Enam Langkah Mudah dari DJP untuk Ikut PPS Pajak
Terbaru

Enam Langkah Mudah dari DJP untuk Ikut PPS Pajak

Hingga 3 Januari, sebanyak 326 Wajib Pajak telah menyetorkan PPh final sebesar Rp33,68 miliar dengan nilai harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp253,77 miliar.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Kemudian dalam waktu dekat, DJP akan mengirimkan email blast tentang PPS yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak. Email tersebut adalah imbauan DJP yang bertujuan agar WP tidak lupadan terlewat dengan program PPS ini.

Lebih lanjut, mengingat PPS hanya diselenggarakan dalam enam bulan, DJP akan mengingatkan Wajib Pajak secara berkala melalui berbagai saluran, seperti iklan di media massa dan media sosial ditjen pajak (Instagram, facebook, twitter, tiktok, dan linkedin), situs pajak.go.id, dan media komunikasi lainnya, seperti banner, poster, dan sebagainya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menerbitkan PMK-196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak pada 22 Desember 2021 lalu. PMK tersebut dinyatakan mulai berlaku pada 23 Desember 2021. Beleid tersebut merupakan aturan pelaksanaan untuk Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), PPS akan berlaku tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), Neilmaldrin Noor, mengharapkan Wajib Pajak (WP) dapat mengikuti PPS karena program ini memiliki banyak manfaat untuk WP. PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh (Pajak Penghasilan) berdasarkan pengungkapan harta.

“Banyak manfaat yang akan diperoleh WP, di antaranya, terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP. PPS diselenggarakan dengan asas kesederhanaan, kepastian hukum, dan kemanfaatan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela WP sebelum penegakan hukum dilakukan dengan basis data dari pertukaran data otomatis (AEoI) dan data ILAP yang dimiliki DJP,” ungkap Neilmaldrin dalam pernyataan tertulis, Senin (27/12).

Di sisi lain, pengamat pajak Fajry Akbar menila penerapan tarif PPS yang dibagi atas dua skema 1 dan skema 2 dengan perbedaan tarif yang cukup signifikan mengindikasikan seolah-olah pemerintah kembali mengeluarkan TA Jilid II.

“Justru saya tak setuju dengan pembedaaan tarif antara skema I dan skema II. Dengan tarif skema I yang jauh lebih rendah, seakan-akan pemerintah kembali mengeluarkan TA jilid II,” katanya kepada Hukumonline, Selasa (16/11).

Fajry menilai hal ini bisa menimbulkan masalah, mengingat pemerintah berjanji untuk tidak mengadakan kembali TA jilid II. Dengan program PPS ini, pemerintah justu memberikan peluang kepada WP yang belum mengungkapkan seluruhnya melalui TA 2016/2017 untuk kembali mengungkapkan harta. Dalam UU No.11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty, para wajib pajak yang tidak jujur dalam melaporkan harta kekayaannya bakal dikenakan tarif hingga 35 persen serta denda sebesar 200 persen.

“Dan menyiratkan bahwa mereka yang menjadi “penggerak” program ini sebenarnya adalah orang yang pernah ikut TA, tapi belum menyampaikan seluruhnya,” imbuhnya.

Padahal, lanjutnya, pemerintah bisa saja menerapkan tarif yang sama untuk seluruh WP dengan menggunakan skema II, dan menempatkan program ini sebagai program pelengkap Program Pas Final. Kemudian penerapan tarif 15% tetap akan menarik bagi WP yang diatur dalam skema I. Sehingga pemerintah seharusnya tak perlu khawatir jika program ini tak menarik minat WP, mengingat sudah ada program pertukaran informasi. Pemerintah tinggal mengelaborasi hal tersebut.

Tags:

Berita Terkait