan apakah data yang diisi secara daring sudah benar-benar sesuai dengan dokumen pendukung. Selanjutnya, masukkan nomor kontak untuk mempermudah petugas menghubungi. Setelah mengunggah foro, Anda tinggal mencetak bukti pendaftaran yang disediakan secara daring.  

Tags:

Berita Terkait