MA Akan Keluarkan Fatwa Tentang Pidana Pemilu
Utama

MA Akan Keluarkan Fatwa Tentang Pidana Pemilu

Fatwa yang akan diterbitkan menyangkut perlu tidaknya izin Presiden untuk memeriksa anggota DPR yang didakwa melakukan pidana pemilu dan tenggat waktu penyelesaian pidana pemilu.

Ali
Bacaan 2 Menit
MA Akan Keluarkan Fatwa Tentang Pidana Pemilu
Hukumonline

 

Dalam fatwanya nanti, MA akan menjawab pertanyaan semacam ini juga. Harifin menegaskan penghitungan deadline hari itu tak termasuk hari libur. Nah, kita anggap bagaimana tiga hari berturut-turut hari libur. Oleh karena itu, kita berpendapat yang dimaksud tujuh hari itu adalah hari kerja, ujarnya

 

Harifin mengatakan rencana menerbitkan fatwa ini untuk menjawab pertanyaan Jaksa Agung Hendarman Supandji yang sempat menyambangi MA pada Kamis (19/2). Kedatangan Hendarman didampingi Jampidsus Marwan Effendy, Jampidum AH Ritonga dan Jamdatun Edwin Situmorang. Rombongan langsung diterima Harifin dengan didampingi Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Abdul Kadir Mappong, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Ahmad Kamil, Ketua Muda Pengawasan Djoko Sarwoko dan Hakim Agung Artidjo Alkostar.

 

Kekhawatiran terhadap pelaksanaan UU Pemilu Legislatif sebenarnya bukan hanya dirasakan oleh Kejagung saja. Kapolri Bambang Hendarso Danuri, sebelumnya, juga mengutarakan kekhawatiran yang sama. Bambang masih ragu bila izin Presiden mutlak diperlukan maka bisa menghambat pemeriksaan. Kepolisian memang ditugaskan UU Pemilu Legislatif untuk melakukan penyidikan hanya dalam jangka waktu 14 hari. 

 

Waktu sesingkat itu dinilai sangat tidak memadai. Apabila ada anggota dewan yang terlibat dalam kasus ini (tindak pidana Pemilu), tentunya waktu 14 hari sudah tidak mungkin. Belum, izinnya, gelar perkaranya, dan lain-lainnya, kata Bambang beberapa waktu lalu.

 

Persoalan ini juga sempat mencuat pada Rapat Kerja Komisi III dengan Badan Pengawas Pemilu dan Kejagung. Akhirnya disepakati Bawaslu dan Kejagung akan meminta Fatwa Mahkamah Agung (MA). Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengatakan dengan terbatasnya waktu, akan berimbas pada tidak diprosesnya kasus-kasus tindak pidana pemilu yang melibatkan anggota dewan. Kalau harus menunggu izin, masalah (tindak pidana Pemilu) ini akan menguap dan hilang, tuturnya.

 

Namun, tak semua orang sepakat dengan rencana pengeluaran fatwa ini. Pengamat Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin berpendapat Fatwa MA bukan solusi. Ia lebih menyarankan agar para penegak hukum meminta langsung kepada pihak-pihak terkait tersebut untuk membuat surat izin yang bersifat umum. Jikalau ada anggota DPR yang diduga terlibat tindak pidana (pemilu) maka surat izin ini berlaku. Dalam hal ini mempersilahkan anggota DPR untuk diperiksa pihak Kepolisian, demikian bunyi surat izin secara umum yang dimaksud Irman. Dengan surat izin seperti ini, menurutnya UU Susduk tidak dikangkangi dan prosedur tetap dipenuhi. 

Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A. Tumpa berjanji akan segera mengeluarkan fatwa hukum  untuk menjawab persoalan menyangkut perkara pidana pemilihan umum (Pemilu). Fatwa ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan para penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan terkait dengan perlu atau tidaknya izin Presiden untuk memeriksa anggota DPR yang didakwa melakukan tindak pidana pemilu.

 

Ketentuan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif tak menyebut keharusan izin tersebut. Namun, Pasal 43 UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (Susduk) mengatur bahwa setiap anggota dewan yang akan diperiksa atau dimintai keterangan, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Presiden, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) maupun Gubernur.   

 

Terkait persoalan ini, Harifin mengaku sudah mengeluarkan kisi-kisi fatwa yang akan diterbitkan itu. Karena UU ini (UU Pemilu Legislatif,-red) memerlukan kecepatan, mungkin tak perlu izin (Presiden) itu, ujarnya di MA, Jumat (20/2). UU Pemilu Legislatif memang menghendaki penyelesaian pidana pemilu secara cepat.

 

Pasal 253 ayat (4) UU Pemilu Legislatif misalnya menyebutkan penuntut umum hanya memiliki waktu paling lama lima hari untuk melimpahkan berkas ke pengadilan. Sedangkan, Pasal 255 ayat (1) berbunyi 'Pengadilan negeri memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara'. Isi kedua pasal ini juga sempat menimbulkan pertanyaan. Apakah waktu lima hari bagi kejaksaan dan tujuh hari bagi pengadilan termasuk hari libur atau tidak?

Halaman Selanjutnya:
Tags: