Kedudukan Resolusi DK PBB dalam Sistem Hukum Indonesia
Kolom

Kedudukan Resolusi DK PBB dalam Sistem Hukum Indonesia

Perlu disusun formulasi khusus yang ideal untuk menyusun Resolusi DK-PBB dalam regulasi nasional.

Bacaan 2 Menit

Pada bulan April tahun 2018 Kapal MV Wise Honest yang berasal dari Korea Utara diamankan Lanal Balikpapan. Kapal kargo curah kering bermuatan 26.500 metrik ton batu bara tersebut tersebut dinakhodai Kim Chung Son, dan 24 anak buah kapal (ABK) yang seluruhnya berkewarganegaraan Korea Utara. Mereka mengaku berlayar dari membawa batubara dari salah satu pelabuhan di Rusia dengan tujuan Samarinda. Lalu, bongkar muat di dengan kapal sejenis menuju Tiongkok dan berencana ini melakukan over ship di perairan Balikpapan.

Pada Kasus tersebut  Nakhoda kapal dikenakan empat pasal di antaranya kesatu yakni memasuki Indonesia lebih dari 2x24 jam tanpa melapor ke imigrasi Balikpapan, dan melanggar pasal 114 (1) Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian. Kedua, memasuki wilayah otoritas pelabuhan dengan muara khusus batu bara tanpa laporan Syahbandar, dan melanggar pasal 295 Jo pasal 47 undang-undang nomor 17 tahun 2018 tentang Pelayaran. Ketiga, tidak memiliki sertifikat/surat pencegahan pencemaran dari kapal, melanggar pasal 302 (1) Jo pasal 117 (2) undang-undang no 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Putusan Incrahct dalam kasus tersebut adalah Nakhoda Kapal M/V Wise Honest membayar denda sebesar Rp400 juta kepada Jaksa Eksekutor. Kemudian Kapal M/V Wise Honest dan dokumen-dokumen kapal dikembalikan kepada Nakhoda Kapal M/V Wise Honest, sementara batubara sebanyak 26,500 MT dan dokumen-dokumennya dikembalikan kepada pemiliknya. Namun setelah eksekusi putusan dilaksanakan pemerintah Amerika Serikat mengajukan permonohan permintaan Bantuan Hukum Timbal Balik/MLA kepada Pemerintah RI dalam hal ini melalui Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan penyitaan terhadap Kapal M/V Wise Honest.

Dari serangkaian tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum di Indonesia antara lain Kejaksaan Republik Indonesia melaksanakan Penuntutan dan Eksekusi terhadap perkara MV Wise Honset dan Kepolisian Republik Indonesia yang menerima permohonan Bantuan Hukum Timbal Balik/MLA untuk melakukan penyitaan terhadap Kapal M/V Wise Honest, serangkaian tindakan tersebut bukanlah Pro Justicia dari pelaksanaan Resolusi Dewan Keamanan PBB.

Resolusi Dewan Keamanan PBB sangat krusial untuk ditransformasi ataupun diadopsi dalam hukum nasional karena merupakan landas pijak bagi penegak hukum untuk melaksanakan Pro Justicia dari Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam wilayah yurisdiksi Indonesia, Sehingga perlu disusun formulasi khusus yang ideal untuk menyusun Resolusi DK-PBB dalam regulasi nasional. Selanjutnya tidak kalah pentingnya perlu dilakukan pertimbangan secara utuh terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB yang bersifat politis dan dapat merugikan kepentingan nasional.

*) SAKAFA GURABA SH.,MH., adalah Jaksa Fungsional Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Kejaksaan Agung. Tulisan ini pendapat pribadi tidak mewakili institusi tempat Penulis bekerja.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait