Kemenaker Usulkan Dua Ketentuan dalam Revisi PP JHT
Berita

Kemenaker Usulkan Dua Ketentuan dalam Revisi PP JHT

Pemerintah tidak ingin melanggar Undang-Undang dalam proses revisi itu.

ADY
Bacaan 2 Menit
Kemenaker Usulkan Dua Ketentuan dalam Revisi PP JHT
Hukumonline
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengusulkan dua ketentuan yang perlu dimasukan dalam rencana revisi PP No. 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT). Menurut Dirjen Pembinaan, Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3), Muji Handaya, revisi PP JHT akan segera dilakukan dan fokus pada dua ketentuan.

Pertama, dikatakan Muji, dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak ada mekanisme atau skema pengambilan dana JHT bagi peserta yang berhenti bekerja. Baik yang bentuknya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perjanjian kerjanya habis dan terjadi perselisihan hubungan industrial maupun karena mengundurkan diri.

Muji mengatakan skema itu rencananya akan dimasukkan dalam perubahan PP tentang JHT. Lewat skema itu maka pekerja bisa mengambil dana JHT bukan karena mencapai usia pensiun (56 tahun), meninggal dunia, cacat tetap atau meninggalkan Indonesia. Dengan begitu satu bulan setelah berhenti bekerja diharapkan peserta bisa segera mencairkan JHT tanpa menunggu 10 tahun.

Kedua, Kemenaker mengusulkan pengambilan dana JHT setelah masa kepesertaan 10 tahun, dana dicairkan 30 persen dari total dana JHT yang dimiliki peserta. Sisanya, 70 persen, diambil saat peserta masuk usia pensiun (56 tahun). “Kita memakai satu angka 30 persen baik untuk perumahan atau keperluan lain. Tadinya kan 30 persen dan 10 persen. Perubahan itu yang akan kita usulkan,” kata Muji di Jakarta, Selasa (07/7).

Muji mengatakan rencana revisi itu bergulir setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperhatikan aspirasi masyarakat dan aspek-aspek sosiologis yang terjadi di bidang ketenagakerjaan saat ini. Ia menegaskan pemerintah tidak akan mengusulkan PP yang menyimpang dari mandat UU yang memerintahkan PP tersebut. “Fungsi dan tugas Pemerintah melaksanakan dengan taat undang-undang. Oleh karena itu, pemerintah hanya bisa mengubah besaran persentase dan skema pencairan dana,“ ucapnya.

Muji menjelaskan revisi itu saat ini masih dalam proses. Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, telah melayangkan surat kepada Menteri Hukum dan HAM, Yassona H. Laoly, terkait revisi PP tentang JHT.

Terpisah, Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Nasrudin, mengatakan dalam proses harmoninsasi RPP JHT relatif tidak bermasalah terutama dibandingkan dengan RPP Jaminan Pensiun (JP) dan RPP Jaminan Kecelakaan Kerja-Kematian (JKK-JKm). Tapi karena masyarakat, terutama buruh kaget melihat aturan baru dalam PP JHT akhirnya muncul banyak protes ketika regulasi itu diterbitkan.

Terkait rencana pemerintah merevisi PP JHT, Nasrudin yakin proses revisi PP JHT bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Cuma, tetap ada prosedur yang harus dilalui. Salah satu prinsip yang paling penting dalam merevisi PP JHT adalah Presiden Jokowi selaku kepala pemerintahan dan negara sudah setuju PP itu direvisi.

“Prinsipnya, Presiden Jokowi sudah setuju PP JHT direvisi. Kalau draft revisinya sudah ada paling cepat revisi itu membutuhkan waktu sekitar satu pekan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait