Pocket Lawyer Hambat Akses Pencari Keadilan
Utama

Pocket Lawyer Hambat Akses Pencari Keadilan

Jadi alat untuk melegitimasi pelanggaran hak tersangka atau terdakwa atas bantuan hukum.

Imam Hadi Wibowo
Bacaan 2 Menit
Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma (kanan) dan Tony Budijaja (kiri). Foto: Sgp
Ketua YLBHI Alvon Kurnia Palma (kanan) dan Tony Budijaja (kiri). Foto: Sgp

Anggara mengernyitkan dahi ketika membaca tiga pucuk surat yang ada di tangannya. Surat pertama berisikan surat kuasa yang diberikan oleh seorang anak di bawah umur berinisial BOW –yang tersandung kasus narkotika- kepada seorang advokat. Surat kedua adalah surat pernyataan yang isinya menyatakan BOW tak bersedia didampingi oleh advokat. Yang ketiga adalah berita acara penolakan BOW untuk didampingi advokat.

Ada beberapa kejanggalan yang membuat ekspresi Anggara menjadi lebih serius meneliti kata demi kata di tiga pucuk surat itu. Pertama adalah ketika BOW memberi kuasa kepada advokat. Padahal anak di bawah umur dianggap belum cakap hukum sehingga tak layak melakukan perbuatan hukum seperti memberi surat kuasa.

Kejanggalan kedua adalah surat kuasa, surat pernyataan tak bersedia didampingi advokat dan berita acara penolakan didampingi advokat ditandatangani oleh BOW pada hari, tanggal, bulan dan tahun yang sama. Yaitu pada saat BOW disidik oleh penyidik Polsek di wilayah Jakarta Pusat.

Keanehan ketiga dari tiga surat itu adalah sangat tidak masuk akal bila seseorang yang awalnya memberi kuasa, lalu beberapa saat kemudian menolak didampingi oleh advokat yang telah ia beri kuasa.  

Anggara yang sudah belasan tahun memberi bantuan hukum secara cuma-cuma mengaku kejanggalan surat semacam itu adalah hal yang biasa terjadi. Terutama bila yang tersangkut kasus hukum adalah anak-anak atau orang dewasa yang miskin.

Rekayasa surat seperti kasus di atas terpaksa dibuat oleh penyidik demi kelengkapan administrasi prosedural suatu perkara, terutama perkara-perkara yang tersangkanya wajib didampingi penasehat hukum. Dengan adanya surat yang sudah direkayasa itu maka seolah-olah hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum telah terpenuhi. “Sekedar memenuhi ketentuan undang-undang,” kata Anggara kepada hukumonline, Selasa (15/5).

Senada, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma menyatakan banyak advokat yang kerap dijadikan alat legitimasi pelanggaran hak tersangka atau terdakwa atas bantuan hukum. Modusnya mirip dengan yang dialami BOW di atas. Praktik yang biasa disebut pocket lawyer ini, kata Alvon, berkembang di negara-negara Balkan dan Eropa Timur.

Menurut Alvon, praktik pocket lawyer ini menghambat akses masyarakat terhadap keadilan. Betapa tidak, yang lebih dikedepankan oleh pocket lawyer ini adalah hal-hal formal prosedural yang kerap bertentangan dengan profesionalitas advokat.

Di Indonesia, lanjut Alvon, pocket lawyer ini menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan aparat penegak hukum lain. Aparat butuh legitimasi atas pemenuhan hak bantuan hukum, sedangkan pocket lawyer butuh klien.

Parahnya, masih menurut Alvon, kalaupun ada pocket lawyer yang memberi bantuan hukum kepada klien, itu pun tak maksimal. “Padahal di dalam UU Advokat dan kode etik, advokat tetap wajib memberikan pelayanan jasa hukumnya yang terbaik,” kata Alvon dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (15/5).

Pada kesempatan yang sama, advokat yang juga pendiri Budidjaja Institute, Tony Budidjaja menyatakan saat ini ada dua jenis advokat. Pertama advokat yang masih paham dan mau menjalankan tanggung jawab profesinya sebagai advokat. Kedua adalah jenis sebaliknya.

“Tanggung jawab profesi advokat adalah membela pihak yang layak dibela. Yaitu mereka yang lemah secara ekonomi, sosial dan keterbatasan lainnya. Ini sudah mulai luntur di para advokat,” kata Tony yang juga tercatat sebagai Wakil Sekjen PERADI ini.

Pengawasan organisasi
Khawatir bakal menghambat lebih jauh para pencari keadilan, Alvon berharap agar praktik pocket lawyer ini segera dihentikan. Caranya dengan meningkatkan peran pengawasan oleh organisasi advokat. “Sayang saat ini organisasi advokatnya lebih disibukkan dengan masalah perpecahan,” kata Alvon.

Pengawasan, lanjut Alvon juga harus ditingkatkan kepada aparat penegak hukum yang menggunakan jasa pocket lawyer ini. “Agar aparat penegak hukum itu memenuhi kewajiban hukum dalam menjalankan tugasnya.”

Pandangan senada diungkapkan Anggara. Menurut dia organisasi advokat memiliki peran penting untuk mengawasi praktik pocket lawyer. “Untuk melindungi kepentingan masyarakat pencari keadilan.”

Selain pengawasan oleh organisasi advokat, Anggara juga berharap pengadilan dapat lebih peduli dengan masalah-masalah prosedural seperti yang dialami BOW dan masyarakat lain. Soalnya selama ini pengadilan cenderung mengabaikan pelanggaran-pelanggaran prosedural dan hak para pencari keadilan.

“Pengadilan via putusannya penting juga (untuk menghentikan praktik
pocket lawyer). Karena kalau pengadilan tidak peduli, maka praktik seperti itu akan berjalan terus,” tutupnya.

Tags: