Majelis Rakyat Papua ‘Gugat’ Perubahan UU Otsus Papua
Terbaru

Majelis Rakyat Papua ‘Gugat’ Perubahan UU Otsus Papua

Majelis Panel MK meminta pemohon memperjelas objek permohonannya dan memperbaiki kedudukan hukum pemohon sebagai MRP yang dinilainya belum dicantumkan dasar hukumnya dalam permohonan.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

“Oleh karenanya Majelis Rakyat Papua merasa tindakan pemerintah pusat tersebut telah melanggar konstitusi, UUD NRI Tahun 1945 sebagai dasar negara,” tegasnya.

Untuk itu, dalam petitumnya, pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 6A ayat (1) huruf b dan ayat (2); Pasal 6A ayat (1) huruf b dan ayat (2); Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2), dan ayat (4); Pasal 38 ayat (2); Pasal 59 ayat (3); dan Pasal 68A; dan Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) UU No.2 Tahun 2021 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Kemudian, pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan norma Pasal 6 ayat (4) dan Pasal 6A ayat (4) bertentangan dengan frasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai “peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah perdasus dan perdasi Provinsi Papua”.

“Menyatakan mengembalikan pemberlakuan norma Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana tercantum dalam UU No.21 Tahun 2001. Berikutnya, menyatakan norma Pasal 7 UU No.21 Tahun 2001 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai usulan perubahan undang-undang ini wajib diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP,” papar Stefanus Roy Rening selaku kuasa hukumnya.

Memperjelas objek permohonan

Menanggapi permohonan, Anggota Majelis Panel Arief Hidayat meminta agar pemohon menyederhanakan dan meringkas permohonannya. Ia juga meminta agar pemohon memperjelas objek permohonannya.

“Ini objek permohonannya ada beberapa yang perlu disempurnakan atau diperbaiki. Dalam bacaan saya, dalam permohonan ini tidak konsisten menyebut dari awal sampai akhir bagian mana yang diujikan. Apakah itu pasal, apakah itu ayat, apakah itu frasa? Coba secara konsisten supaya tadi meskipun masih susah dimengerti, tapi Mahkamah kadang-kadang masih dapat dimengerti apa yang hakikatnya diinginkan oleh Pemohon. Tapi kalau sampai tidak bisa dimengerti, kemudian (Mahkamah) bisa berkesimpulan bahwa permohonan ini kabur,” kata Arief.

Sementara itu, Anggota Majelis Panel lain Enny Nurbaningsih menyarankan agar pemohon memperbaiki kedudukan hukum yang dinilainya belum dicantumkan dasar hukumnya dalam permohonan. “Pertanyaan saya juga sama nanti untuk mempertegas, apa dasar hukumnya? Apa yang menguatkan mereka bisa mewakili keberadaan kelembagaan MRP tersebut untuk maju di depan forum pengadilan, di dalam dan luar pengadilan? Apa dasarnya yang menguatkan itu? Karena dalam undang-undang tidak ada (MRP, red), itu harus ada dasar yang kuat untuk menunjukkan itu,” kata Enny menyarankan.

Tags:

Berita Terkait