KPPU Sebut Bundling Tes PCR Picu Persaingan Usaha Tidak Sehat
Terbaru

KPPU Sebut Bundling Tes PCR Picu Persaingan Usaha Tidak Sehat

Pemerintah diminta melakukan pengawasan agar tujuan tes PCR tercapai.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Foto: RES

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan investigasi terhadap bisnis tes Polymerase Chain Reaction (PCR). Berdasarkan hasil temuan awal KPPU, adanya bundling harga tes PCR dan kecepatan hasil tes dapat memicu terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.

Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala menyampaikan bahwa ada dugaan pelaku usaha memaksimalkan keuntungan lewat bisnis tes PCR, terutama untuk bundling. Kebanyakan bundling test PCR yang disertakan dengan konsultasi dokter akan dipatok dengan harga yang cukup tinggi.

“Ada yang memaksimalkan keuntungan, tes PCR yang dibundling dengan konsultasi dokter itu harganya bisa melambung, dan tes PCR dengan kecepatan juga dipatok dengan harga tinggi. Dengan adanya bundling-bundling seperti ini memunculkan potensi adanya persaingan usaha yang tidak sehat,” kata Mulyawan dalam konferensi pers daring, Jumat (12/11).

Sejauh ini pelaku usaha bisnis PCR sudah melakukan penyesuaian Harga Eceran Teratas (HET) yang dilakukan oleh pemerintah. Mulyawan menilai kemampuan pelaku usaha untuk menyesuaikan harga PCR membuktikan bahwa mereka memiliki ruang untuk menyesuaikan biaya-biaya komponen tes PCR.

Namun untuk tes PCR yang menawarkan kecepatan hasil yakni hanya dalam waktu 6 jam, hasil investigasi KPPU menemukan pelaku usaha tidak mengikuti HET yang sudah diatur oleh pemerintah. (Baca:  BPK Diminta Audit Investigatif Perusahaan Berbisnis PCR)

“Yang berbeda ketika survey untuk PCR 6 jam, menurut pelaku usaha itu nggak bisa ngikutin HET karena reagen-nya harga berbeda sehingga hasilnya bisa lebih cepat dan harga yang diletakkan mereka tidak bisa mengikuti HET. Meskipun sudah ada himbauan dari pemerintah tes PCR 6 jam untuk mengikuti HET, tapi pelaksanaannya belum ditegakkan,” imbuhnya.

Selain itu ditemukan adanya penurunan harga reagen sehingga pelaku usaha bisa menurunkan harga tes PCR. sayangnya saat ini KPPU belum menemukan data apakah penurunan harga tes PCR berbanding lurus dengan penurunan harga impor PCR.

“PCR ini membuktikan apakah seseorang terpapar virus corona atau tidak, apakah perlu karantina mandiri atau di RS. Dan rekomendasi kami pemerintah perlu mengawasi tes PCR bundling dan label tes cepat, agar tujuannya benar-benar tercapai yakni untuk mengidentifikasi orang-orang yang terpapar Corona, dan ini harus dipertimbangkan pemerintah,” tandasnya.

Sebelumnya, penerapan Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan No.93 Tahun 2021 tentang Perubahan atas SE Menhub No.88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi masih menuai polemik. Sebab, kewajiban tes Polymerase Chain Reaction (PCR) bagi penumpang pesawat masih dirasa memberatkan masyarakat. Pemerintah perlu menganulir aturan tersebut atau menanggung biaya tes PCR alias gratis bagi masyarakat.

“Meminta pemerintah untuk mempertimbangkan secara bijak aturan kewajiban PCR agar tidak memberatkan masyarakat,” ujar Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo melalui keterangan tertulis, Selasa (2/11).

Dia melihat kewajiban tes PCR menjadi syarat perjalanan penumpang udara dirasa masih memberatkan masyarakat di tengah penurunan kasus penyebaran Covid-19. Karenanya, Bamsoet begitu biasa disapa, meminta pemerintah dapat mempertimbangkan ulang aturan kewajiban tes PCR mengganti dengan tes antigen sebagai syarat perjalanan di semua moda transportasi.

Pasalnya, tes antigen dinilai memiliki tingkat akurasi yang cukup tinggi dalam mendeteksi virus Covid-19. Selain itu, biaya tes rapid antigen cenderung lebih terjangkau masyarakat ketimbang tarif tes PCR. Dia menyarankan kepentingan penggunaan tes PCR hanya untuk diagnosis Covid-19, bukan syarat perjalanan menggunakan pesawat. “Jangan sampai tes PCR bisa menjadi kepentingan bisnis,” ujar politisi Partai Golkar itu.

Tags:

Berita Terkait