Ke Mana Arah Hunian Berimbang Pasca UU Cipta Kerja
Kolom

Ke Mana Arah Hunian Berimbang Pasca UU Cipta Kerja

Langkah penataan hunian berimbang dapat dikatakan belum selesai. Masih terdapat pekerjaan yang harus diselesaikan pemerintah.

Bacaan 7 Menit

Konsep Hunian Berimbang

Apa dan bagaimana konsep hunian berimbang? Konsep hunian berimbang merupakan suatu konsep yang mewajibkan pelaku pembangunan ketika membangun perumahan harus dilakukan secara “berimbang”. Berimbang memiliki makna: Pertama, dalam pembangunan rumah tunggal dan rumah deret dalam pembangunannya harus terdapat rumah mewah, rumah menengah dan rumah sederhana. Kedua, dalam pembangunan rumah susun komersial dalam pembangunannya harus terdapat rumah susun umum sebanyak 20 % (dua puluh) persen dari total luas lantai rumah susun yang dibangun. Esensi sederhananya konsep ini memberikan rekayasa keadilan khususnya pemenuhan rumah umum bagi MBR.

Konsep hunian berimbang ini dituangkan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman yakni “Badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang”. Artinya secara imperatif pelaku pembangunan wajib untuk mewujudkan perumahan dengan hunian berimbang. Bentuk dari pemenuhan hunian berimbang diatur dalam Pasal 35 ayat (1) dalam Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman yakni “Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah”.

Untuk, perbandingan komposisi jumlah rumah yang harus di bangun 3:2:1 (tiga berbanding dua berbanding satu). Perbandingan 3:2:1 diartikan 3 atau lebih rumah sederhana berbanding 2 rumah menengah berbanding 1 rumah mewah. Artinya ketika pelaku pembangunan membangun 1  rumah mewah maka pelaku pembangunan wajib membangun 2 rumah menengah dan 3 rumah sederhana. Jika pelaku pembangunan hanya membangun 1 rumah mewah atau 2 rumah menengah maka pelaku pembangunan harus membangun 3 rumah sederhana. Komposisi ini diatur dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman Dengan Hunian Berimbang yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 7 Tahun 2013.

Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman, juga memberikan batasan tempat hunian berimbang itu dapat dibangun. Jika pembangunan dilakukan dalam skala besar maka hunian berimbangan harus dibangun dalam satu hamparan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (2) yakni “Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan”. Jika pembangunan tidak dilakukan dalam skala besar maka pembangunannya dapat saja dilakukan tidak dalam satu hamparan tapi harus harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) yakni ”Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota”.

Berbeda dengan rumah tunggal dan deret, pada rumah susun yakni khususnya rumah susun komersial konsep hunian berimbang tidak menggunakan perbandingan 3:2:1 (tiga berbanding dua berbanding satu), akan tetapi mewajibkan pelaku pembangunan menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (2) yakni “Pelaku pembangunan rumah susun komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun”.

Kewajiban 20% tersebut dapat dilakukan pada lokasi rumah susun komersial tersebut dibangun atau dilakukan di luar lokasi kawasan rumah susun. jika di bangun di luar lokasi rumah susun pembangunan harus dilakukan pada kabupaten/kota yang sama. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 16 yakni “Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan di luar lokasi kawasan rumah susun komersial pada kabupaten/kota yang sama”.

Arah baru Hunian Berimbang

Bagaimana wajah baru regulasi hunian berimbang pada Undang-Undang Cipta Kerja? Jika dilihat pada RUU Cipta Kerja, pada awalnya konsep yang diatur adalah memberikan alternatif tambahan tempat pemenuhan hunian berimbang. RUU Cipta memberikan alternatif bagi pelaku pembangunan yakni pembangunan rumah sederhana dan rumah susun umum dapat dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota yang berbatasan. Tapi pada naskah Undang-Undang Cita Kerja, yang telah disahkan dan diundangkan, arah penataan regulasi nya berbeda. Permasalahan terbatasnya tanah, sulitnya memperoleh tanah dan mahalnya harga tanah dijawab dengan konsep “konversi”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait