Dalam dua draf tersebut dijelaskan bahwa lembaga perlindungan saksi merupakan lembaga yang bertanggungjawab menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada saksi dan korban. Namun, dalam draf yang diusulkan oleh koalisi, pembahasan lembaga ini lebih detail dibandingkan usulan DPR.
Menurut Emerson Yuntho, anggota koalisi dari Indonesian Corruption Watch (ICW), RUU versi koalisi lebih komprehensif dibandingkan dua versi lainnya. RUU versi koalisi lebih khusus terkait soal pengaturan lembaga perlindungan yang dibentuk oleh presiden, kata Emerson dalam rapat di Komisi III.
Tentang keanggotaan lembaga, dalam draf DPR hanya terdiri dari tujuh orang sedangkan dari koalisi diusulkan 10 orang dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Untuk anggota dari lembaga tersebut terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan dan Departemen Hukum dan HAM.
Berbeda dengan DPR, koalisi memandang lembaga tersebut sebagai lembaga yang bersifat sementara sebelum dibentuknya unit khusus perlindungan saksi yang akan berdiri 10 tahun sejak lembaga perlindungan saksi menjalankan tugasnya.
Perbedaan lain tentang lembaga perlindungan saksi adalah mengenai instansi atau lembaga pemerintah yang membantu lembaga tersebut. Dalam draf usulan koalisi dijelaskan bahwa lembaga yang membantu seperti Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak, Komisi Pemberantasan Korupsi, Departemen Keuangan, Pemerintahan Daerah maupun departemen lain dengan izin presiden.
Adanya berbagai unsur dalam lembaga perlindungan karena selama ini penanganan perlindungan saksi dilakukan secara terpisah. Padahal, menurut Zainal Abidin dari ELSAM yang juga anggota koalisi, persoalan perlidungan saksi pada hakekatnya merupakan persoalan yang sama.
Selama ini peraturan perundang-undangan seperti UU Pencucian Uang, Kekerasan Dalam Tangga, maupun peraturan pemerintah dalam UU HAM mengatur adanya perlindungan saksi. Namun, aturan-aturan parsial ini belum mengimplementasikan adanya lembaga khusus untuk perlindungan saksi.
Tabel: Pelanggaran Hak dan Perlindungan Saksi
Kasus pencemaran nama baik
Pelapor | Tahun | Kejadian |
Arifin Wardiyanto | Oktober 1995 | Yogyakarta |
Ending Wahyudi | April 2001 | Jakarta |
Maria Leonita | Januari 2001 | Jakarta |
Romo Frans Amanue | Agustus 2003 | Flores |
Atte Adha Kusdinan | Oktober 2004 | Cianjur |
Sarah Lenny Mboeik | November 204 | Kupang |
Samsul Alam Agus | 2004 | Sulteng |
Muchtar Lutfi | 2004 | Aceh |
Heli Werror | 2003 | Nabire |
Pembunuhan dan Kekerasan
Pelapor | Tahun | Kejadian |
Kalep Situmorang | September 2000 | Medan |
Warga desa Dukuh Salam | Januari 2002 | Losari |
Hidayatullah | Oktober 2004 | Kendari |
Pejabat Pemda Temanggung | Januari 2005 | Temanggung |
Hidayat Monoarfa | Desember 2004 | Banggai |
LPS HAM | November 2004 | Palu |
Persidangan kasus HAM
Pelapor | Tahun | Kejadian |
Saksi persidangan koneksitas | 1999 | Aceh |
Saksi dalam kasus Timor Timur | 2002 | Jakarta |
Saksi dan korban kasus Tanjung Priok |
|
|
Sumber: Koalisi LSM
Kali ini, pengajuan RUU Perlindungan Saksi diusung oleh koalisi yang terdiri dari sejumlah LSM. Mereka mentargetkan RUU ini tuntas pada periode 2005.
Dalam audiensi antara Koalisi dengan Komisi III di DPR (22/2), Taufikurahman Saleh selaku Wakil Ketua Komisi, tinggal memperdalam masalah yang telah ada dalam draf dan selanjutnya dijadikan usul inisiatif. Saya kira tidak ada masalah malah klop dengan yang disampaikan koalisi, ujar Taufikurahman.
Ia juga meminta koalisi untuk menyusun draf akademik sehingga terdapat landasan yang jelas, baik sosiologis maupun historisnya dalam RUU tersebut. Malah, salah seorang anggota komisi III, Mutammimul Ula menyarankan agar draf versi koalisi digunakan sebagai usul inisiatif.
Perlu disampaikan, ada tiga lembaga—DPR, pemerintah, dan koalisi LSM—yang mengajukan RUU Perlindungan Saksi ini diajukan oleh tiga lembaga. Ketiga lembaga tersebut adalah DPR, Pemerintah dan Koalisi LSM. Dari draf versi DPR dan koalisi LSM yang salinannya diperoleh hukumonline, RUU Perlindungan saksi ini mengenal adanya lembaga perlindungan saksi dan korban sebagai lembaga independen.