Industri Properti dan Real Estat Perlu Berperan Aktif dalam Bursa Karbon
Terbaru

Industri Properti dan Real Estat Perlu Berperan Aktif dalam Bursa Karbon

Dengan meningkatkan partisipasi publik pada perdagangan karbon dan memotivasi melalui insentif keuangan, industri properti dapat memimpin jalan menuju masa depan yang lebih hijau dan ramah lingkungan.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 5 Menit
Managing Partner di WNP ASIA Law Firm, Indra K. Wardani. Foto: istimewa.
Managing Partner di WNP ASIA Law Firm, Indra K. Wardani. Foto: istimewa.

Korporasi di industri properti dan real estat perlu meningkatkan literasi tentang pembangunan berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh  Managing Partner di WNP ASIA Law Firm, Indra K. Wardani, saat menyoroti tantangan pemanasan suhu global akibat perkembangan pembangunan yang masif.

 

“Guna mendorong peningkatan capaian target zero emisi karbon secara optimal, partisipasi dunia usaha khususnya industri properti dan real estat menjadi hal yang harus ditingkatkan melalui instrumen yang disiapkan pemerintah,” kata Indra.

 

Industri properti, lanjut Indra, adalah salah satu kontributor emisi karbon global. Mulai dari proses konstruksi hingga penggunaan sehari-hari, properti membutuhkan sumber daya dan energi yang menghasilkan emisi secara signifikan. Mekanisme perdagangan karbon sendiri dapat memberikan insentif ekonomi untuk mengurangi emisi karbon. Dengan cara mengintegrasikan perdagangan karbon, industri properti dapat mengadopsi praktik konstruksi dan operasional yang lebih ramah lingkungan.

 

Sebagai konsultan hukum pasar modal yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indra K. Wardani mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pembinaan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) telah memberikan kewenangan untuk mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor pertukaran karbon kepada OJK. Menindaklanjuti kewenangan tersebut, OJK pun telah menerbitkan Peraturan OJK No. 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Pertukaran Karbon (Peraturan OJK) dan Surat Edaran OJK No. 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Pertukaran Karbon (Surat Edaran OJK). Peraturan OJK memuat pedoman dan acuan bagi penyelenggara pertukaran karbon serta OJK untuk mengatur, mengawasi, dan berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait dalam perdagangan karbon di Indonesia melalui pertukaran karbon nasional.

 

Bersamaan dengan kedua aturan tersebut, OJK menyetujui PT Bursa Efek Indonesia (penyelenggara Bursa Efek Indonesia atau BEI) menjadi penyelenggara pertukaran karbon. Atas persetujuan tersebut, BEI segera menerbitkan peraturan yang memperbolehkan pemilik usaha untuk memulai perdagangan melalui bursa karbon (IDX Carbon) dengan menerbitkan surat keputusan berikut:

 

  1. Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No. Kep-00295/BEI/09-2023 tentang Peraturan Pendaftaran Unit Karbon di Penyelenggara Bursa Karbon.
  2. Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No. Kep-00296/BEI/09-2023 tentang Peraturan Perdagangan Unit Karbon Melalui Penyelenggara Bursa Karbon.
  3. Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No. Kep-00297/BEI/09-2023 tentang Peraturan Pengguna Jasa Bursa Karbon.
  4. Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No. Kep-00298/BEI/09-2023 tentang Peraturan Pengawasan Perdagangan Melalui Bursa Karbon.

 

Secara singkat, Indra K. Wardani menguraikan bahwa unit karbon merupakan bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis yang mewakili satu ton karbon dioksida. Kepemilikan ini tercatat dalam Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) yang pendaftarannya saat ini berada di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK). Unit karbon yang diperdagangkan melalui pertukaran karbon dianggap sebagai efek (efek), dan diatur serupa dengan efek di sektor pasar modal.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait