Kemenkumham Dorong Perusahaan untuk Hormati HAM
Berita

Kemenkumham Dorong Perusahaan untuk Hormati HAM

Pada 23 Februari 2021, Kemenkumham meluncurkan aplikasi berbasis website yang diberi nama Prisma untuk membantu perusahaan menganalisa risiko pelanggaran HAM yang diakibatkan oleh kegiatan bisnis yang dijalankan.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi HAM: BAS
Ilustrasi HAM: BAS

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mendorong seluruh perusahaan di Tanah Air agar menghindari segala bentuk pelanggaran HAM serta turut mengatasi dampak buruk pelanggaran dalam menjalankan bisnis. "Bisnis memiliki tanggung jawab yang unik dalam kaitannya dengan HAM," kata Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly di Jakarta, Selasa (16/3/2021) seperti dikutip Antara.  

Hal tersebut disampaikan Yasonna saat menjadi pembicara utama dalam kegiatan implementasi bisnis dan HAM serta pengenalan aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan Hak Asasi Manusia (Prisma) bagi Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham seluruh Indonesia.

Ia mengatakan tanggung jawab bisnis berbeda dari yang melekat pada negara dan bisnis diberikan tanggung jawab untuk menghormati HAM yang pada dasarnya memang tidak boleh melanggar hak-hak orang lain dan tidak membahayakan. Secara umum prinsip-prinsip panduan PBB mengenai bisnis dan HAM menjelaskan dengan menghormati HAM berarti bisnis harus menghindari pelanggaran serta mesti mengatasi dampak buruk HAM apabila terlibat dalam pelanggaran tersebut.

Yasonna mengatakan kementerian yang dipimpinnya pada hakikatnya secara aktif mendorong perusahaan untuk memberi penghormatan terhadap HAM. Hal tersebut salah satunya diimplementasikan melalui aplikasi berbasis website atau laman yang diberi nama Prisma yang telah diluncurkan secara resmi pada 23 Februari 2021 di Jakarta.

Prisma merupakan program aplikatif mandiri yang berguna untuk membantu perusahaan dalam menganalisa risiko pelanggaran HAM yang diakibatkan oleh kegiatan bisnis. Aplikasi tersebut bertujuan memfasilitasi semua perusahaan di sektor bisnis baik skala besar maupun kecil.

Fasilitas itu tersedia agar tiap perusahaan dapat menilai dirinya sendiri dengan memetakan kondisi riil atas dampak potensial atau risiko; menetapkan rencana tindak lanjut dari hasil penilaian; melacak implementasi tindak lanjut; dan mengkomunikasikan rangkaian tersebut ke publik. Setidaknya, terdapat 100 perusahaan yang ditargetkan menjadi pengguna Prisma pada 2021.

Untuk itu, Menkumham mengingatkan setiap kantor wilayah Kemenkumham di seluruh Indonesia mengajak perusahaan yang terdaftar di daerah masing-masing menjadi pengguna aplikasi itu. Sebagai perpanjangan tangan Kemenkumham di daerah, setiap Kanwil memiliki peranan penting mendorong prinsip bisnis dan HAM bagi perusahaan yang berbasis di daerah termasuk dengan mengajak perusahaan-perusahaan yang terdaftar di daerah untuk menggunakan aplikasi Prisma.

"Kanwil Kemenkumham memiliki peran strategis dalam memajukan dan melaksanakan pengaplikasian Prisma bagi pelaku bisnis, baik perusahaan berskala nasional sampai dengan UMKM," ujarnya. (Baca Juga: Pemerintah Bakal Terbitkan Peraturan Mengenai Strategi Nasional Bisnis dan HAM)

Bahkan, Yasonna tidak menutup kemungkinan setiap perusahaan di Indonesia diwajibkan memakai Prisma di masa mendatang demi menjamin pemenuhan HAM di lingkungan masing-masing. Dia mengingatkan Prisma bukan untuk mempermalukan suatu perusahaan secara terbuka, melainkan penilaian yang memberikan dorongan, koordinasi, dan konsultasi kepada perusahaan terkait bagaimana mereka seharusnya melakukan pemenuhan HAM.

"Kita berharap semua perusahaan di Indonesia ke depannya akan menerapkan pemenuhan HAM dengan baik," harapnya.

Selama ini pemerintah berupaya untuk memajukan HAM dengan menyusun peraturan mengenai Strategi Nasional Pedoman Bisnis dan HAM. Sebelumnya, Asisten Deputi Agro, Farmasi, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera mengatakan peraturan ini merupakan tindak lanjut terhadap Pedoman Bisnis dan HAM (UNGPs) yang dideklarasikan Dewan HAM PBB tahun 2011, yang dilatarbelakangi oleh persoalan-persoalan korporasi di seluruh negara.

Dida menjelaskan Indonesia telah mengadopsi UNGPs dan berkomitmen memasukan prinsip panduan bisnis dan HAM dalam penyusunan regulasi nasional. Penyusunan peraturan ini melibatkan korporasi (pelaku usaha) dan masyarakat. “Penyusunan (peraturan, red) Strategi Nasional Bisnis dan HAM ini melibatkan semua pihak,” kata Dida Gardera dalam diskusi secara daring, Jumat (24/7/2020) lalu. (Baca Juga: Sebuah Rencana Aksi Bertema Bisnis dan HAM)

Setelah peraturan ini terbit, Dida mengatakan untuk tahap awal pelaksanaannya diterapkan untuk BUMN. Tercatat ada 114 BUMN induk yang bergerak di berbagai sektor industri. BUMN sebagai representasi pemerintah dalam dunia bisnis dan harapannya sebagai pionir (penggerak) penerapan kebijakan bisnis dan HAM.

Dida menjelaskan Indonesia telah mengadopsi 3 pilar bisnis dan HAM sebagaimana tertuang dalam UNGPs. Pertama, kewajiban negara untuk melindungi. Kedua, pertanggungjawaban pelaku usaha untuk menghormati. Ketiga, kewajiban untuk melakukan pemulihan. Sejak tahun 2011, pemerintah berupaya mengintegrasikan ketiga pilar itu dalam kebijakan nasional.

Misalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan Peraturan Menteri KKP No.35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengintegrasikan bisnis dan HAM dalam sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) dan Amdal.

Menurut Dida, upaya yang perlu dilakukan ke depan yakni menyelaraskan bisnis dan HAM dengan industri UKM, meningkatkan pemahaman berbagai pihak melalui sosialisasi dan diseminasi. Peningkatan kerja sama berbagai pihak dalam menjawab tantangan bisnis dan HAM. Mengintegrasikan prinsip bisnis dan HAM dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional dan daerah.

“Perlu juga indikator atau standar untuk menilai penerapan bisnis dan HAM pada korporasi dan rekognisi terhadap korporasi yang melakukan penghormatan prinsip bisnis dan HAM,” lanjutnya.

Dida mengatakan hingga saat ini UNGPs sifatnya masih sukarela. Nantinya, pemerintah akan mengikuti ketentuan PBB jika nanti pedoman ini berubah menjadi mengikat (legally binding). (ANT)

Tags:

Berita Terkait